Hari Minggu telah tiba
Hari ini adalah waktu bertemu dengan Mba Dinda untuk mengurus serah terima rumah. Hari ini aku ditemani oleh David, aku sangat yakin Rey akan ikut kembali dengan Mba Dinda. Pukul 07:00 WIB, kami sudah berada di rumahku. David membantuku membereskan rumah. Aku hanya bisa membantu memilah barang mana yang masih terpakai. Aku harus memikirkan kandunganku agar tidak terlalu lelah, sudah dua kali saja dalam bulan ini aku masuk rumah sakit. Aku harus mengelola segalanya sekarang. Aku tidak ingin menyesal pada akhirnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 11:00 WIB, waktu tidak terasa sama sekali karena sangat sibuk membereskan segalanya. Mba Dinda sudah mengabari bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju ke sini.
"Sayang, kamu mau mandi duluan atau gimana?" Teriak David dari arah Dapur.
"Hmm, aku duluan deh, sudah gerah sekali dari tadi," sahutku. Aku beranjak untuk membersihkan diri setelah itu.
Mandiku hanya memakan waktu 15 menit saja. Setelah selesai, David langsung bergantian untuk membersihkan diri. Aku sangat yakin dia merasakan hal yang sama bahwa hari ini sangatlah panas. Saat berpakaian, Mba Dinda sudah menelepon bahwa dia sudah berada di depan rumah. Aku bergegas mempercepat berpakaian dan menemuinya di lantai 1. Aku berjalan perlahan menuruni tangga. Sesampainya di lantai 1, aku bergegas kembali untuk membukakan pintu rumah dan pagar untuk Mba Dinda. Dugaanku tidak meleset, Rey ikut kembali bersama Mba Dinda hari ini.
"Halo, Mba Nessie, maaf ya, baru datang," Mba Dinda menyalamiku.
"Iya, nggak apa-apa, silakan masuk," ujarku. Mba Dinda berjalan lebih dulu ketimbang Rey. Dia menyusul langkah Mba Dinda dari belakang. Rey menghentikan langkahnya di hadapanku.
"Aku nggak disuruh masuk?" Tanyanya dengan senyum menggoda.
Aku hanya mengisyaratkan dengan tangan kananku memberikan dia jalan untuk masuk ke dalam tanpa menatapnya sama sekali. Dia mencubit daguku, aku langsung menampihnya dengan segera. Dia melanjutkan langkahnya dengan tatapan penuh makna menatapku. Aku menutup pintu pagar dan berjalan masuk setelah itu.
Aku mempersilakan mereka untuk duduk lebih dulu di ruang tamu dan aku mengambil berkas-berkas yang harus diserahkan hari ini. Aku berjalan ke kamar yang berada di lantai 1 karena semua berkas berada di sana. Setelah mengambilnya, aku bergegas kembali ke ruang tamu agar pertemuan ini cepat selesai.
"Sayang, bisa tolong ambilin bajuku, ketinggalan di kamar bawah tadi," teriak David dari kamar mandi.
Tatapanku langsung berpusat pada wajah Rey yang terlihat tidak menyukai situasi ini. Aku menoleh ke arah kamar mandi yang berada dekat dengan Dapur, "Iya, aku ambilin sebentar," teriakku kembali. "Sebentar ya, Mba, aku tinggal sebentar," aku menoleh ke arah Mba Dinda.
"Iya, silakan," sahut Mba Dinda dengan senyum hangat.
Aku berjalan mengambil baju yang dimaksud oleh David dan berjalan ke kamar mandi untuk memberikannya kepada David. "Dev, ini bajunya," aku mengetuk pintu kamar mandi.
"Iya, Sayang," sahut David dari dalam kamar mandi. Dia menjulurkan tangannya dan aku memberikan baju yang diminta. "Terima kasih," ucap David menggoda dan kembali menutup pintu kamar mandi setelah itu. Aku hanya bisa tersipu malu melihat tingkahnya yang penuh manja.
Aku berjalan kembali menuju ruang tamu. Rey terlihat sangat jengkel, sepertinya karena melihatku bersama David di sini. Aku seperti tidak tahu harus berbuat apa lagi, nampaknya diam adalah jalan terbaik.
David keluar dari kamar mandi dengan memakai kaos berwarna hitam polos dan celana panjang cino. Dia menghampiri kami yang sedang memeriksa berkas di ruang tamu. Aku berdiri untuk memperkenalkan David kepada Mba Dinda.
"Eee, ini suami saya, David," ujarku.
Mba Dinda langsung berdiri dan menyalami David, "Halo, Dinda. Baru sempat bertemu ya, kita hari ini," Mba Dinda melepaskan jabatan tangannya.
"Oh iya, kalau hari biasa saya kerja, jadi nggak bisa menemani isteri saya, makanya hari ini bisa menemani," jelas David dengan senyum semeringah.
Mba Dinda duduk di kursinya kembali dan David memilih duduk di sampingku.
"Ohh, seperti itu, kerja jadi apa, Mas?" Tanya Mba Dinda.
"Supervisor project di salah satu perusahaan Jakarta, Mba," jelas David yang tidak lepas memberikan senyumannya.
"Wow, nice job!" Sahut Mba Dinda menganggukkan kepala.
"Terima kasih," sahut David.
Aku melingkarkan tanganku di pergelangan tangan David. Aku sangat terintimidasi dengan tatapan Rey yang tidak pernah lepas menatapku sejak tadi. David menoleh ke arahku karena lingkaran tanganku. Aku menoleh dan dia memberikan senyumannya. Aku tidak ragu untuk membalas senyumannya kepadaku.
"Saya rasa berkas sudah lengkap semua, untuk pembayaran ada di cek ini, sudah bisa di ambil mulai hari ini ya, Mba Nessie, Mas David," Mba Dinda memberikan cek untuk kami. David menerima pemberian Mba Dinda dengan senyuman hangatnya.
Mba Dinda menepuk pundak Rey yang sedang memperhatikan kami dengan raut wajah jengkel, "Kamu kenapa jadi pendiam hari ini?" Tanya Mba Dinda.
Rey menoleh cepat, "Hah? Nggak apa-apa kok, kita pulang sekarang?" Tanya Rey yang mencoba tersenyum di atas penderitaannya.
"Ayuk, udah lapar juga. Berkas sudah semua ya, Mba Nessie?" Tanya Mba Dinda.
"Iya, sudah," aku tersenyum ragu.
"Baik, kami pulang ya, terima kasih atas waktu yang singkat ini ya, Mba, Mas," Mba Dinda memberikan senyuman semeringah kepada kami.
Kami membalasnya dan berjalan bersama untuk keluar rumah mengantar mereka pulang. Mba Dinda jalan mendahului kami, sementara Rey berada di belakang kami. David tidak henti menggenggam tanganku erat, aku sangat tahu bahwa Rey memperhatikan kami sejak tadi. Rey tiba-tiba mendahului langkah kami dengan langkah cepat sambil menggerutu.
"Gue nggak bisa melepas lo, Nessie!" Jengkelnya berjalan keluar dari rumah ini.
Mendengar ucapannya membuat aku tersentak. Aku menggenggam erat pergelangan tangan David. Benar dugaanku, dia masih dalam ambisinya untuk memilikiku. Aku rasa dia tidak hanya kehilang jati diri, tetapi dia juga kehilangan akal sehat untuk berpikir jernih mana yang baik atau buruk di kehidupannya. Rey terdengar langsung menancap gas dengan kecepatan tinggi, aku menjadi takut terjadi yang tidak diinginkan oleh Mba Dinda di perjalanan. David memelukku karena merasakan ketakutanku saat ini.
"It's okay, Ness, udah berlalu ya," dia mencium keningku di dalam dekapannya.
"I'm okay, thank you, Dev!" Ujarku mempererat dekapan.
***********************************************************************************************
Kalian semakin takut sama Rey nggak sih? Serem banget punya mantan kayak Rey, ya? Semoga kalian yang membaca kisah Nessie tidak bernasib sama dengan Nessie ya, Bestie!
Ayo, di follow dulu aku, agar dapat notifikasi ketika sudah update cerita Nessie-nya xixixi
Jangan lupa untuk vote dan berikan komentar setelah membaca ya, karena support kalian sangat berharga, Bestie! <3
See you di kelanjutan ceritanya ya. Thank you so much!
Warm Regards,
WINGS OF ALEXANDRA
KAMU SEDANG MEMBACA
NESSIE (18+) [END]
RomanceCERITA KHUSUS (18+) Banyak kata-kata Vulgar dan Kasar. #1 HubunganToxic (20.01.23) #1 AnakKuliah (20.09.23) Sipnosis: Hidup penuh kebebasan, siapa yang tidak menginginkannya? Layaknya manusia biasa, kesepian pasti datang menyelimuti kehidupan. Nessi...