Chapter LXII (Origin)

1.3K 151 20
                                    

"Tu-Tunggu!"

Tanpa bisa mengendalikan suaranya yang masih terbata, Chenle kembali berkata.

"Ta-Tapi kata Renjun hyung—"

"Ingatanku hilang secara total?" potong Haechan seketika diakhiri senyum tipis, "Mungkin itu yang diinginkan oleh 'mereka' ketika menyerang tunanganku," lanjutnya sambil melempar pandang ke arah Mark yang tidak sadarkan diri, "Tapi Lele, sepertinya semesta memberiku kesempatan kedua."

"Huh?"

Mendapati raut kebingungan Chenle tersebut, Haechan tidak mampu untuk tidak terjebak akan kilas balik yang sempat Ia alami tadi siang. Tepatnya saat Haechan memahami, bila pada akhirnya Ia benar-benar tersadar di ranjang rumah sakit untuk kesekian kalinya, dengan segala detail ingatan yang nyaris membuatnya hancur dalam tangis seketika.

Namun beruntung, Haechan mampu mengendalikan reaksi emosionalnya itu, bertepatan dengan sosok Johnny, Ten dan Jaemin yang mengelilingi ranjangnya berbekal raut khawatir yang begitu kentara.

Dan di saat itulah, Haechan memutuskan kalau Ia harus bertanggung jawab akan segala akibat yang Ia perbuat lima tahun lalu, dengan berkamuflase di balik kepura-puraan tak terhindarkan yang menjadi jalan hidupnya kali ini.

Haechan sangat menyesal harus membuat Ten menangis hebat gara-gara itu.

Haechan sangat menyesal harus membuat kondisi Jaemin menjadi drop gara-gara itu.

Haechan sangat menyesal harus membuat semua orang yang mempedulikannya jadi terluka gara-gara itu.

Tapi Haechan tahu, Ia tidak punya pilihan lain, apalagi ketika teringat percakapannya dengan Johnny waktu lalu.

Saat itu, tepatnya ketika mendadak Jaemin jatuh pingsan di sisi ranjangnya, masih terlukis jelas di sel kelabu otak Haechan, bagaimana paniknya reaksi kedua orang tuanya hingga menekan tombol nurse call yang ada. Beruntung, pihak rumah sakit secara sigap datang ke ruang rawatnya dan segera menggotong Jaemin ke ruang rawat lain, agar dapat menerima penanganan dengan cepat dan tepat. Di kala itu pula, akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk menjaga Jaemin dan dirinya secara terpisah, dengan Ten yang mendampingi Jaemin, dan Johnny yang menemani dirinya.

Haechan bahkan masih mengingatnya dengan jelas, bagaimana pada detik berikutnya setelah hanya tersisa dirinya dan Johnny di ruang rawat itu, bibirnya lantas mengucap sepatah kata dalam kondisi tubuh yang bergetar tak terkendali...

...penuh akan penyesalan...

...penuh akan kesedihan...

... dan penuh akan rasa frustasi yang membaur begitu hebat mencederai kesadarannya.

"Dad... rencanaku... gagal?"

Haechan bahkan sadar bagaimana manik Johnny sampai terbelalak begitu hebatnya, diiringi langkah yang berjalan sangat cepat menghampirinya.

"Cupcake?! Kau—"

"Aku... gagal... melindungi Hyungie...?"

Dan tangis yang awalnya mati-matian Haechan tahan sedari tadi, tumpah seketika bersamaan dengan pelukan dari Johnny yang begitu erat di tubuhnya.

Tanpa suara isakan.

Tanpa ekspresi apapun.

Benar-benar hanya air mata yang terus mengucur dari manik hazelnya dalam diam, saking membekasnya hunusan luka yang menembus jantungnya akan jejak-jejak memori yang kini menerjang kepalanya.

Entah itu tentang reaksi ekstrimnya kepada Mark yang didiagnosa sebagai "trauma".

Entah itu tentang penderitaan Mark yang harus berpura-pura menjadi orang lain demi keselamatan jiwanya.

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang