Chapter IX (Burden VS Reality)

3.3K 299 22
                                    

"Hyungie, aku haus."

Yang dipanggil dengan nama Hyungie lantas menoleh ke samping kanan sembari melemparkan senyumnya.

"Hyuckie mau minum apa?"

Yang dipanggil dengan nama Hyuckie sempat mengerutkan keningnya bingung.

"Aku mau minum yang manis-manis," ucap Hyuckie pada akhirnya.

"Baiklah," ucap Hyungie seraya mengusak surai Hyuckie gemas.

Setelah itu, Hyungie segera melangkahkan kaki menuju dapur. Di hampirinya lemari pendingin yang terletak di sudut lalu membuka pintunya pelan. Hyungie tampak menimbang-nimbang sebotol minuman manis apa yang akan Ia berikan kepada Hyuckie. Lumayan lama Hyungie terjebak oleh kebingungannya, hingga senyuman manis terlukis di bibirnya sebagai simbol jika Ia telah menentukan pilihan tepat untuk Hyuckie. 

Ya, Hyungie pada akhirnya memilih sebotol taro milk tea kesukaan mereka bersama untuk diberikan kepada Hyuckie. Dengan langkah riang, Hyungie segera membawa sebotol minuman itu ke kamarnya dimana Hyuckie berada.

"Hyuckie, aku—"

Hyungie terbelalak. Sebotol taro milk tea yang ada digenggamannya sampai jatuh ke lantai, usai maniknya dihadapkan pada sebuah pemandangan mengejutkan. Bahkan gara-gara itu, tubuh Hyungie turut bergetar hebat tak terkendali.

"Mark, kenapa kau meninggalkanku sendirian?"

Tubuh Hyungie roboh seketika, saat menemukan sosok Hyuckie yang berlumuran darah itu tampak menatap ke arahnya dengan sorot kebencian.

***

SRAK!

Mark tersentak di tengah-tengah tidur malamnya dengan peluh yang membanjiri tubuhnya. Ia berusaha mengendalikan napasnya yang tersenggal, seraya meraih sebotol air mineral di samping ranjangnya secara serampangan, hingga menyebabkan beberapa benda di sekitarnya jatuh ke lantai. Mark lantas meneguk seluruh air mineral tersebut, di sela-sela lelehan air mata yang masih menggenangi wajahnya. Setelah tidak ada lagi air yang tersisa di dalam botol, Mark langsung membuang botol tersebut ke sembarang arah, kemudian menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Hyuckie..." lirih Mark sembari menahan isaknya. "...maaf."

Drrrt! Drrrt! Drrrrt!

Terdengar suara getaran berasal dari ponsel Mark, menandakan bila sebuah panggilan sedang menunggu persetujuannya untuk tersambung.

Drrrt! Drrrt! Drrrrt!

Dengan kondisi emosional yang tidak stabil. Awalnya Mark ingin mengabaikan panggilan tersebut, andaikata nama White Dog tidak tertangkap oleh ekor matanya.

Kenapa di tengah malam seperti ini Jeno menghubunginya dengan nomor aliasnya?

Kecuali...

"Yeoboseyo?" ucap Mark dengan nada serak.

"Tiger, Si Nomor Tiga berhasil ditemukan."

Mark terperanjat dengan mata terbelalak.

***

"Kalian yakin dia orangnya?!"

Jeno mempercepat langkahnya demi mengimbangi langkah Mark yang terlalu cepat di sepanjang lorong gelap yang mereka lalui.

"Tidak salah lagi," balas Jeno sambil menganggukkan kepala. "Sesuai dengan data yang dilaporkan oleh Intel Mice, Si Nomor Tiga."

Mark meremat kepalan tangannya erat demi meredam emosi yang mulai merasuki kesadarannya. Meski tidak begitu berhasil, sebab kakinya tetap saja menendang sebuah pintu yang ada di hadapannya, ketika mereka berdua telah sampai di ruang yang dituju.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang