Chapter XLII (Pretender & Dispatch)

2.6K 195 2
                                        

"Apa yang ingin kalian bicarakan hingga datang ke rumahku selarut ini, Hyung?"

Baik Jaemin maupun Renjun yang kini sama-sama terduduk di sofa memanjang di kamar Chenle pun hanya bisa saling melempar pandang dengan tatapan gugup. Hal tersebut semakin membuat Chenle tidak habis pikir dengan situasi macam apa yang sedang Ia alami seharian ini. Sungguh, Chenle benar-benar tidak menyangka, setelah menemukan sosok Jisung bisa berkeliaran bebas di Kediaman Zhong waktu lalu, kini Chenle harus menelan fakta lain jika kedua sahabatnya alias Jaemin dan Renjun turut berkunjung menemuinya.

Chenle bukanlah tipikal orang naif. Dengan alasan itu pula, sebenarnya Ia mampu menerka-nerka tujuan apa yang dimiliki oleh kedua sahabatnya ini hingga meluangkan waktu demi menemuinya seperti ini. Chenle juga tidak paham mengapa detail dari gerak-gerik tubuh Jaemin maupun Renjun begitu tertangkap jelas di maniknya, hingga membuatnya semakin mengukuhkan dirinya untuk tetap sejalan dengan kepura-puraan yang telah Ia ciptakan.

"Lele ya, kami—"

"Ah, sebelum itu, aku mau minta maaf, Hyung," potong Chenle seketika hingga membuat Renjun yang awalnya hendak berbicara menjadi terdiam di pertengahan kata-katanya, "Maaf karena kemarin malam tiba-tiba aku pulang ke rumah tanpa memberitahu kalian," lanjutnya diiringi sebuah senyum hingga matanya menyipit, "Ada urusan mendadak yang harus aku tangani."

Bohong.

Chenle tahu semua itu kebohongan semata, dan Ia pun juga tahu kalau kebohongan macam itu belum tentu akan diterima oleh Renjun yang kini menundukan kepalanya, atau Jaemin yang balik memandang ke arahnya dengan kedua tangan yang terkepal. Meski demikian, Chenle tetap bersikeras menekankan keinginannya untuk memendam segala detail peristiwa yang sempat mengancam nyawanya kemarin malam dengan menciptakan lebih skenario palsu. Chenle juga ingin agar ingatannya tentang sosok kedua sahabatnya yang sepertinya memiliki hubungan dengan jati diri Jisung juga turut meredam, atau jika bisa lebih baik, menghilang saja dari kepalanya.

"Chenle."

Bersamaan dengan pergerakan Jaemin yang mendadak menghampirinya hanya untuk menghambur ke arahnya dan memeluk tubuhnya dengan erat itulah, Chenle tahu bila perkiraannya tentang ketidaksetujuan sahabatnya untuk bungkam tentang peristiwa tadi malam memanglah tujuan utama Jaemin dan Renjun berkunjung ke rumahnya selarut ini.

"Lele ya, kami—"

"Hyung."

Tolong.

Hentikan.

Chenle tidak sanggup lagi untuk tidak membalas pelukan Jaemin seraya menenggelamkan wajahnya di dada salah satu sahabatnya yang sudah Ia anggap seperti keluarga sendiri itu, berbeda dengan Jaemin yang hanya bisa terdiam berkat semua itu.

"Hyung..." panggil Chenle lagi, "Biarkan aku tidak mengetahui apa-apa..." lanjutnya, "Aku..."

...masih ingin bersama kalian.

Sial.

Chenle bahkan tidak menyangka, Ia yang jarang menumpahkan air mata bisa sampai kesulitan seperti ini untuk menahan nada suaranya agar tidak bergetar.

Sial.

Apa ini rasanya menahan berbagai emosi, di saat kau sebenarnya memiliki hak untuk melampiaskan semua itu?

Sial.

Apa semenyakitkan ini menahan diri untuk berpura-pura baik-baik saja demi orang lain?

"Aku... tidak mengetahui apapun," lirih Chenle, "Mimpi kemarin malam hanyalah sekadar mimpi..." lanjutnya lagi seraya menengadahkan wajahnya pada Jaemin, "Bisakah kita membiarkannya tetap seperti itu?"

ReverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang