David mengantarku ke rumah setelah itu. Sesampainya di rumah, ketika David bersamaku membuka pintu pagar, betapa terkejutnya ada Rey di dalam rumahku sedang duduk di kursi dekat dengan pintu masuk. Tanpa segan-segan, David langsung menghampiri dan memukul Rey dengan hantaman yang cukup keras.
"Ini lo rasain, bangsat! Gimana rasanya dipukul, hah?! Anjing, lo!" David berteriak. "Mau lagi lo, hah? Anjing!" Lanjutnya.
Aku melindungi Rey agar tidak dipukul kembali oleh David. Jika aku hanya menarik David, pasti dia akan tetap berusaha ingin memukul Rey. Aku tahu David tidak akan menyakiti perempuan mana pun, jadi aku menahan agar dia tidak memukul Rey kembali. Aku hanya bisa menangis melihat Rey kembali. Rey membalikan tubuhku yang sedang menghadang pukulan kembali dari David dan mencoba menjelaskannya sisi pandangannya.
"Aku minta maaf, Sayang, aku benar-benar nggak sadar, aku lagi keadaan mabuk tadi malam, Sayang, maafin aku, aku mohon!" Dia berlutut di hadapanku.
Aku tidak bisa berkata apa pun, hanya air mata yang dapat mengalir untuk menjawab kepedihanku saat ini. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan sama sekali tidak mempedulikan Rey walaupun dalam hati aku masih berharap dia dapat berubah.
"Aturan lo malu datang ke sini lagi, anjing!" David menjinjing lengan Rey, mendorongnya keluar rumah, dan menutup pintu pagar rumahku rapat-rapat.
David menghampiriku yang berada di ruang tamu. David mengatakan bahwa Rey sudah pergi. David pergi ke dapur mengambilkanku segelas air untuk aku minum. Aku merasa sangat beruntung atas kehadiran David di hidupku. Sejak SMP, dia selalu peduli kepadaku, untuk seorang sahabat, dia benar-benar luar biasa.
"Minum dulu ya, Ness, biar enakan," dia memberikanku segelas air hangat.
Aku mengangguk dan menerima air yang dia berikan. Aku meminumnya perlahan, David berjalan untuk duduk di sampingku. Aku menaruh gelas dan David meraih jemariku untuk dia genggam.
"Kamu masih mencintainya," pernyataan yang tidak aku duga keluar dari mulutnya saat ini. Aku memalingkan wajah, tidak berani menatapnya sama sekali. Pernyataannya aku akui, memang benar aku masih mencintai Rey. Aku melirik untuk melihat wajahnya, dia tersenyum semeringah menatap wajahku. Dia mencium punggung tanganku, "Perasaan gue, akan tetap sama sampai kapan pun, Ness," lanjutnya.
Aku langsung memeluknya erat, "Gue egois ketika memiliki rasa nggak ingin kehilangan lo sama sekali. Keyakinan gue bahkan seribu persen lo bisa dapat yang lebih baik, Dev," ujarku di dalam dekapan.
"Gue tahu, tetapi ini udah pilihan gue," dia melepaskan dekapan, mencium pipiku, dan melumat bibirku setelah itu. Handphone David tiba-tiba berbunyi, dia langsung menyudahi ciuman ini dengan napas yang terengah dan mata yang masih terpejam. "I'm sorry, Nessie. Gue mencuri beberapa ciuman dari lo lagi," ujarnya menaruh keningnya di keningku.
Aku mengelus pipinya berkala, "Periksa dulu itu, telepon dari siapa," ujarku
David memeriksa handphone-nya, "Lo nggak apa-apa kalau ditinggal? Nyokap yang telepon," lanjutnya merapihkan rambutku.
Aku mengangguk pelan, "Thank you, Dev, salam buat nyokap lo," ujarku.
Dia mengecup bibirku, "Goodbye, Nessie, sampai ketemu besok," dia berjalan meninggalkan rumah ini. David memintaku untuk mengunci semua pintu dan jendela agar Rey tidak dapat masuk ke dalam rumah. Saran David kali ini memang harus dilaksanakan, karena ini jalan terbaik untuk menghindari Rey datang dan menyakitiku kembali. Aku mengantarnya hingga depan pagar rumahku.
Aku mulai merasa ini perbuatan yang tidak seharusnya terjadi. Aku masih berstatus kekasih Rey, semua ini bisa disebut selingkuh dengan sahabatku sendiri. Jika aku di posisi Rey, sudah pasti aku tidak akan terima diperlakukan seperti ini. Namun, hati ini terasa sangat ingin lepas dari Rey karena sikapnya yang sangat di luar kendali. Aku semakin banyak pikiran memikirkan semua ini.
****
Malam tiba, jam menunjukkan pukul 22:00 WIB, Rey menggedor-gedor pintu rumahku di lantai 1, dia mengetahui bahwa semua jendela dan pintu rumah benar-benar terkunci rapat. Rey berteriak-teriak seperti orang gila meminta maaf kepadaku. Aku hanya menutupi telingaku dengan bantal. Walaupun nyatanya, aku masih bisa mendengar teriakan Rey yang berada di lantai 1 saat ini.
"Sayang, jangan giniin, aku! Nessie, aku mohon sama, kamu!" Teriaknya sambil menggedor-gedor pintu rumahku. "Nessie, please buka, Nessie!" Nadanya semakin tinggi dan ketukan pintunya juga semakin kencang dari sebelumnya.
Sepertinya dia mulai lelah dan merasa usahanya sia-sia. Sekitar setengah jam kemudian, suara mobil Rey menyala, dia mulai pergi dari rumahku dengan kecepatan tinggi. Nampaknya, dia mulai kesal diabaikan. Aku menghela napas panjang mendengar kepergian Rey, aku memandangi foto-foto Rey yang masih berada dalam kamarku, sejujurnya aku sangat merindukan sosok Rey yang dulu, dia begitu perhatian dan sayang dengan tulus kepadaku, bukan seperti sekarang. Mataku berkaca-kaca mengingat semua kenangan yang diabadikan pada foto ini. Hati kecilku masih berharap dia dapat berubah menjadi lebih baik.
"Tuhan, apakah dia masih bisa merubah sikapnya yang temperamental itu? Aku rindu merasakan kasih sayang yang tulus darinya," ujarku dalam hati sambil memandangi foto Rey yang terpajang di kamar.
***********************************************************************************************
Baru bisa update lagi huaaa!
Gimana kelanjutan ceritanya? semoga suka, walau kurang hot uuuuuu hahaha
Jangan lupa berikan vote dan komentar setelah membaca ya guys, biar semangat lanjutnya hehehe
SEE YOU !
WINGS OF ALEXANDRA
KAMU SEDANG MEMBACA
NESSIE (18+) [END]
RomantizmCERITA KHUSUS (18+) Banyak kata-kata Vulgar dan Kasar. #1 HubunganToxic (20.01.23) #1 AnakKuliah (20.09.23) Sipnosis: Hidup penuh kebebasan, siapa yang tidak menginginkannya? Layaknya manusia biasa, kesepian pasti datang menyelimuti kehidupan. Nessi...