"Emosi bisa membuatmu kehilangan segalanya jadi selagi bisa, cukup pendam marah itu dan selesaikan dengan baik-baik."
🌱
"Kalau nanti aku enggak ada, dan aku ninggalin anak aku. Aku har—"
"Anak kita, Anggika! Anak kita!"
Kavian tak paham dengan apa yang Anggika pikirkan. Percakapan keduanya di malam itu nyatanya tak usai begitu saja. Sampai hari berganti pagi pun Anggika tetap mengungkitnya.
"Iya itu maksudku. Aku harap kamu mau jagain dia. Kamu jangan ikutan enggak ada," ujar Anggika.
Kavian yang semulanya sibuk merapikan dasinya pun akhirnya menoleh ke arah Anggika. "Mau kamu apa sih? Dari semalam ngomongnya gitu terus." Kali ini, tak ada lagi ketakutan di mata Kavian. Semuanya tertutupi oleh amarahnya.
"Aku cuman mau nitip pesan aja. Semuanya bisa pergi kapan aja, kan? Apa aku salah?" balas Anggika.
"Salah. Kamu salah karena kamu enggak menghargai kalau suami kamu enggak suka bahasan soal ini. Udahlah aku berangkat aja," ucap Kavian kesal.
"Kamu belum sarapan," ujar Anggika mengingatkan.
"Enggak minat," jawab Kavian sebelum akhirnya pria itu benar-benar keluar rumah. Kavian bahkan melupakan kebiasaannya untuk salaman dengan istrinya. Kavian marah, ya Anggika sadar itu sekarang.
"Pertengkaran pertama kita." Tanpa Anggika sadari batinnya berujar demikian. Memang selama hampir empat bulan menikah, baru kali ini mereka bertengkar. Perdebatan tadi memang bisa dikatakan pertengkaran karena keduanya tak mampu menemukan titik terang sampai Kavian melupakan semua kebiasaannya.
"Aku cuman takut aja. Aku takut nantinya aku bakalan pergi. Apa aku salah? Aku tahu aku egois, tapi apa kamu enggak ngerti kalau aku tuh lagi takut. Takut, Kavi. Takut kalau akhirnya kisah kita berakhir di aku lagi dan kamu bakal ketemu perempuan lain. Aku cuman takut itu."
Ternyata memang benar perasaan ibu hamil itu tidak terkendali dengan baik. Anggika contohnya. Padahal kemarin dirinya hanya membaca berita soal ibu hamil yang meninggal saat melahirkan, hanya itu namun dampaknya begitu besar pada dirinya.
***
"Lo yakin mau nunggu si Kavi?" tanya Fauzan.
Anggika mengangguk. "Gue udah di sini. Udah terlanjur juga, kan?"
"Masalahnya rapatnya bisa sampai dua jam. Di sana enggak ada kursi, Ka. Lo bisa kenapa-kenapa. Lagian kalian berantem, ya?"
"Ya gitulah. Biasa rumah tangga," jawab Anggika.
"Kavian memang pemarah kalau emang dia enggak suka hal itu. Lo harus sabar dan harus paham batasan. Terlepas dari itu selagi bahasannya dalam batas wajar, gue rasa Kavi masih bisa mengendalikan dirinya apalagi ini sama lo. Jadi, gue yakin masalah kali ini cukup fatal di mata Kavian. Yang sabar, ya. Jangan pakai emosi."
Anggika tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. "Iya, Ozi. Makasih nasihatnya."
"Sama-sama. Nanti gue suruh OB buat ngasih lo kursi, ya. Gue mana tega ngebiarin lo berdiri dua jam cuman buat nunggu Kavi. Lagian kenapa enggak di ruangan Kavi aja atau mau di ruangan gue?"
"Enggak keduanya. Gue tetap mau di depan ruang rapatnya Kavi."
"Oke, maaf enggak bisa ngantar. Gue ada urusan dulu sekalian mau cari OB juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
Fiksi UmumSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...