"Ada apa ini?"
Pada awalnya, Haechan sama sekali tidak berminat untuk mengalihkan perhatiannya, sebab fokus utamanya saat ini benar-benar hanya ingin membuat kedua bedebah yang masih meringis kesakitan di hadapannya ini, untuk segera mengungkap siapa gerangan yang mereka maksud dengan Jung.
Namun, sepertinya Haechan harus memendam sementara sifat kukuhnya itu, ketika refleks tubuhnya menghindar ke samping bertepatan dengan jangkauan pandang dari ekor matanya yang berhasil menangkap, sebuah pergerakan cepat dari kaki jenjang seseorang yang terarah pada di sisi wajahnya dari arah belakang.
Haechan memang mampu berkelit dari serangan mendadak bersumber pada sesosok asing yang menginterupsi kegiatannya untuk menginterogasi kedua penculik tadi. Tapi sayang sekali, tendangan lanjutan dari pria tak diundang yang mengancam bagian dadanya, tak ayal membuat Haechan harus kehilangan kendali akan pistol yang telah jatuh membentur tanah, oleh karena kedua tangannya yang terpaksa tersilang demi menahan serangan tersebut.
Haechan tahu dirinya memang terpojok, terlebih saat mendapati betapa gesitnya pria ketiga yang secara resmi telah menjadi musuhnya itu, dalam gerakannya untuk meraih pistol yang tergeletak di dekat bebatuan tanah. Bahkan kakinya yang terjegal sendiri oleh langkahnya akibat terhuyung oleh kuatnya tendangan sang lawan pun, seakan menabur garam pada luka Haechan yang menganga, saat pada akhirnya Ia harus menerima nasib dirinya turut jatuh dalam kondisi terduduk ke permukaan tanah diiringi debaman yang lumayan keras.
"Kenapa bocah sepertimu berani berulah di halaman rumahku?"
Meski moncong pistol telah tertempel sempurna di keningnya, Haechan sama sekali tidak gentar untuk menampilkan seringai terbaik miliknya.
"Pengendalian emosimu sangat bagus."
Itu merupakan sebuah kalimat yang benar-benar terlontar dari bibir Haechan, sekaligus sebuah pujian yang membuat pria ketiga tersebut sempat tertegun penuh akan rasa heran, sebelum menghapus semua itu dengan sebuah senyum manis yang turut menampilkan lesung pipitnya.
"Sepertinya kekasihku memang membuat ulah pada orang yang salah?"
Itu merupakan lontaran kejujuran yang terbesit di mulut pria ketiga, ketika pada akhirnya Ia menyadari bila sosok Haechan bukanlah bocah biasa, dilihat dari bagaimana lihainya pergerakan tangan Haechan yang berhasil membalikan keadaan dalam hitungan detik, dengan menyerang pergelangan tangannya hanya untuk kembali merebut pistol di genggamannya.
Haechan mungkin saja bisa langsung menembak pria ketiga itu, sama halnya dengan dirinya yang telah menembak kedua pria yang masih tergeletak bersimbah darah di ujung sana penuh dengan ringisan kesakitan. Namun Haechan lebih memilih intuisinya yang mengatakan untuk menahan segala serangannya, terlebih saat melihat senyuman pria ketiga dengan kedua tangannya yang terangkat ke udara; tanda menyerah yang sebenarnya sedikit mencurigakan di manik hazel Haechan penuh akan ratapan was-was.
"Aku sebenarnya malas berurusan dengan apapun itu ulah yang sudah dilakukan oleh kekasihku padamu," ucap pria ketiga pada akhirnya, "Dan karena aku juga terlalu malas bertarung denganmu, bagaimana kalau kita anggap saja malam ini selesai sampai di sini?" lanjutnya membuat penawaran, "Aku akan membiarkanmu pergi. Tapi sebagai gantinya kau harus melepaskan kekasihku dari segala tuduhan," ungkapnya lagi, "Dengan kata lain, kau harus melupakan bila hari ini pernah terjadi."
"Semudah itu?"
Haechan terbahak.
"Aku akui penawaranmu memang sangat menggiurkan," balas Haechan kembali melanjutkan, "Tapi sayang sekali semua itu tidak cukup untuk menghapus dosa macam apa yang telah kekasihmu lakukan pada kedua sahabatku," lanjutnya diiringi kekehan sinis, "Apalagi tentang percakapan kekasihmu dan temannya yang membawa-bawa marga Jung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reverse
Fanfiction"Bisakah kau berhenti membuatku semakin jatuh padamu?" "Tidak akan. Bahkan semesta telah menuntunmu agar terjatuh padaku. Untuk apa aku melawan takdir?" *** Berawal dari kesalahpahaman "panas" yang tidak sengaja tercipta di salah satu ranjang ruang...