Hilangkan kebiasaan memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi karena itu kebiasaan yang tak baik.🌱
"Gue resign."
Fara dan Irma membelalakkan matanya saat kalimat itu keluar dari mulut Anggika. Jadi, ini alasan Anggika tiba-tiba mengajak mereka makan malam bersama setelah selesai tugas. Anggika ingin menyampaikan ini?
"Lo beneran? Kok bisa?" Fara yang pertama kali menjawab.
Anggika mengangguk. "Waktu gue pulang ke Bandung, gue didatangin sama kakaknya ayah. Dia bilang mau sampai kapan gue sibuk di Jakarta ninggalin Bandung. Apalagi udah ada yang lamar gue. Dia juga bilang enggak baik menunda lamaran seseorang atau sampai menolaknya. Terlebih ayah juga keliatan mau punya cucu katanya."
"Ini yang jadi beban pikiran lo saat ini?" tanya Irma.
"Iya. Gue ngerasa bersalah. Sejak kuliah delapan tahun lalu, gue udah ninggalin ayah sama ibu. Setiap gue pulang juga pasti cuman sebentar. Padahal mereka dari dulu udah minta supaya gue kerja di Bandung aja, tapi impian gue di sini. Tujuan gue kerja di sini pun udah kecapai semua. Ayah udah haji, ayah udah punya grosir di rumah. Apalagi coba?" Anggika mendadak merasa bersalah pada kedua orangtuanya.
"Dua hari ini lo emang kelihatan kayak lagi banyak pikiran. Kita asalnya mau nanya, tapi gue ngerasa lo pasti akan cerita kok. Saat tahu alasan lo ternyata ini gue ngerasa sedih, Ka. Gue maunya lo tetap di sini, tapi emang pulang ke Bandung itu jalan terbaik," balas Fara yang langsung disetujui oleh Irma. Keduanya mungkin ingin Anggika tetap di Jakarta, tapi mereka paham jika Anggika sudah tak bisa lagi bertahan di sini.
"Ayah juga udah setuju. Besok atau lusa ayah bakalan jemput gue," ucap Anggika.
"Secepat itu?" tanya Irma memastikan.
"Iya. Gue udah enggak ada pilihan lain. Waktu gue cerita sama ayah soal ini, ayah senang banget. Kayaknya dia nungguin hal ini," jawab Anggika.
"Kita paham, Ka. Lo tenang aja. Dimana pun lo nantinya. Kita tetap berteman, kan?"
"Tentu. Enggak bakalan ada yang bisa menghapus hal itu. Sekalipun jarak Jakarta-Bandung."
Irma dan Fara tersenyum. Setidaknya mereka masih berteman. Bukankah jarak bukan penghalang bagi sebuah hubungan termasuk pertemanan? Iya, kan?
"Terus soal Kavian? Lo udah jawab?" singgung Fara.
Anggika menggeleng. "Belum. Sejak gue balik dari Bandung dua hari lalu, gue selalu mimpiin dia terus."
"Apa ini pertanda?"
Dahi Anggika mengernyit. "Pertanda?"
Irma mengangguk. "Lo minta petunjuk melalui salat enggak?"
"Iya minta. Emang kenapa?" jawab Anggika.
"Biasanya mimpi itu salah satu pertanda jawaban, Ka. Ya kali aja ini emang jawaban."
Deg.
Maksudnya Kavian memang jodohnya? Dia harus menerima pria itu? Iya?
***
An: Kavi
Kavian mengucek matanya guna memastikan jika yang ia lihat benar adanya. Saat kembali dilihat ternyata memang benar ada pesan dari Anggika. Setalah hampir dua hari tidak ada kabar apapun, kini Anggika yang lebih dulu mengiriminya pesan.
Me: Iya, An? Ada apa?
Kavian tak mungkin menyia-nyiakan waktu ini. Anggika menghubunginya lebih dulu adalah suatu kemajuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...