Di Restoran
Pikiranku seperti benang kusut, aku memandang makanan dengan tatapan kosong. Aku hanya memutar sendok di mangkuk yang berisi sayuran. David menegurku, aku sampai tersentak karena terkejut mendengar panggilannya.
"Hah? Iya, kenapa, Dev?" tanyaku.
"Kenapa makanannya cuman diaduk-aduk aja dari tadi? Nggak enak, ya?" tanyanya, lalu menyantap makanan.
"Hemm, enak kok." Aku seperti tidak berada di sini, pikiran terlalu ramai untuk dipilah.
"Dimakan, Ness, nanti kalau dingin nggak enak, lho."
Aku langsung menyuap makanan. "Ini aku makan kok," ujarku ragu. Aku tidak sengaja meneteskan air mata di hadapannya saat menyantap makanan ini.
"Lho, kok nangis, Ness? Maaf ya, aku salah ngomong, ya?" Dia langsung duduk di sampingku.
Aku langsung memeluknya erat. "Nggak tahu, aku merasa sedih aja tiba-tiba, I love you, Dev," ujarku dalam dekapan. Tubuhku gemetar, aku menangis tersedu-sedu di dalam dekapannya.
Dadaku sedikit terasa nyeri, aku yakin karena terlalu tress memikirkan semua ini. Aku melepaskan dekapan dan mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul ini. Aku menghapus air mata dan meminta David untuk membungkus semua makanan. Aku meminta pulang dan beristirahat di rumah.
Di perjalanan pulang.
Aku harus meyakini diri bahwa aku akan baik-baik saja sampai kapan pun. Aku harus berjanji kepada diri ini agar tetap hidup demi kepentingan keluarga kecilku. Aku tidak mau berlarut dalam kesedihan. Aku ingin bangkit, walaupun aku sudah tahu jalan mana yang Tuhan berikan kepadaku.
"Dev, boleh aku tidur?" tanyaku, menatapnya penuh makna.
Dia mengelus kepalaku. "Ya boleh dong, tidur aja, Ness, kalau lelah," ujarnya dengan senyuman hangat. Sepertinya lebih baik aku tertidur agar dia tidak dapat menerka apa yang sedang aku rasakan.
****
Sesampainya di rumah, David membangunkanku lembut. Aku membuka mata perlahan dan melihat sekitar. "Udah sampai rumah, Ness, lanjut istirahat di kamar aja ya." Aku mengangguk dan mencoba tersenyum kepadanya.
Sesampainya di kamar, aku terasa sangat lapar, tetapi tubuh terasa sangat lelah untuk beranjak dari kasur. Aku meminta David untuk membawakanku makanan yang tadi. Aku ingin menyantapnya di kamar saja.
"Mau aku suapin nggak, Sayang?" tanyanya, mengelus berkala kakiku.
"Boleh, Dev, makasih ya," jawabku dengan senyum lemas.
"Dengan senang hati. Apa yang kamu rasa sekarang, Ness? Lagi berasa sakit di mana?" tanyanya lembut.
Sepertinya dia menerka apa yang sedang aku rasakan saat ini. "Nggak tahu, Dev, berasa lelah banget saja." Aku tidak berani menatapnya. Aku sudah yakin akan menangis kembali jika menatapnya begitu dalam.
"Ya sudah, habis makan dilanjut aja tidurnya, Ness," ujarnya, lalu menyuapiku makan.
"Nggak mau." Aku terdiam sejenak memerhatikan wajah David penuh makna. "Dev, boleh meluk kamu, nggak?" tanyaku ragu.
Dia tersenyum lepas mendengar pertayaanku. Dia menaruh makanan di meja yang berada di sampingku. Dia menaiki kasur untuk duduk di sampingku dan mendekapku setelah itu.
"Terima kasih ya, Dev," ujarku dalam dekapannya.
"Terima kasih untuk apa, Sayang?" tanyanya sambil menciumi keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
NESSIE (18+) [END]
RomanceCERITA KHUSUS (18+) Banyak kata-kata Vulgar dan Kasar. #1 HubunganToxic (20.01.23) #1 AnakKuliah (20.09.23) Sipnosis: Hidup penuh kebebasan, siapa yang tidak menginginkannya? Layaknya manusia biasa, kesepian pasti datang menyelimuti kehidupan. Nessi...