NESSIE - BAB II

1.7K 17 0
                                    

Setelah selesainya matakuliah ini. aku tidak ada perkuliahan lagi. Aku menghubungi Rey untuk menjemputku, tetapi Rey tidak bisa menjemputku dengan alasan yang sangat sepele yaitu pergi dengan teman-temannya setelah matakuliah dia berakhir. Aku yang mengetahui ini hanya terdiam di balkon kampus, aku baru tersadar tidak membawa dompet karena terburu-buru pagi tadi. David melihatku dan langsung menghampiri saat keluar dari Gedung E tempat kelas kita berada tadi.

"Lah, tumben masih di sini lo, biasanya udah nempel-nempelan sama, mas pacar," ejeknya.

"Sialan lo, ah! Ngecengin gue mulu. Orang temennya lagi susah masih aja," ujarku dengan nada kesal.

"Iya maaf, emang kenapa sih, lo? Coba cerita," ujar David sambil duduk di sebelahku.

"Rey nggak bisa jemput dan gue baru lihat tas, ternyata gue nggak bawa dompet karena tadi bangun kesiangan, terburu-buru, dan lupa deh, bawa dompet. And the last ending, gue nggak bisa pulang karena nggak ada uang buat ongkosnya," dengan nada lemas aku menceritakannya kepada David.

"Ya ampun cuman, itu? Ayo, pulang! Kayak nggak punya gue aja," ia meraih tanganku.

Aku memberhentikan langkah, "Tapi Dev, gue takut ngerepotin lo dan kalau ada cewek yang suka sama lo, gimana? Nanti dia ogah deketin lo, gara-gara gue lagi," jelasku ragu.

Aku tidak pernah menatap matanya ketika sedang berbicara perempuan lain dihadapannya, ini adalah suatu perasaan yang aneh, aku merasa tidak rela jika David bersama perempuan lain selain aku. Aku selalu berpikir bahwa semua ini karena aku sering bersama David setiap saatnya, jadi aku takut David menjadi terbagi waktunya. Terlihat sangat egois sekali perasaanku jika dilihat, namun ini nyata aku rasakan.

"Gara-gara lo, nih? Udah, gue ikhlas banget kalo gara-gara lo. Udah, ayo pulang!" David menarik tanganku kembali, seakan-akan ia tidak peduli jika ada perempuan lain yang menyukai dirinya.

David selalu membawa motor yang selalu menemaninya sejak SMP. Motor tersebut merupakan hadiah dari mendiang Ayahnya dikala masih hidup sebagai kado ulang tahunnya.

"Pegangan sih, Nes! Nanti lo jatuh, terus lecet, terus luka-luka, nanti disangka cowok lo, gue habis nganiyaya lo!" Ujar David saat aku menaiki motornya.

"Iya, iya. Dasar bawel!" Ejekku.

Dalam perjalanan, ia membuka pembicaraan denganku. Seperti biasa, pertanyaannya hanya soal hubunganku dengan Rey.

"Nes, gimana hubungan lo sama, Rey? Masih aman? Apa udah ada tanda-tanda mau putus? Hahaha," gurau David.

"Sialan lo," aku menepuk perutnya yang sedang aku dekap. "Masih aman kok, kenapa memangnya?" Lanjutku.

"Ya nggak apa-apa, bagus kalau masih aman. Cuman gue mau bilang, apa pun keputusan yang lo ambil, itu lo harus tahu juga resiko terburuknya gimana, lo bisa terima atau nggak resiko tersebut, jangan gegabah saat ambil keputusan ya, Nes!" Jelasnya sambil melihat wajahku dari kaca spion motornya.

"Iya, David! Sumpah, wejangan lo kayak bapak-bapak, hahaha," gurauku dan akhirnya kami tertawa bersama setelah itu.

Sesampainya di rumahku, aku mengajak David masuk ke dalam untuk sekedar minum teh sambil berbincang di balkon rumah. Aku memintanya duduk di balkon sambil menungguku membuatkan teh untuknya. Saat aku kembali, ternyata David sudah tertidur pulas di sana. Aku menghampirinya untuk mengejutkannya.

"David," wajahku tepat berada di depan wajahnya.

David terbangun dan terkejut melihat wajahku yang berada tepat di hadapannya, "AAAAAA!" ia teriak begitu kencang.

"Hahaha," Aku puas sekali tertawa di hadapannya. "Kayak ngeliat hantu aja, lo!" Lanjutku menepuk bahunya.

"Ya ampun! Kalau gue jantungan terus koid, terus nanti siapa yang bakal nganter lo pulang, kalau pacar lo nggak jemput?" Ujarnya bertubi-tubi.

"Ah, lebay lo! Hahaha, kaget mah, kaget aja," ujarku duduk dan menaruh teh di balkon. "Jadi gimana? Jadi, mau punya cewek?" Lanjutku bergurau.

"Lo aja udah ribet, udah gue ngurusin lo aja," ujarnya.

"Yakin?" Tanyaku dengan senyum menggoda.

"Lo sendiri, gimana? Yakin, nggak bakal putus sama, Rey?" David memang sangat pintar memutar balikan pertanyaan.

"Ah, curang, malah nanya balik!" Jengkelku.

"Lo sendiri aja nggak yakin, sama diri sendiri, hhhh," ujarnya.

"Iya, iya, gue nggak yakin 100% sih, bakal sama Rey selamanya, tapi kalau nanti jodoh, ya nggak ada yang tahu kan, Dev," jelasku.

"Ya sama berarti, kalau ada yang pas, pasti gue gas, hahaha," guraunya dan kami tertawa bersama setelah itu.

Aku dan David berbincang-bincang sampai tidak ingat waktu di balkon taman rumahku. Terkadang aku dan David suka mengulas masa-masa di mana kita masih SMP atau pun SMA. Tidak tahu kenapa, setiap bersama David, aku tidak pernah merasa bosan, selalu ada bahasan untuk bertukar pikiran. Aku masih yakin, mungkin karena kami David selalu bersama sejak SMP.

Ketika sedang berbincang, David memegang pipi kiriku dan wajahnya dikit demi sedikit mulai mendekat ke arah wajahku. Dalam benakku saat ini, "Apakah David akan mencium, gue? Memangnya dia ada perasaan cinta sama, gue? Apakah David menganggap gue, lebih dari seorang sahabat?" Banyak pertanyaan yang datang.

David mencium tepat di bibirku, ia memejamkan matanya. Entah bagaimana, aku menikmati ciuman bersama sahabatku ini. Aku menggenggam kedua pipinya, aku mulai mendekat dengan tubuh David. Aku duduk di pangkuannya saat ini, tidak habis pikir aku bisa sangat menikmati ciuman ini sampai tidak bisa berpikir bahwa ini adalah sahabatku. David mendekap kuat pinggangku agar mendekat, ia meremas pinggang dan juga pantatku, aku tidak habis pikir bisa sangat bergairah seperti ini. David mulai menjalar ke leherku yang membuat aku merinding akan sentuhan bibirnya yang lembut. Aku meremas rambutnya, aku merintih memanggil namanya gemetar.

"Dev!!" Ujarku.

David langsung menyudahi ciuman ini. Nampaknya, ia tersadar bahwa ini bukan jalan yang seharusnya. Kami terengah bersama setelah itu.

Ia memundukan tubuhnya, "Gue minta maaf, Ness, gue nggak bermaksud untuk lancang, gue kayaknya harus pulang sekarang. Gue benar-benar minta maaf, Ness, I'm so sorry!" Ia berdiri mengambil tasnya dan berjalan pergi ke arah motornya berada.

Aku hanya berdiri mematung melihat David pergi dengan motor kesayangannya. Aku kembali duduk di balkon dengan napas yang masih terengah. Aku tidak menyangka akan bergairah saat berciuman dengannya. Aku meraba bibirku, aku masih teringat rasa dari bibir David. Aku tersenyum sambil mengigit bibirku.

"Apakah aku, mencintainya?" Tanyaku dalam hati.

***********************************************************************************************

Akhirnya!! aku update lagi gais muehehhee

Gimana cerita kali ini? Duh, gak nyangka bgt gak sih, sama David?

Tunggu kelanjutan cerita Nessie ya,

Janji deh, habis ini lebih mantep


See you, bestie!

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang