7. Ujian Menuju Pernikahan?

10.5K 546 7
                                    

Terkadang saat kita merasa semuanya akan segera usai dan menemukan bahagianya, saat itu pula badai tak terduga bisa datang secara tiba-tiba.

🌱

"Aku enggak salah kan, Teh?"

Lina menggeleng sembari tersenyum lebar. Akhirnya, adik sepupunya ini mau mendengarkan kata hatinya. Lina tahu seberapa besar keinginan Anggika untuk menerima Kavian, tetapi ada keraguan yang menghalanginya, dan hari ini keraguan itu telah hilang.

"Kenapa salah? Apa karena dia itu mantan kamu?" balas Lina sembari menaikturunkan sebelah alisnya.

"Jangan ngomong gitu nanti ayah tahu," ujar Anggika cemas.

"Kamu jangan khawatir, Gika. Lagian itu udah lalu."

"Tetap aja, Teh. Gimana kalau ayah kecewa sama aku? Gimana kalau ayah marah? Gimana kalau nanti ayah ngomel? Lagian udah masa lalu jadi enggak usah dibahas."

"Oke, oke. Seharusnya waktu kamu ragu karena dia masa lalu kamu, kalimat itu harusnya menyadarkan kamu juga."

Anggika menghela napasnya. "Teteh enggak tahu aja gimana shocknya aku waktu itu. Semuanya terjadi secara tiba-tiba, Teh. Sebelas tahun aku berusaha mengubur semuanya, tapi semuanya hancur cuman karena dia datang tanpa permisi."

"Bukan hancur, tapi memang semuanya tidak pernah hancur atau bahkan retak sedikit pun. Kalian hanya menutupi semuanya dengan cara masing-masing."

Anggika tertegun untuk beberapa saat. Move on seratus persen itu memang tak akan pernah terjadi kecuali jika kita sudah mau berkomitmen sepenuhnya dengan orang lain atau bahkan terkadang saat kita sudah melakukan itu pun sedikit rasa untuk masa lalu itu masih bisa bertahan.

"Sekarang ayah kamu sama keluarga Kavian pasti lagi ngobrol rencana pertemuan keluarga, tapi Teteh yakin pasti Sabtu atau Minggu. Kamu harus siap untuk itu," lanjut Lina.

"Aku siap, Teh. Lihat aja nanti," ujar Anggika begitu yakin padahal jantungnya tengah berdebar hebat.

"Oke, kita lihat nanti," balas Lina dengan senyuman penuh artinya.

"Ayo, Anggika. Nanti adalah waktunya buat lo memperlihatkan betapa lo pandai mengendalikan diri."

***

Keesokan harinya, Anggika berniat berkunjung ke Kedai Happiness yang tak lain adalah kedai milik Adit, suami Nadin. Anggika hanya ingin bertemu Nadin sekaligus mencari ketenangan setelah apa yang terjadi kemarin. Dia gugup, dan dia butuh sedikit saran dari Nadin yang sudah berpengalaman.

"Anggika!"

Suara yang cukup familiar itu membuat Anggika menoleh ke sumber suara. "Kak Adit."

Adit, si pemanggil itu tersenyum tipis sebelum akhirnya berjalan mendekati Anggika. "Mau ketemu Nadin?" tanyanya.

Anggika mengangguk. "Iya, Kak. Dimana Nadin?"

"Ada di ruangan Kakak. Kamu ke sana aja. Nadin ke sini sama Tania. Jadi, dia butuh tempat yang lebih nyaman," jawab Adit.

Anggika mengangguk-anggukan kepalanya. "Oke, aku bak—"

"Pak Adit!"

Deg.

Suara itu. Anggika mengenal suara itu. Namun, mengapa bisa orang itu ada di sini?

Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang