"Ketika kita sudah bersama maka yakinlah impianmu adalah impianku juga."🌱
Selesai salat isya, Anggika dan Kavian sengaja duduk bersama di ruang TV. Sebenarnya hanya Kavian yang duduk karena Anggika berbaring dengan berbantalkan paha suaminya. Kavian tentu tidak keberatan, dia cukup nyaman terlebih saat tangannya leluasa mengusap-usap kepala Anggika.
"Ngobrol apa aja tadi sama papa?" tanya Kavian.
"Ih kepo," jawab Anggika dengan nada bercandanya.
"Suami nanya itu jawab."
"Itu udah aku jawab."
"Jawab yang bener."
"Iya, iya," ujar Anggika pasrah. "Aku sama papa ngobrol banyak dan aku dikasih permen jahe sama papa. Katanya kalau mual aku makan ini aja."
"Tapi kok udah dimakan? Kamu mual?" tanya Kavian. Anggika sedari tadi memang sudah memakan permen jahenya.
Anggika menggelengkan kepalanya sembari tersenyum mendongak ke arah Kavian. "Enggak. Permennya enak makanya aku makan," jawabnya polos.
"Ada-ada aja, ya," ucap Kavian sembari geleng-geleng kepala.
"Coba aja. Enak tahu," ujar Anggika berusaha membela diri sendiri.
"Enggak deh. Kamu aja. Abisin. Nanti kalau abis beli lagi," tolak Kavian.
"Oke deh," jawab Anggika sembari tersenyum kegirangan. "Oh iya, aku mau ngomong sama kamu."
Kavian menatap istrinya penuh tanya. "Ngomong soal apa? Ngomong aja."
"Aku mau lanjut S2. Aku mau jadi dosen," jawab Anggika. Sebenarnya sudah dari dulu Anggika merencanakan ini, jauh sebelum dirinya menikah dengan Kavian.
"S2? Dosen?" ulang Kavian yang langsung dijawab anggukan oleh Anggika. "Kapan? Kenapa harus dosen?"
"Aku ngerasa kalau ngajar aku masih punya waktu lebih banyak buat kamu dan anak-anak kita nanti. Selain itu, sejak SMA aku udah kepikiran mau lanjut S2, tapi waktu itu aku mikir masa aku ngabisin uang ayah lagi sih buat kuliah. Sebelum nikah sama kamu kayaknya satu tahun sebelumnya aku mau lanjut S2, tapi aku enggak berani izin sama ayah," jawab Anggika.
"Kalau memang kamu mau, aku izinkan, tapi kampusnya yang ada di Bandung dan kalau bisa yang bisa dikejar pulang pergi. Masa iya kamu ninggalin aku sama baby kita," ujar Kavian.
Anggika tersenyum lebar. "Kamu beneran kasih izin?"
Kavian mengangguk. "Pendidikan masih menjadi hak kamu, Sayang. Terlepas kamu udah jadi istri atau ibu."
"Aaaa thank you."
"Sama-sama."
"Aku janji enggak akan lalai soal keluarga. Aku bakalan jagain kamu sama tiga anak kita nantinya. Aku juga pasti berusaha cari beasiswa," ujar Anggika bertekad.
"Kalau soal beasiswa, aku rasa aku masih sanggup kalaupun kamu enggak dapat. Kamu jangan khawatir soal biaya. Akan aku usahakan. Lalu, soal anak. Kamu yakin tiga?"
"Bukannya kita udah sepakat? Mau nambah?"
Kavian menggeleng. "Kurangi aja."
"Lho, kenapa?"
"Melahirkan itu sakit belum lagi hamilnya."
"Kodratnya memang begitu, Suamiku. Aku ikhlas kok," jawab Anggika.
"Tapi janji enggak akan ninggalin aku? Kamu harus berjuang sampai anak-anak kita besar nanti? Jangan berhenti di lahiran aja?"
Anggika mengangguk. "Maaf aku pernah nanya soal itu, ya. Jadi, sekarang kamu kepikiran. Aku janji enggak akan ninggalin kamu dan anak-anak kita nanti. Aku janji akan berjuang semampuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berjodoh Dengan Mantan? [ Completed ]
General FictionSemua berawal dari pesan yang dikirim oleh nomor tak dikenal di hari ulang tahunnya, dan di hari yang sama orangtuanya mengatakan bahwa ada seseorang yang melamarnya. Hal itu tentu membuat Anggika harus pulang ke kota asalnya karena dia sudah berjan...