"Pintaku hanya satu, tetaplah bersamaku."
🌱
Anggika mendapati Kavian sudah tertidur. Anggika yakin jika suaminya itu benar-benar marah padanya. Kavian selalu menunggunya sebelum tidur bahkan pria itu akan memastikannya tidur lebih dulu sebelum akhirnya menyusul menjemput dunia mimpinya.
"Kamu marah sama aku hiks...."
Anggika tak kuasa menahan tangisnya. Selama ini dirinya selalu kuat dalam hal apapun terlebih perihal cinta namun hari ini Anggika sadar jika ketakutan akan kehilangan cinta itu memang semenyakitkan ini.
"Kamu boleh marah, tapi jangan diemin aku. Pukul aku aja. Marahin aku aja hiks...."
Anggika mengguncang tubuh Kavian. Kavian yang merasa terusik pun perlahan membuka matanya, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Anggika menangis di hadapannya. Ada apa? Hanya itu yang terlintas dalam benaknya.
"Kamu kenapa?" tanya Kavian buka suara.
Anggika mendongak menatap ke arah Kavian. "Kamu marah kan sama aku? Iya, kan? Aku tahu, tapi jangan diemin aku. Kamu pukul aku aja. Aku emang salah. Aku enggak nurut sama suami. Aku enggak mau kita cerai."
Sontak Kavian bangun dari posisinya. Cerai? Kavian bahkan tak pernah mau memikirkan hal itu.
Kavian menangkup wajah istrinya. "Siapa yang mau cerai, Sayang? Ini pasti soal permintaan aku, kan? Maaf kalau aku bikin kamu sedih. Jangan nangis lagi."
Alih-alih mereda justru tangisnya semakin menjadi-jadi. Kavian yang panik pun akhirnya merengkuh tubuh Anggika. Tangannya tak henti-henti mengusap kepala istrinya.
"Aku enggak mau cerai. Aku enggak mau kehilangan kamu lagi. Maafin aku kalau aku egois."
"Enggak ada yang akan cerai. Siapa juga yang mau kayak gitu. Jangan ngomong gitu lagi."
"Tapi kamu marah kan? Kamu bahkan enggak nungguin aku tidur."
Ternyata itu yang membuat Anggika berpikir dirinya marah. "Bukan begitu. Tadi aku telponan sama anak kantor. Terus enggak sengaja ketiduran. Maafin aku, ya. Maaf udah bikin kamu sedih. Jangan nangis. Masa aku gagal buat enggak bikin istri aku ini enggak sedih," ujar Kavian berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Jadi, kamu enggak marah?"
Kavian menggeleng. "Justru aku merasa bersalah. Maafin aku."
"Aku juga salah. Kamu cuman mau yang terbaik buat aku. Akunya aja yang egois, emosian. Maafin aku."
"Aku memaklumi itu. Kamu berhak menolak. Dulu, aku udah bilang kalau aku enggak keberatan atas karir kamu. Maaf aku sempat lupa hal itu."
"Kamu enggak salah, Kavi. Kamu berhak minta aku buat berhenti kerja, tapi aku mohon kasih aku waktu. Setidaknya saat kita punya anak. Aku janji saat hal itu tiba aku bakal berhenti kerja. Aku janji."
Kavian tak tahu haruskah ia bahagia atau sedih? Tapi yang pasti malam itu kesalahpahaman keduanya telah usai. Bahkan setelahnya keduanya tidur bersama dengan damai seperti dua malam sebelumnya.
***
Anggika menjadi orang pertama yang bangun. Selepas menunaikan salat tahajud, Anggika lantas berkutat di dapur. Dia akan menyiapkan sarapan hari ini. Dia akan menggantikan posisi ibunya selama ini.
"Teh."
Anggika menoleh saat suara ibunya memanggil namanya. "Iya, Bu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...