"Mark, kau yakin dengan keputusanmu ini?"
Masih dalam posisi berdiri menghadap pada Jaehyun yang terduduk di balik meja kerjanya, Mark lagi-lagi menganggukan kepalanya mantab, sebagai bukti bila Ia telah memutuskan secara matang mengenai takdir yang telah menunggunya selama sepuluh tahun terakhir.
"Baby Lion..."
Sebenarnya Mark sadar, tak hanya Jaehyun yang berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, bahkan gurat resah yang terpatri begitu jelas di wajah Taeyong sempat membuat Mark nyaris meruntuhkan tekadnya.
Namun tentu saja.
Bayangan kesakitan yang sempat membias di wajah sang matahari oleh karena luka di pergelangan kakinya tadi sore, pada akhirnya tetap menjadi pemicu bagi Mark untuk kembali menyusun pondasi-pondasi keputusannya dalam bentuk yang solid; bulat.
"Mark," panggil Jaehyun untuk kesekian kalinya, "Kau tahu kan, alasan mengapa Dad sengaja meminta Harabeoji untuk mengundur training-mu di SSIA?" lanjutnya dengan nada mengingatkan, "Baik Dad maupun Appa benar-benar tidak mau kau kehilangan masa kanak-kanakmu."
"..."
Mark terdiam setelahnya, karena jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Mark memang mendambakan kehidupan anak normal pada umumnya.
Ya.
Jika ada orang yang melalui masa kanak-kanaknya dengan bermain,
Jika ada orang yang melalui masa kanak-kanaknya dengan bersenda gurau,
Jika ada orang yang melalui masa kanak-kanaknya dengan bahagia tanpa beban di pundaknya.
Sungguh, orang itu sangat beruntung di mata Mark.
Benar-benar hal yang patut disyukuri.
Tapi Mark juga tahu, bahwa setiap jiwa yang terlahir di dunia, memang telah diselipkan tanggung jawab masing-masing yang akan mereka emban semasa hidupnya. Tak butuh menunggu usia remaja ataupun usia dewasa sekalipun bagi Mark untuk memahami semua itu.
Saat ini, Mark memanglah bocah berumur 10 tahun.
Tapi tidak dengan jiwanya.
Tapi tidak dengan pemikirannya.
Tapi tidak dengan tindakannya.
Karena situasi dan keadaanlah yang membuat Mark harus bersikap dewasa sebelum waktunya.
Dan Mark pun tahu, bila terus menunda maupun menghindar bukanlah jawaban dari kelamnya masa depan yang akan Ia hadapi.
Maka dari itu, Mark sengaja melepas jaket yang Ia kenakan, begitu pula dengan kaos yang melapisi tubuh bagian atasnya, hanya untuk membuat Taeyong langsung membuang mukanya ke arah lain, saking tidak sanggup melihat beberapa bekas luka yang masih tersisa di sana.
"Dad," panggil Mark sambil menaruh jaket dan kaosnya di atas meja, "Apa 'mereka' juga akan menungguku dewasa untuk menyerangku?" lanjutnya bertanya, "Lalu semua bekas luka yang ada di tubuhku ini apa?"
Jaehyun tak lantas membalas, karena Ia begitu memahami penggiringan topik yang Mark gunakan sebagai senjatanya dalam mengemukakan argumen logis.
Jaehyun tahu, dalam sepuluh tahun terakhir sejak anak tunggalnya itu terlahir di dunia, setidaknya sudah ada tujuh kali kasus penyerangan, penculikan, maupun penyekapan yang senantiasa membayangi hidup Mark. Meski berkali-kali pula pihak mereka mampu menggagalkan segala niat buruk dari musuh mereka di tengah jalan, namun tetap saja, bagaimana pun Mark pasti terluka pada akhirnya.
Semua fakta itu bahkan sudah cukup mampu menjelaskan, bila bekas luka pukulan yang masih tersisa di tubuh Mark oleh karena penyerangan seminggu yang lalu, benar-benar bukanlah hal yang bisa lagi ditahan oleh Mark dengan kemampuannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverse
Fanfiction"Bisakah kau berhenti membuatku semakin jatuh padamu?" "Tidak akan. Bahkan semesta telah menuntunmu agar terjatuh padaku. Untuk apa aku melawan takdir?" *** Berawal dari kesalahpahaman "panas" yang tidak sengaja tercipta di salah satu ranjang ruang...