Chapter 24
Tin tercekat menyaksikan kejadian di depannya, sebuah pembunuhan keji dengan cara mencabik-cabik tubuh yang tidak berdaya. Memang untuk mereka yang memiliki wolf di dalam tubuhnya bukan suatu hal yang baru apabila pembunuhan akan sangat mengerikan.
Tetapi masalahnya pembunuhan yang terjadi kurang dari lima puluh meter di depannya dilakukan oleh seorang laki-laki yang masih berbentuk manusia. Laki-laki itu menggigit badan korban dan merobek semua kulitnya. Hanya menyisakan daging, lalu setelahnya pria keji itu dengan tega memukul dada korban itu lalu mencabut sebuah organ yang Tin yakini antara hati atau jantung. Tin meneguk ludahnya pahit.
Setelah eksekusi mengerikan itu, pelaku pembunuhan tersebut memasukan organ korban ke dalam kendi kecil. Tin yang ketakutan langsung menyembunyikan tubuhnya diantara pepohonan. Sungguh tidak pernah terbayang di benak Tin betapa menderitanya korban itu dalam kesakitan sebelum ajalnya menjemput.
Memang dirinya bersalah tidak mendengarkan ucapan Mook untuk menelpon kakaknya sepulang dari perkuliahannya. Tin dengan percaya diri ingin pulang sendiri yang mana dirinya harus melewati hutan ini untuk sampai ke paviliun kakaknya.
Tin memperhatikan pelaku pembunuhan itu sekali lagi. Tin dapat melihat rupanya meskipun penerangan hanya dari cahaya bulan. Wajahnya cukup tampan dan umurnya sekitar awal empat puluhan.
Saat dirinya berkedip tiba-tiba saja laki-laki hilang bak di telan bumi. Tin meneguk ludahnya kasar. Apakah tadi laki-laki itu melakukan teleportasi, seingatnya Mook pernah mengatakan padanya bahwa klan yang bisa berteleportasi hanya Grif, namun klan itu bukankah sudah musnah lama. Pikir bungsu dari keluarga Putta itu tidak paham.Tin menghampiri mayat malang itu, keadaannya begitu mengerikan dengan mata yang melotot dan organ dalam perutnya keluar membuat laki-laki muda itu mual-mual seketika.
Tin memfotonya lalu kabur begitu saja. Tin merasa agak trauma melihat bentuk mayat yang tidak karu-karuan itu.
Dalam langkah cepatnya Tin tidak begitu focus sehingga tanpa sadar dirinya menbrak seorang. Tin terpental tentu saja, namun laki-laki yang ditabrak atau menabraknya itu tampak mendekatinya. Dalam cahaya rembulan Tin melihat wajah itu, wajah yang sama dengan pelaku pembunuhan keji yang bahkan terjadi kurang dari setengah jam lalu.Tubuh Tin tiba-tiba gemetar, laki-laki pembunuh itu tersenyum miring membuat tubuh Tin otomatis melangkah kebelakang dalam posisi yang masih terduduk itu.
“M-mafkan aku.”
Ucap Tin terbata, pria muda itu terlihat begitu ketakutan.
“Sejauh apa kau menyaksikannya, bocah.”
Ucap laki-laki itu dengan nada yang begitu menakutkan. Tin tidak lekas menjawab memilih bungkam. Matanya menatap lurus ke arah laki-laki itu seolah-olah meneliti wajahnya.
“Melihat apa?”
Sahut sebuah suara di belakang Tin membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya pada sumber suara tersebut.
“Minor Prince.”
Sahut laki-laki pembunuh itu merubah ekspresinya menjadi selembut sutra. Tin tidak paham mengapa laki-laki itu seakan tunduk dengan orang yang berada di belakangnya.
Jeff mendekati keduanya dan membantu Tin berdiri. Tin mengenal laki-laki itu, laki-laki yang sempat membuatnya tertegun saat pertama kali tiba di istana, dan laki-laki yang minta di kenalkan padanya sekaligus orang yang disukai kakak keduanya. Minor Prince Jeff.
Tidak ada sahutan lagi setelah itu. Tin berhasil berdiri yang dibantu oleh pangeran kedua itu. Meskipun seluruh tubuhnya sudah lemas seperti jeli.
“Aku bertanya, khun Podd.”
Sahut Jeff.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTIFICIAL OMEGA [COMPLETED]
Fanfiction[MILEAPO FANFICTION] Apo Nattawin Wattanagitiphat, aktor muda yang ingin berkarir lama di dunia selebritis, namun akibat tekanan agensi dan deskriminasi dari rekan sesamanya membuatnya depresi dan memutuskan bunuh diri dengan cara terjun dari balkon...