Saat kamu menerima seseorang maka kamu harus siap dengan masa lalu orang itu. Semua orang berhak untuk diterima apa adanya terlepas bagaimana masa lalu mereka.
🌱
"Rokoknya satu bungkus sama minumnya satu botol, Bu."
"Masih ngerokok?"
"Lho, Anggika? Kok kamu?" Adnan terkejut karena yang muncul untuk melayani pembeliannya adalah Anggika.
"Ini grosir punya ayah. Apa salah kalau aku yang jaga?" Anggika balik bertanya.
Adnan menggeleng sembari tersenyum kikuk. "Aku enggak tahu, Ka. Maaf, tapi boleh kan aku beli?"
"Tentu, tapi rokoknya cukup satu batang aja," jawab Anggika sembari memasang wajah juteknya. Anggika marah, Adnan tahu itu.
Adnan menghela napasnya. "Duduk dulu sebentar boleh?"
"Oke."
Adnan tersenyum lega setidaknya Anggika masih mau bicara dengannya. Ini pertemuan pertama mereka setelah masalah waktu itu.
"Kamu marah?" tanya Adnan setelah keduanya duduk saling berhadapan.
"Pikir aja sendiri," jawab Anggika datar.
"Aku tahu kamu enggak suka sama perokok, tapi aku lagi butuh. Percaya sama aku, aku cuman ngerokok kalau lagi butuh aja. Dulu, mungkin aku kecanduan, tapi waktu mengubahnya," jelas Adnan membuat Anggika sedikit luluh. Wajah gadis itu sudah tak sejutek tadi. Adnan lega karenanya.
"Kamu lagi ada masalah? Itu sebabnya kamu ngerokok?" tanya Anggika.
Adnan menggeleng. "Cuman lagi kepikiran sesuatu aja."
"Apa? Kamu bisa cerita ke aku, Nan. Aku masih teman kamu, kan?"
"Tentu. Sampai kapanpun kamu teman aku, Ka. Enggak ada yang bisa merubah itu."
"Yaudah cerita," titah Anggika sedikit dengan nada memaksanya.
"Aku baru mau terjun ke bisnis ini, Ka. Rencananya aku mau bikin kedai kayak punya pak Adit. Kita sepakat kerja sama karena aku buta soal hal ini, sedangkan pak Adit tahu segalanya. Bukan cuman ilmu bisnisnya aja, tapi pembuatan eskrimnya juga. Belum juga soal minuman lain, dan makanannya. Aku yang basicnya di otomotif tentu takut, Ka. Takut gagal. Niat aku bikin kedai ini biar buka lowongan pekerjaan untuk warga sekitar, tapi aku takut akhirnya malah mengecewakan."
Anggika merasa simpati setelah mendengar penjelasan itu. Dia mungkin tak paham bisnis, tapi dia tahu bagaimana takutnya menghadapi rasa kegagalan itu. "Niat kamu baik, Nan. Allah pasti kasih jalan."
"Kamu benar," ujar Adnan seraya tersenyum.
"Kalau boleh tahu bisnis kamu yang lain itu apa? Bengkel?" tanya Anggika.
Adnan mengangguk. "Selain bengkel, aku ada usaha jual beli mobil dan motor sama rental juga. Untungnya lumayan, dan aku cukup paham soal otomotif. Awalnya emang berat, aku ngerintisnya dari nol."
"Nan, usaha kamu yang pertama bisa kamu jadikan motivasi. Usaha pertama aja bisa apalagi yang kedua," ujar Anggika menyemangati.
"Kamu benar, Ka. Oh iya, makasih udah dengerin aku. Jangan lupa cerita ke Kavi. Aku enggak mau ada salah paham lagi."
"Urusan dia kamu tenang aja, dan aku juga minta maaf atas kejadian waktu itu."
"No, no, no. Kamu enggak salah, Ka. Enggak ada yang salah. Lupain oke?"
"Oke."
Hari itu, Anggika merasa lega. Semua yang mengganjal di dirinya perihal Adnan pun telah terselesaikan. "Nan, aku harap kamu segera ketemu seseorang yang terbaik buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...