NESSIE - BAB XXII

259 4 0
                                    

Kami memasuki kelas bersama, David tidak henti merangkulku. Tatapanku langsung tertuju dengan Tiffany yang berada di bangku belakang memberikan senyuman manisnya. Aku menjadi merasa canggung ketika sudah mengetahui semuanya. "Bagaimana bisa, dia tetap bersikap manis seperti, ini? Hatinya benar-benar baik," ujarku dalam hati.

"Kenapa, Ness? Kok lo bengong, gitu?" Tanya Tiffany.

"Hah? Oh, nggak apa-apa kok, tiba-tiba ada yang dipikirin aja tadi," aku tersenyum ragu.

"Oh, gue kira kenapa," ujarnya.

Dosen memasuki kelas dan perbincangan kita terhenti sampai di sini.

****

Mata kuliah sudah berakhir, aku masih menunggu di taman kampus karena David ingin mengurus pemberkasan untuk cuti di minggu depan. Banyak kenangan yang terletak di taman ini, menumpahkan keluh kesah, dan tempat janjianku bersama David setiap harinya. Kalau dipikirkan kembali, aku berhutang hidupku kepada David. Dia banyak memberikan pembelajaran dan juga waktu untukku.

"Ness, sendirian aja," suara dari samping kiriku.

"Eh, Fan, gue kira siapa," ujarku.

"Lagi nungguin David, ya? Boleh gue temenin, di sini?" Tanyanya dengan senyum semeringah.

"Ya ampun, Fan, pakai minta izin segala mau nemenin aja," aku menepuk pundaknya yang sudah duduk di sampingku.

"Gimana kehidupan lo, sekarang?" Tanyanya.

"Alhamdulilah, membaik. Lo sendiri, gimana?" Tanyaku.

"Gue, gimana? Ya gitu-gitu aja hidup gue," jelasnya dengan tawa ragu.

"Hmm, boleh ngomong sesuatu nggak, Fan?" Tanyaku ragu.

"Ya boleh dong, ngomong aja," ujarnya.

"Gue yang nemuin surat lo, di kamar mandi," ujarku langsung pada inti pembicaraan, raut wajahnya langsung datar terlihat sangat bingung saat ini. "Gue minta maaf ambil kebahagiaan lo, gue nggak tahu sama sekali, gue benar-benar minta maaf," lanjutku.

Dia tersenyum ragu dan menggengam pergelangan tanganku, "David, masa lalu gue kok, Ness, tapi David sudah jadi masa depan lo, mau sampai kapan pun, gue tahu kalau David, akan menjadi masa depan lo. Gue yang minta maaf udah kelepasan nulis surat itu, gue nggak ada maksud jelek sedikit pun kok, Ness," Jelasnya lembut.

Aku langsung memeluknya, "Maafin gue, Fan, gue merasa bersalah dan berhutang banyak sama, lo!" Jelasku di dalam dekapan ini.

"Santai, Ness, gue benar-benar nggak apa-apa kok," dia mengelus-elus punggungku.

Aku melepas dekapan ini dan menghapus air mata yang mengalir dengan sendirinya.

"Eh, Fan, ada di sini, ternyata," David yang baru saja tiba.

"Iya, Vid, kasihan Nessie tadi sendirian di sini," jelas Tiffany.

"Mau pulang, sekarang?" David menatapku.

Aku mengangguk dan memberikan senyuman kepadanya, "Iya, Dev," jawabku singkat. "Gue pulang duluan ya, Fan, sampai ketemu lagi!" Lanjutku.

Tiffany melambaikan tangannya, "Bye! Hati-hati di jalan ya," ujarnya.

"Duluan, Fan," ujar David setelah itu.

Kami berjalan menuju parkiran motor yang berada di belakang gedung kampus. David tidak henti merangkulku sepanjang perjalanan. Aku bisa melihat David sangat mencintaiku, namun tatapan mata Tiffany masih menyimpan cinta di dalamnya. Aku tidak bisa berhenti mengkhawatirkan semua ini, aku sangat takut kehilangan David, dan rasa bersalahku terhadap Tiffany semakin menjadi-jadi setiap saatnya.

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang