Chapter CXV (Mark and Haechan's Universe: Renjun's Legacy Vol. 5)

609 68 33
                                    

Tok! Tok!

Tak hanya membuyarkan lamunan Mark seketika, suara ketukan yang terdengar begitu pelan pada pintu ruang kerja Ten tersebut, tentunya berhasil membuat Sang Master tak mampu menahan ekspresi keheranannya, setelah sempat menginstruksikan Mark untuk segera bersembunyi di kolong meja kerjanya.

Tentu saja.

Kalau saat ini Ten sedang tidak berhalusinasi, tentunya jarum jam yang menunjukan pukul 03:23 tersebut, cukup menyadarkan dirinya bila memang ada orang lain yang benar-benar mengetuk pintu ruang kerjanya di pagi buta.

Tapi siapa?

"Mo-Mom...?"

Ah?

Seketika Ten langsung beranjak dari sofa yang Ia duduki, hanya untuk bergegas membukakan pintu bagi tamu tak terduganya itu.

"Injunie?"

Iya.

Sosok yang kini ada di hadapan Ten saat ini adalah Renjun, masih dengan piyama berbintik-bintik rubah lucu, maupun plester demam yang senantiasa menghiasi keningnya.

"Kenapa Injun—"

"Mom, a-aku ingin bicara."

Perkataan dari Renjun yang terdengar begitu serius tersebut, sontak membuat Ten membatalkan niatnya untuk mempertanyakan kehadiran putra angkatnya, sebelum mempersilakannya memasuki ruang kerjanya dalam diam.

Baru ketika tubuh Renjun yang masih sakit itu telah terduduk sempurna di atas sofa, setelah memastikan bila pintu ruang kerjanya terkunci dengan rapat, akhirnya Ten kembali memulai pembicaraan.

"Injunie," panggil Ten pelan, seraya mendudukan diri di samping Renjun yang kini balas menatapnya, "Kalau kau ingin membahas tentang masalah seminggu yang lalu, bukannya kita bisa membicarakannya setelah kondisimu sudah mendingan?"

Meski dengan tampang yang terlihat lesu, Renjun tampak tersenyum tipis.

"Mom."

Tak hanya itu, jemari Renjun turut menyentuh plester demam di keningnya sendiri, sebelum dengan sekali gerakan yang tidak bisa dikategorikan pelan, Ia langsung menariknya hingga terlepas sepenuhnya, kemudian membuangnya ke tong sampah yang tersedia di sana.

"Aku rasa... sampai kapan pun kondisiku tidak akan membaik, jika aku tidak segera memutuskan apapun."

"Injunie..." panggil Ten dengan nada khawatir seraya membingkai wajah Renjun dengan lembut, "Tidak perlu terburu-buru. Kita bisa—"

"Tidak, Mom," balas Renjun cepat, sengaja memotong perkataan Ten, "Selama seminggu ini... aku terus merenung," lanjutnya sambil meraih punggung tangan Ten yang masih bersarang di sisi wajahnya, "Dan aku pikir, keputusanku kali ini sudah bulat."

Ten tak lantas membalas, oleh karena pergerakan dari Renjun yang terasa menggenggam tangannya begitu erat, diiringi bias keteguhan yang terpancar dari maniknya.

"Mom," panggil Renjun lagi dengan pelan, "Aku memutuskan untuk..." lanjutnya sambil menggigit bibir bawahnya sendiri yang masih melukiskan sebuah senyum, "...berhenti."

"Berhenti?"

Berbekal ekspresi kebingungan yang terlukis sempurna di wajahnya, Ten yang sedang berusaha tidak mempercayai praduganya tentang ucapan Renjun pun, seketika bertanya dengan nada seolah-olah tidak mengerti.

Sungguh berbeda dengan Renjun, yang kini terlihat menganggukkan kepalanya pelan.

"Iya, Mom," ucap Renjun terdengar begitu yakin, "Aku memutuskan untuk berhenti berhubungan dengan masa laluku."

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang