Vote dulu sebelum bacaaaa!
***
Waktu berjalan begitu cepat, hingga tak terasa sudah hampir satu jam lamanya Karin berkutat dengan revisi skripsi. Raut wajahnya sudah kusut tak berbentuk.
Dering ponsel yang berbunyi nyaring memecah fokusnya. Sejenak, Karin meregangkan otot-otot tubuh yang terasa kaku sebelum mengangkat panggilan itu.
Fauzan melakukan panggilan video.
Tangannya menggeser tombol hijau dengan cepat. Kemudian layar ponsel menampilkan wajah tampan milik Fauzan.
Pria itu tersenyum manis menyapa.
"Kenapa? Kok kusut gitu mukanya?"
Seketika Karin memindahkan arah kameranya pada tumpukan kertas di atas meja dengan laptop yang menyala.
"Aku lagi revisi."
"Pantesan. Masih banyak itu?"
"Lumayan."
"Istirahat dulu aja. Jangan maksain, Yang."
Uh! Sial! When he called 'Yang' i'm literally blushing!!! (Readers be like: gue jugaa!!)
"Kalau di nanti-nanti gak akan selesai-selesai."
"Kamu jangan memforsir tubuh kamu dong. Nanti kalau sakit, kamu juga gak bisa lanjut skripsian."
Mendengar itu Karin cemberut maksimal. "Kamu do'a-in aku biar sakit?!!"
"Lho? Enggak. Aku cuma ingetin kamu."
"Enggak ya! Kamu bilang biar aku sakit. Kamu tuh, jahat banget!"
"Bukan gitu maksudku."
"Udah ah! Males banget lihat muka kamu!!"
Karin memutus facecall itu sepihak. Kesal bukan main."Bukannya kasih semangat kek, atau apa kek, ini malah nyumpahin! Dasar Ojancuk!!" gerutunya.
Lantas berusaha melanjutkan revisi yang masih setengah jalan dengan perasaan yang dongkol. Namun tak berapa lama decakan kesal terdengar keras, kalau sudah begini Karin jadi malas. Mood-nya hancur seketika. Tak ada lagi minat untuk melanjutkan revisiannya.
Tubuhnya bergerak meninggalkan kamar. Karin turun menuju dapur hanya untuk mengambil segelas air dingin, berharap bisa meredakan hawa panas yang ia rasakan.
Lalu bel berbunyi tepat saat Karin akan melangkah kembali ke kamar. Dengan gerak lamban, ia berjalan membukakan pintu.
"Halo!"
"Ngapain kesini?!" suaranya ketus.
Fauzan mengangkat plastik berwarna putih dengan logo supermarket ternama. Kemudian memaksa masuk lebih dalam. Karin mau tidak mau ikut masuk, berjalan dengan kaki yang dihentak-hentakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR STORY [END]
Teen FictionDimana ada Fauzan disitu ada Karin. Dimana ada Karin disitu pun ada Fauzan. Mereka itu ibaratkan amplop dan perangko. Padahal mereka bukan saudara kembar, bukan juga kakak beradik. Hanya saja, pertemanan yang sudah terjalin sedari kecil membuat ked...