Hari ini sudah hari ketiga, aku mengikuti saran David untuk mengunci semua pintu dan jendela setiap malamnya. Bahkan ketika pagi pun, aku juga mewaspadai kedatangan Rey. Beberapa kali, Rey mencoba memasuki rumahku, tetapi tidak membuahkan hasil. Ternyata aku bisa melepaskan Rey, sedikit demi sedikit. Dengan sikapnya seperti itu, aku semakin tidak mengenalinya lagi.
Matahari sudah muncul menerangi bumi. Aku berangkat ke kampus pada siang hari karena ada mata kuliah pada jam tersebut. Temanku Tiffany sedang berada di kampus pagi hari tadi mengurus administrasi sebelum mata kuliah berlangsung nanti, dia mengirimkanku foto, Rey yang berada di kampusku. Jujur saja, aku tidak peduli dengannya, mungkin karena sikapnya padaku, rasa cintaku mulai berkurang untuknya.
"Thank you, infonya, Fan. Kalau lihat dia lagi, infoin gue lagi ya," aku menyempatkan diri untuk membalas pesan dari Tiffany. "Gila kali sih, Rey! Hilang akal!" Jengkelku yang masih duduk di atas kasur kamarku.
Aku memutuskan untuk pergi ke kampus dengan Taxi kembali. Kali ini perasaanku begitu tenang tanpa kehadiran Rey yang masih bersikap brutal seperti itu. Sesampainya di kampus, seperti biasa aku selalu menuju taman kampus untuk menemui David agar bersama pergi ke kelas.
"Halo, joms!" Aku melontarkan senyuman kepadanya.
"Nah, gini dong, baru teman gue nih," senyum lepas diberikan David kepadaku.
"Dah, ayo, ke kelas, diomelin Pak Danny nanti kalau telat masuk, nggak bisa absen nanti kita," ajakku.
"Iya, ayo," David melontarkan senyumannya kembali padaku.
Aku melihat senyumannya begitu berbeda kali ini, senyum yang dia berikan begitu hangat. Sekarang aku merasa nyaman dengan David, dibandingkan saat bersama Rey. David bagaikan malaikat penolong di kehidupanku.
Saat sudah sampai di depan kelas, Tiffany menghentikan langkahku untuk masuk, "Ngapain tadi cowok lo, ke sini? Emang dia nggak tahu jam-jam mata kuliah, lo? Yah, payah!" Ujar Tiffany mengucilkan Rey.
David sesekali melirik ke arahku, sepertinya dia terkejut mendengar berita bahwa Rey ke kampus kami.
Aku tertawa ragu saat membalas penjelasan Tiffany, "Biarin aja, orang gila nggak perlu ditanggapi serius, Fan," jelasku.
"Kenapa, lo? Lagi berantem lo ya, ngaku lo!" Ejek Tifany.
"Biasalah anak muda," aku menepuk pundaknya didampingi tawa.
"Selamat siang," suara dari belakangku.
Aku menoleh, ternyata Pak Danny sudah berada di belakang, kami langsung bergegas untuk menempati tempat duduk yang masih kosong. Seperti biasa, David selalu duduk di sampingku. David memelankan suaranya untuk bertanya kepadaku, sangat mudah tertebak dari raut wajahnya bahwa dia ingin menanyakan perihal, Rey yang datang ke kampus tadi.
"Ngapain, Rey, ke sini?" Tanya David penasaran.
Aku menjawab dengan memelankan suara juga karena takut Pak Danny menegur kami yang asyik berbincang di barisan belakang, "Gue juga nggak tahu, Dev. Tiffany tadi tiba-tiba ngirim foto ke gue lewat whatsapp, gue juga nggak habis pikir dia bisa senekat itu!" Jelasku.
David menghela napas, "Sinting!" Dia membuka buku catatan setelah itu. Aku hanya menanggapi dengan tawa kecil ucapannya.
****
Jam mata kuliah telah berakhir. David meminta mengantarku pulang. Aku menerima ajakkannya dengan senang hati. Kehadiran David, membuatku merasa tidak sendiri lagi menjalani semua ini.
"Pegangan, Ness! Nanti jatuh gimana?" Ujarnya.
"Iya, iya. Bilang aja lo modus, mau dipeluk sama gue ya, kan?" Ejekku.
"Bukan, kan lo menuju jomlo nih, jadi kudu banget diperhatiin, soalnya jomlo haus perhatian biasanya," guraunya dengan tawa.
"Berarti selama ini, lo haus perhatian dong?" Aku tertawa lepas.
"Sialan, lo! Kena juga gue, dicengin," dia mulai menjalankan motornya setelah itu.
Sesampainya di rumah, David langsung berpamitan untuk pulang. Aku menawarkan untuk bertamu terlebih dahulu, tetapi dia menolaknya halus.
"Nggak mampir dulu?" Tanyaku sambil membuka helm dan memberikan kepadanya.
"Nggak ah, nanti khilaf lagi," guraunya dengan tawa.
"Bisa-bisanya berpikir bakal khilaf," ujarku dengan tawa.
"Ya sudah, gue pulang ya, nanti kalau ada apa-apa telepon gue ya," dia mengacak-acak rambutku.
"Iya, iya, jangan diberantakin juga kali rambut gue," aku merapihkan rambutku.
"Bye, Ness!" Dia menutup kaca helm dan beranjak pergi dari rumahku setelah itu.
Aku memasuki rumah dan kembali mengunci pintu rapat-rapat. Sepertinya, ini akan menjadi rutinitas baruku setelah pergi dari mana pun. Aku ingin membersihkan diri terlebih dahulu sebelum beristirahat. Aku sangat terkejut melihat cermin yang ada di kamar mandiku, terdapat tulisan yang ditulis menggunakan lipstick merahku.
"Miss me?" Tulisan yang tertera di kacaku.
Aku langsung keluar kamar dan mencari handphone untuk menelepon David. Berulang kali aku meneleponnya, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku semakin frustasi dibuat Rey, jantungku berdegub sangat kencang saat ini.
"Lagi nelepon siapa, Sayang?" Rey masuk ke dalam kamar yang pintunya tidak tertutup sejak tadi.
"Kamu kok bisa, di sini?" Tanyaku gemetar.
"Bukan itu yang musti dipertanyakan. Kenapa kamu menjauhi aku, Sayang?" Dia berjalan mendekatiku.
Aku mundur perlahan, aku tidak menjawab sama sekali pertanyaannya. Aku sudah berada di ujung kamar, aku mengepal tangan, sepertinya aku siap memukulnya jika dia berperilaku yang tidak aku inginkan. Rey tiba-tiba memelukku, "Maafin aku, Nessie. Aku cinta sama kamu, jangan pergi!" Ujarnya di dalam dekapan.
Aku meneteskan air mata dan melepas kepalan tanganku perlahan. Aku tidak menyangka, dia akan berkata seperti ini. Aku membalas dekapannya dengan air mata yang masih mengalir.
"Please, pergi, Rey! Aku mohon," ujarku di dalam dekapannya.
Dia melepaskan dekapannya, "Kenapa kamu masih membohongi diri sendiri bahwa kamu masih mencintaiku, Nessie?" Tanyanya. "Kamu membalas dekapanku, kamu rindu sama aku kan, Ness?" Lanjutnya. Dia langsung mencium bibirku lembut. Aku mematung tidak berkutik sama sekali.
"Bagaimana bisa aku terbuai lagi dengan rayuannya? Tubuh ini tidak dapat merespon penolakan yang otakku berikan!" Aku bertanya-tanya dalam hati.
Dia menggendongku sambil menatapku penuh cinta. Dia membawaku ke atas kasur dan duduk di atas pangkuannya. Dia kembali mencium bibirku dengan lembut. Dia terlihat berniat untuk membuka bajuku, namun aku menahannya. Aku memejamkan mata dan meneteskan air mata.
"Please, Rey. Aku butuh waktu untuk sendiri," ujarku.
Dia mengecup bibirku, "Aku akan kasih kamu waktu. Tapi ingat, Nessie. Aku nggak akan berhenti sampai di sini," ujarnya.
Aku menghindar dari pangkuannya, berdiri di sudut kamar, dan menunjukkannya jalan keluar dari kamarku, "Just go!" Ucapku yang masih terpejam dan meneteskan air mata.
Dia berjalan meninggalkan rumah ini setelah itu. Dia datang seperti hantu, pergi pun juga tidak terdengar. Aku rasa dia menyembunyikan kendaraannya jauh dari rumahku, agar aku tidak tersadar bahwa dia berada di sini. Aku juga masih mempertanyakan bagaimana dia bisa masuk ke dalam rumah ini, aku yakin pasti ada pintu yang dia rusak agar dapat masuk ke dalam rumah ini.
***********************************************************************************************
Akhirnya lanjut nih wak ceritanya xoxo :p gimana kelanjutannya? Kureeenngggg hooott pasti? :D Ya sudah, kalau rame digas minggu ini juga kelanjutan yang lebih hooootttt nya mweehehehhe.
KAMU SEDANG MEMBACA
NESSIE (18+) [END]
RomanceCERITA KHUSUS (18+) Banyak kata-kata Vulgar dan Kasar. #1 HubunganToxic (20.01.23) #1 AnakKuliah (20.09.23) Sipnosis: Hidup penuh kebebasan, siapa yang tidak menginginkannya? Layaknya manusia biasa, kesepian pasti datang menyelimuti kehidupan. Nessi...