Chapter LXVII (Serendipity)

2K 182 39
                                        

Kalau boleh jujur, meski samar-samar dan terkesan meragukan, Mark tetap bersikukuh untuk merasa yakin, bila sosok matahari yang Ia temui dua tahun lalu di Yayasan Peduli Anak milik Keluarga Na, adalah sosok yang sama dengan si matahari mungil yang sempat Ia lihat lima tahun lalu; tepatnya saat Mark berumur tiga tahun.

Saat itu, Mark ingat Jaehyun menggendongnya memasuki sebuah rumah besar yang terhiasi dengan berbagai macam balon warna-warni. Dengan dekorasi manis lainnya yang semakin memperiah suasana rumah tersebut, Mark cukup cerdas untuk memahami jika sebuah pesta ulang tahun sedang berlangsung di dalamnya.

Namun sayangnya, Mark tidak cukup mampu untuk mengendalikan kegugupannya yang bersumber akan sifat pemalu yang Ia miliki, hingga membuatnya hanya bisa memeluk leher Sang Daddy seraya menyembunyikan wajahnya di sana. Hal tersebut tentu saja mengundang tawa dari Taeyong yang sedang berdiri berdampingan dengan Jaehyun, maupun sesok pria dewasa lain yang tengah berhadapan dengan keduanya untuk menyambut kehadiran mereka.

"Minhyungie manis sekali."

Mark bahkan bisa mendengar suara pria dewasa tersebut tampak memujinya, diiringi telapak tangannya yang menepuk kepalanya pelan.

"Tentunya sama manisnya dengan putra bungsumu, Ten," ucap Taeyong balas memuji, "Aku benar-benar penasaran seperti apa si mungil itu sekarang," lanjutnya, "Terakhir aku melihatnya, sepertinya saat dia lahir dua tahun lalu?"

Ten lantas tersenyum seraya menganggukan kepalanya.

"Dia—"

Drrrttttttt! Drrrrrrttttt! Drrrrrrrtt!

Gara-gara suara getaran ponsel tersebut, Mark hanya bisa menurut saat Jaehyun menyerahkan dirinya kepada Taeyong untuk bergantian menggendongnya. Diiringi wajahnya yang kembali bersembunyi di perpotongan leher dan bahu Sang Appa, manik obsidian Mark tampak mencuri pandang ke pergerakan Sang Daddy yang terlihat melempar ekspresi sungkan dan tidak enak hati pada sang tuan rumah, sebelum terlihat secara paksa mengangkat panggilan tersebut.

Dari raut tegang yang terbias di wajah Jaehyun setelahnya, bukanlah hal yang aneh ketika pada akhirnya Mark mendengar bila mereka bertiga terpaksa berpamitan lebih dini dari perayaan ulang tahun tersebut, oleh karena sebuah alasan yang terkesan mendadak walau Mark sendiri tidak tahu apa itu.

"Maafkan aku, Ten," ucap Jaehyun dengan raut menyesal.

Ten lantas tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Tidak masalah. Aku memahaminya."

Mark mengingatnya dengan jelas, ketika sang tuan rumah bernama Ten yang sempat menyambut mereka pun, bahkan tidak segan menunjukan keramahtamahannya untuk menemani mereka melangkahkan kaki keluar dari rumah megah ini.

Dan di saat itulah, tepat saat Taeyong membalikan tubuhnya demi mengikuti langkah kaki Ten, manik obsidian Mark tanpa sengaja terpaku pada sesosok bocah mungil bersurai cokelat madu bergelombang, tampak memandangi kue ulang tahun di hadapannya dengan manik hazelnya yang berbinar cerah. Bahkan Mark masih mengingatnya dengan jelas, betapa cantik tawa bahagia yang terpancar di bibir bocah mungil tersebut, ketika bocah-bocah kecil di sekelilingnya tengah menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya, hingga membuatnya tanpa sadar turut tersenyum.

Namun sayang sekali, Mark tidak dapat melihat pemandangan seindah matahari itu lebih lama, bertepatan pintu di belakang mereka yang menutup dengan rapatnya. Sebuah memori yang menyadarkan Mark tentang alasan mengapa Ia kembali merenungkan perbuatannya di Yayasan Peduli Anak dua tahun lalu, yang secara refleks berlari mengejar sosok sang matahari yang tengah kabur dalam keadaan menangis.

Saat itu Mark benar-benar tidak mengerti, mengapa dirinya yang begitu membenci keramaian, secara mendadak memiliki tenaga berlebih untuk menembus kerumunan orang-orang, demi mengejar sosok sang matahari yang berlari menuju ke sebuah danau di belakang gedung yayasan. Di dalam benaknya kala itu, Mark hanya merasa cemas akan kondisi sang matahari yang terlihat sangat sedih, hingga membuatnya langsung membuang segala sikap pemalunya, hanya untuk menyapa sang matahari dan menghiburnya semampu yang Ia bisa.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang