44. Kabar Baik dan Kabar Buruk?

3.3K 161 0
                                    


"Jika saja pasangan bisa kita ubah maka aku tetap memilihmu karena bagiku kamu lebih dari cukup."

🌱

"Aku mau cerita."

"Boleh. Mau cerita apa?"

"Soal masa lalu."

"Mantan? Adnan dong?"

Anggika spontan menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Kavian berpikiran seperti itu. Lagian untuk apa juga dia menceritakan Adnan disaat Kavian saja sudah tahu semuanya. Ngomong-ngomong, Adnan apa kabar ya? Sepertinya menghubungi pria itu setelah Kavian pergi adalah hal yang tidak buruk juga.

"Enggak usah ngaco deh," balas Anggika akhirnya.

"Terus siapa lagi? Masa ngomongin aku sih? Atau kamu punya mantan semasa kuliah? Pasti cakep ya anak Jakarta," ujar Kavian membuat Anggika lagi-lagi terkekeh geli.

"Ya ampun. Sumpah ya kenapa sih? Gitu amat soal masa lalu. Masa lalu kan enggak semuanya perihal mantan, Suamiku," ucap Anggika sedikit menekankan.

"Ya, terus?"

"Dulu, waktu aku ngekost. Awal ngekost sih ini kadang aku suka iri sama temenku yang suka dikirimin paket sama orang tuanya. Kadang suka mikir, aku kapan, ya? Orang-orang pada udah dikirim paket makanan, paket ini, itulah. Lah aku enggak."

Anggika menjeda cerita itu dengan senyuman manisnya. Dia sangat ingat masa-masa indah yang begitu mendewasakan dirinya. "Awalnya aku mau nyerah, pengin ngadu ke ayah kalau aku juga mau kayak mereka, tapi aku selalu ingat kalau aku udah menyanggupi apapun yang akan terjadi jika aku kuliah jauh di Jakarta. Apalagi sebelum ayah pulang ke Bandung lagi di hari pertama antar aku ke Jakarta, ayah bilang kamu jangan manja harus mandiri. Kayak ya oke ini emang resiko atas pilihan aku. Terlepas dari itu aku bersyukur banget punya ayah kayak ayah karena berkat ayah aku bisa dewasa meski akhirnya jadi kekanakan juga saat ketemu kamu."

"Enggak juga, lho. Dewasa dan wanita mandirinya masih melekat erat. Kamu hebat, Sayang. Hebat banget. Kok makin cinta ya sama kamu," jawab Kavian terkagum-kagum.

Anggika tertawa menanggapinya. "Haha bisa aja. By the way, thank you ya."

"Aku akan selalu berharap anak kita akan sehebat kamu."

"Kalau aku berharap anak aku enggak gagal move on kayak aku."

Spontan keduanya tertawa bahagia. Sangat sederhana memang obrolan keduanya pagi ini. Namun, begitulah mereka selalu berusaha menyempatkan diri untuk berbagi cerita karena itulah cara keduanya untuk mempererat hubungan.

"Pulang kerja nanti kita nginap di rumah ayah, ya," ujar Kavian.

"Serius?" Anggika terkejut.

Kavian mengangguk. "Aku tahu kamu pasti mau menghabiskan waktu yang ada sebelum akhirnya Nadif pergi ke Jepang."

Anggika tersenyum haru. Kavian memang selalu mengerti dirinya. "Makasih, ya. Makasih banget."

"Sama-sama. Bahagia terus, ya. Kamu cantik banget kalau lagi senyum."

"Kalau menurut aku sih ya kamu ganteng di segala situasi."

"Oh udah bisa gombal nih?"

"Diajarin suami."

"Diseringin aja gombalnya. Soalnya suka."

"Yeee itu sih maunya kamu."

"Emang mau."

"Diusahakan ya, Ganteng," ujar Anggika sembari mengedipkan sebelah matanya sebelum akhirnya memilih kabur dari meja makan. Sungguh, Anggika merasa aneh dengan dirinya sendiri.

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang