Setelah menikah nanti, yakinlah akan terbitnya sebuah pertanyaan, 'kapan punya anak?'.
🌱
Selepas salat duhur, Anggika sengaja keluar rumah hanya untuk menikmati suasana luar sana. Lingkungan di sini tidak jauh berbeda dengan lingkungan rumah ayahnya. Masih banyak anak kecil yang berlarian, ibu-ibu yang berkumpul, dan tak jarang pula kendaraan yang melintas membuat anak-anak harus menepi sejenak sebelum akhirnya kembali bermain.
"Teh Anggika, ya?"
Anggika tersenyum membalas pertanyaan salah satu ibu-ibu yang menghampirinya. "Iya, Bu. Kenalin ya, aku Anggika."
"Ih jangan panggil bu, panggil bibi saja. Semua yang tinggal di sini itu sudah seperti saudara. Mungkin kita tinggal di lingkungan perkotaan, tapi tradisi lama teh jangan dilupakan," ralat ibu-ibu itu.
Anggika tersenyum. "Yaudah, Gika panggil bibi, ya."
"Nah gitu atuh," balas ibu-ibu itu girang.
"Oh iya, Teh Gika mau ikut kita?" tanya ibu-ibu yang satu lagi.
"Kemana, ya?"
"Ini lho bantu masak di yang mau tujuh bulanan. Kita emang biasa seperti ini, Teh. Nanti kalau Teteh hamil juga pasti kita bantu," jawab ibu-ibu itu.
"Lho, janganlah. Teh Gika teh pengantin baru. Jangan diganggu," protes ibu-ibu yang satu lagi.
"Eh iya abdi teh lupa, Teh. Punten nya, Teh."
"Enggak papa, Bi. Gika mau ikut aja. Nanti Gika izin sama A Kavi," jawab Anggika. Ada nada ragu saat mengucapkan kata A Kavi, rasanya aneh saja.
"Yaudah ditunggu ya, Teh."
"Iya, Bi."
Anggika lantas masuk ke rumah untuk meminta izin Kavian. Seorang istri wajib meminta izin suami sebelum bepergian.
"Kavi," panggil Anggika pada Kavian yang tengah duduk di depan laptop.
Kavian menurunkan kacamatanya sebelum akhirnya menatap ke arah Anggika. "Kenapa, Sayang? Kamu mau apa?"
"Aku izin ikut bantu-bantu masak boleh? Ada ibu-ibu yang ngajak aku," jawab Anggika.
"Kamu enggak capek?" tanya Kavian. Pasalnya mereka baru selesai melaksanakan pernikahan kemarin.
Anggika menggeleng sembari tersenyum. "Enggak. Lagian aku bosen juga. Kamu lagi ada kerjaan dikit, kan?"
Kavian menghela napas. "Yaudah, hati-hati. Nanti aku jemput."
Anggika tersenyum sebelum akhirnya menyalami suaminya itu. "Iya deh meski aku ngerasa kayak anak kecil pake dijemput segala."
"Nurut aja sama suami," balas Kavian.
"Iya-iya, Pak Suami."
***
Kedatangan Anggika membuat ibu-ibu heboh. Mereka nampak menyambut pengantin baru itu dengan penuh keceriaan. Mereka ikut bahagia akan pernikahan Anggika dan Kavian kemarin.
"A Kavi teh laki-laki baik. Dari awal tinggal di sini enggak pernah sekalipun ada kasus."
"Iya, Teh. Pokoknya mah A Kavi teh top markotop."
"Bener, Teh. Mana A Kavi teh meni ganteng pisan. Teh Gika juga geulis. Pokoknya kalian pasangan serasi."
Anggika tak henti-hentinya tersenyum mendengar semua ucapan ibu-ibu yang ada di sini. Mereka terus saja bicara meski tangannya juga tak berhenti dengan pekerjaannya. Anggika salut dan merasa senang karena diterima baik di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
Ficción GeneralSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...