First Meet

14.5K 1.4K 46
                                    

Chapter 3

"Umm Luna?" Panggil Fian ragu melihat wajah Apo yang diam tanpa ekspresi.

Setelah penjelasan singkat mengenai 'identitasnya' Apo tidak bisa mengeluarkan satu kata pun. Fian baik sejauh ini, menjelaskan secara detail siapa ia di tempat ini dan apa statusnya. Namun tetap saja hal itu tidak mampu di terima oleh akal sehatnya. Rasanya Apo ingin menangis dan memohon agar dikembalikan ke dunianya.

Kini iapun sadar bahwa terdampar di tempat yang tidak mampu dijelaskan. Apo sudah mencoba tidur dan berharap bahwa dirinya betul-betul di dunia mimpi namun kenyataannya, saat membuka mata kembali, ia masih terjebK di tempat yang sama dengan Fian yang berjaga di dekat ranjangnya.

Apo mengerang frustasi sejak tadi, tidak satupun yang bisa menjelaskan mengapa ia bisa ada di dunia gila ini. Apakah ini hukuman Tuhan karena Apo tidak menghargai kehidupannya dengan melakukan percobaan bunuh diri?

Tapi bisa tidak Tuhan jangan menghukum dia seperti saat ini? Apo bahkan kehilangan identitasnya sebagai dirinya yang seorang aktor bernama Apo Nattawin.

"Luna, anda lapar?"

Apo hanya menatap laki-laki cantik itu dengan datar. Lapar katanya? Apa dia bodoh tidak bisa membedakan mana orang lapar dan depresi?

"Fian, aku yakin saat sebelum bangun disini aku tercebur di kolam bukan di tembak menggunakan senapan!" Bentak Apo tidak mengidahkan pertanyaan Fian.

Apo masih berusaha memberitahukan Fian bahwa dirinya bukan Luna yang dimaksud oleh Fian. Meksipun ia tahu bahwa hal tersebut perbuatan yang sia-sia dan tidak akan menghasilkan apapun.

Fian melemparkan ekspresi wajah menyedihkan.

"Luna, anda benar-benar melupakan hal yang terjadi dengan anda," sendu Fian. Meskipun ia pelayan, tampaknya Fian merasa kehilangan identitas sang Luna pula.

Apo menghela napasnya kesal, sudahlah. Berbicara dengan Fian hanya akan menguras waktu dan emosinya.

"Argh sial! Apa disini ada penyihir atau cenayang yang bisa kutanyai tentang arwah?" Erang Apo terang-terangan. Sudah tidak mampu rasanya menahan kemelut dalam kepalanya. Ia kehilangan arah!

Fian tampak terkejut dengan pertanyaan yang dilemparkan Lunanya, membahas penyihir di negeri mereka merupakan hal yang cukup tabu. Bahkan sangat dilarang.

"Sssttt Luna, anda tidak boleh bicara sembarangan mengenai penyihir karena Great Luna tidak senang mendengarnya," Sahut Fian hati-hati takut menyinggung Lunanya yang terkenal sangat sensitif dan emosian itu. Apo kembali mendesah putus asa. Apa yang akan terjadi dengannya di dunia gila ini?
Apakah ia sedang berada di dunia paralel? Rasanya Apo sudah pasrah mengenai nasib yang akan menimpanya.

Apo berencana ingin kembali beristirahat, karena jujur saja, badannya masih terasa remuk dan luka di tubuhnya belum seratus persen membaik. Tubuhnya masih cukup sit untuk digerakan. Memang yang paling nyaman merebahkan dirinya saja dan memikirkan masalahnya nanti.

Lagipula tempat tidur yang ia tempati sangat nyaman, dengan suhu yang pas dari pendingin ruangan seakan membelai dan menggodanya untuk kembali masuk ke dunia mimpi. Tidak lama setelahnya, pria manis itu sudah setengah teler, namun bunyi ketukan dari arah luar pintu kamar spontan memaksanya untuk tetap terjaga.

Fian buru-buru membuka pintu dan pria cantik itu sedikit terkejut karena sang Great Prince-lah yang mengunjungi Luna mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tidak biasanya, pikir Fian dalam hatinya.

Fian menundukkan kepalanya untuk memberikan penghormatan pada calon pemegang tahta utama. Mile hanya mengangguk. Mengerti dengan niat kunjungan sang pangeran, Fian menyingkirkan badannya, guna memberikan akses pada Mile untuk masuk ke dalam ruangan Apo.

ARTIFICIAL OMEGA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang