"Jika sudah ditakdirkan, takdir pun tak akan pernah bisa memisahkan."
🌱
"Mau aku pijitin enggak?" tanya Anggika pada Kavian yang baru saja duduk di sampingnya. Keduanya baru selesai membersihkan diri setelah perjalanan yang melelahkan hari ini.
"Enggak mau tidur?"
"Mau kok."
"Ya udah, tidur aja."
Anggika menggeleng. "Pasti pegel banget seharian ini nyetir. Maaf ya ngerepotin."
"Aku enggak ngerasa direpotkan," bantah Kavian.
"Tapi pasti capek."
"Ya memang, aku enggak bisa bohong."
"Ya udah, aku pijitin aja. Boleh, kan?"
Pada akhirnya, Kavian mengangguk. Kavian bukan ingin menolak namun dia tahu Anggika juga merasa lelah. Itu sebabnya dia ingin mencari alasan lain agar Anggika segera beristirahat.
"Tangan kamu tuh kecil-kecil cabai rawit," ujar Kavian saat tangan sang istri mulai menari-nari di pundaknya. Pijitan Anggika memang tidak bisa diragukan lagi. Kavian menyukainya.
"Makanya jangan ngeremehin yang kecil."
"Aku enggak tuh."
"Iya sih, tapi kamu enggak malu kan punya istri kecil kayak aku."
Kavian spontan tertawa. "Kamu tuh, ya. Ngapain malu sih. Lagian kamu enggak kecil amat kok."
"Tapi kalau bersanding sama kamu aku ngerasa kayak kakak adik tahu."
"Aku kakaknya, kamu adiknya. Harusnya aku yang insecure dong."
"Iya sih ya soalnya bisa aja nanti ada cowok lain yang naksir aku terus minta nomor aku ke kamu eh cowok itu bilangnya minta nomor adiknya dong mas."
"Gampang sih tinggal tunjukkin aja cincin nikah kita."
"Hampir lupa ya aku kan pakai cincin."
"Awas aja sampai lupa kalau kamu udah punya suami."
"Ya mana bisa. Orang aku sayang banget sama suamiku."
"Bener?"
"Bener."
Kavian tersenyum mendengar itu. Kalimat sederhana itu mampu membiusnya. Kavian tidak tahu mengapa jika hal sederhana seperti itu bisa membuatnya merasa sangat bahagia jika bersama Anggika.
"Udah, ya. Kita tidur. Aku tahu kamu juga capek," ucap Kavian sembari menghentikan pijatan tangan Anggika di pundaknya.
"Ya udah. Ayo tidur."
Keduanya lantas mengatur posisi masing-masing. Selalu dengan posisi Kavian yang memeluk Anggika dari belakang. Sudah Kavian katakan tak ada yang lebih nyaman daripada tidur sambil memeluk Anggika.
***
Bakri akui dirinya pernah memisahkan putranya dengan Anggika. Dulu, Bakri tidak menyetujui hubungan keduanya karena mereka masih sama-sama terlalu dini untuk mengenal cinta. Saat Kavian menghadap padanya untuk meminta restu pun Bakri sempat terkejut, Bakri takut jika cinta Kavian hanya cinta sesaat karena mereka pernah bersama. Namun, anggapan Bakri salah. Bakri cukup sadar jika putranya begitu bahagia bisa hidup bersama Anggika.
Siang ini, Bakri ada rapat dan kebetulan sekali rapatnya sudah selesai beberapa menit lalu. Awalnya dia ingin langsung kembali ke kantor namun langkahnya terhenti tatkala matanya melirik permen jahe yang terpajang. Saat melihat itu yang terlintas adalah wajah menantunya, Anggika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...