Chapter LXXIX (Circle)

1.4K 132 18
                                        

Ada kalanya Haechan berpikir.

Untuk apa segala takdir yang terlukis di lembaran hidupnya selama ini, jika di dalamnya tidak selalu menyuguhkan pemandangan seperti apa yang tertangkap di retina matanya sekarang?

Itu adalah hari sabtu setelah jam makan malam. Haechan yang awalnya iseng ke arah dapur untuk mencomot beberapa potong kue yang baru saja dipanggang oleh Ten, entah mengapa merasa bingung harus bersyukur atau terenyuh, bertepatan dengan maniknya yang berhasil mengintip secara diam-diam dalam kondisi tubuh bersembunyi di sisi dinding pada pintu yang terbuka lebar.

Haechan bahkan tak mampu menahan sebuah senyum kecil agar tidak terukir di bibirnya, ketika manik hazelnya menangkap pemandangan tawa manis dari Jaemin yang tengah terduduk di karpet lantai, oleh karena adu mulut yang sedang terjadi antara Renjun dan Jisung dalam memperdebatkan isi laporan untuk presentasi final mereka pada seonsaengnim. Tak hanya itu, figur Jeno yang terlihat kewalahan menahan tubuh Renjun agar tidak kelepasan menghajar Jisung pun turut membuat Haechan menahan tawa gelinya.

Tawa geli yang akhirnya memudar dalam senyum tipis, usai pusat dunianya kini tertuju pada Mark seorang, yang terlihat tersenyum dengan begitu menawannya saat memandang pada kehebohan dari para sahabat mereka di ruang santai Kediaman Seo tersebut.

Ah.

Sial.

Kapan terakhir kali Haechan merasakan seluruh kebahagiaan ini?

Ketika seluruh orang yang berarti dalam hidupnya, mampu tertawa dengan begitu lepasnya, seakan tanpa beban dan tanggung jawab dari sisi gelap kehidupan yang membayangi mereka semuanya?

Haechan benar-benar ingin selalu menjaga kebahagiaan itu.

Haechan ingin sekali memperjuangkan senyum manis Renjun, ketika pada akhirnya mereka mampu mengungkap maupun membalas siapapun itu yang bertanggung jawab akan nasib naas sahabatnya semasa terlabeli anak panti asuhan.

Haechan ingin sekali memperjuangkan tawa manis Jaemin, ketika pada akhirnya mereka mampu mengadili siapapun dalang sesungguhnya yang telah membakar Kediaman Na, yang telah membuat sahabatnya itu menderita di sepanjang hidupnya.

Haechan ingin sekali memperjuangkan realita yang tersembunyi rapat di balik misteri Keluarga Lee, sebagai pihak penanggung jawab atas segala ekspektasi yang dibebankan pada pundak Jeno, hingga membuatnya terkukung dalam sangkar tanpa mengetahui apa-apa.

Haechan ingin sekali memperjuangkan nasib yang menimpa Jisung, oleh karena rahasia kelam yang dipendam rapat-rapat di sebuah file SSIA maupun keterlibatan Keluarga Zhong yang masih abu-abu, demi membebaskan satu-satunya bungsu di antara mereka dari jerat yang seharusnya tidak dibebankan padanya semenjak kanak-kanak.

"Hyung..."

Haechan juga tidak memungkiri refleks tubuhnya yang sedikit tersentak, bertepatan suara bisikan yang memanggil namanya.

Ah.

Chenle... ya?

Lagi, Haechan mengukir senyumnya, di saat Ia merasakan betapa pelan jemari Chenle yang kini telah melayang di pipinya, hanya untuk mengusap setitik air mata yang entah sudah sejak kapan berada di sana penuh kehati-hatian.

Chenle...

Di sela-sela lengannya yang kini merengkuh tubuh Chenle dalam pelukan ringan, Haechan merenungi segala nasib Chenle, sebagai satu-satunya pihak lugu yang rela bertahan di sisi mereka dengan begitu tulus, di tengah ketidaktahuannya akan segala sisi miris yang akan mempengaruhi hidupnya bersama Jisung, bersama keluarganya sendiri, kelak.

Semesta...

Kenapa... serumit ini...?

"Hyuckie?"

Oh.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang