NESSIE - BAB XXVIII

163 4 0
                                    

Rumah David tidak jauh dari rumahku, jadi aku memilih untuk berjalan saja hingga sampai di sana. Perjalanan memakan waktu 20 menit, karena aku berjalan sangat pelan, aku sangat takut mengganggu kesehatan kandunganku. Sesampainya di rumah, aku melihat ibu sedang beberes memasuki baju ke dalam tas.

Aku menghampirinya yang berada di kamar, "Lho! Ibu mau ke mana, Bu?" Tanyaku heran.

"Neneknya David sakit di kampung, jadi Ibu harus ke Surabaya untuk menjenguk sekaligus bantu merawatnya sampai sehat," jelas Ibu.

"David, sudah tahu, Bu?" Tanyaku.

"Sudah, dia sedang jalan pulang untuk mengantar Ibu ke stasiun," jelas Ibu.

Aku tersentak mendengar penjelasan Ibu. Pada akhirnya, David mengetahui juga aku tidak mengikuti kuliah hari ini. Aku membantu Ibu memasukan pakaian yang dia ingin bawa pulang ke kampung.

Sesampainya David di rumah, pertanyaan yang sudah aku duga sejak awal akhirnya keluar juga. "Lho! Kamu kenapa di sini, Ness? Bukannya kuliah hari ini?" Tanya David heran.

"Eee, aku kurang enak badan, jadi pulang, Dev," ujarku ragu.

"Ohh, ya sudah sini, aku yang lanjut bantu ibu, kamu istirahat saja sana," ujarnya.

"Nggak usah, ini sudah kelar kok, kamu siap-siap bawain tas ibu aja ke motor," balasku.

"Iya, kamu istirahat ya, aku antar ibu dulu," Dia mengangkat tas yang akan dibawa oleh ibu ke motor.

Aku berjalan ke kamar untuk beristirahat dan menenangkan pikiran sejenak. Jantungku tidak berhenti berdegub sangat kencang karena cemas memikirkan ancaman Rey. Aku tidak tahu harus mengatakannya kepada David atau harus aku simpan sendiri masalah ini. Rey benar-benar membebaniku dari setiap sisi kehidupan.

Hari pertama aku kembali kuliah setelah ancaman Rey kepadaku kemarin. Aku masih mencemaskan ancamannya, walaupun hanya sekitar 70% saja aku mempercayai perkataan yang dia lontarkan.

Sampai saat ini, aku belum menceritakan semua yang terjadi kepada David. Aku sama sekali tidak tahu tujuan hidupku harus ke mana dan bagaimana. Dalam otakku seperti benang yang sangat kusut, sehingga menemukan jalan lurus saja sangat sulit.

Aku berjalan perlahan melewati koridor kampus. Aku hanya bisa meremas tas yang dibawa sambil melihat sekeliling. Semakin lama seperti ini, aku bisa gila dibuat Rey. Aku memasuki kelas, pandangan teman-temanku biasa saja seperti tidak ada apa-apa. Sepertinya, Rey belum melaksanakan ancamannya kepadaku.

Aku menghampiri Tiffany dan duduk di kursi sebelahnya. Dia menerka wajahku yang sangat cemas sejak pertama kali memasuki kelas.

"Kenapa lo, Ness?" Tanya Tiffany.

"Hah?" Aku terkejut dengan pertanyaannya. "Ahh, nggak apa-apa, memangnya gue, kenapa?" Tanyaku ragu.

"Kayak kelihatan cemas aja daritadi," ujarnya sambil membuka binder.

"Ohh, gue nggak apa-apa kok," aku mencoba melontarkan senyuman ragu kepadanya.

****

Mata kuliah sudah selesai, aku sama sekali tidak bisa konsentrasi dalam belajar. Aku masih berdiam diri di dalam kelas ketika semua teman-teman sekelasku berhamburan keluar. Tiffany menanyakan keadaanku kembali, tetapi aku tidak bisa jujur dengannya kali ini. Aku takut masalah ini akan menjadi lebih panjang. Ini hanya kecemasanku saja, belum tentu hal itu terjadi. Tiffany berjalan keluar meninggalkanku, aku hanya bisa mengatur napas untuk berjalan keluar menyusulnya.

"Bagaimana jika foto itu tersebar dan sampai ke telinga, ayahku? Bagaimana jika foto itu tersebar hingga ke telinga, ibu? Apa yang akan dikatakan mereka? Apa yang akan dikatakan teman-temanku di kampus? Aku tidak bisa membayangkan hal itu kalau benar-benar terjadi!" Pertanyaan yang selalu lewat di dalam pikiranku sejak tadi.

Aku sejenak duduk di kursi yang berada di taman kampus. Tiffany dan Kinan menghampiriku dan mereka duduk menghampitku.

"Mau ikut kita hangout nggak, Ness?" Tanya Kinan.

"Hangout, ke mana?" Tanyaku dengan raut wajah bingung.

"Mall sepertinya, udah lama nih, kita nggak kumpul bertiga," ujar Kinan.

"Duh, gimana, ya?" Tanyaku ragu.

"Udah, ayuk sih, Ness!" Bujuk Tiffany.

"Ya sudah boleh, tapi jangan lama-lama ya, gue udah nggak bisa terlalu lelah," jelasku ragu.

"Siap, Bumil!" Semangat Tiffany.

Kami pergi menggunakan mobil Tiffany. Aku duduk di kursi depan bersama Tiffany yang sedang mengendarai, sementara Kinan duduk di kursi belakang. Tiffany tiba-tiba memainkan lagu kesukaan kami yaitu lagu dari Rock Mafia yang berjudul The Big Bang. Seketika mood langsung naik saat mereka menyanyikannya bersama dan aku bisa melepas sedikit beban bersama mereka saat ini. Tiffany adalah penggemar berat Miley Cyrus, kami tahu lagu ini karena dia. Lagu ini merupakan soundtrack film LOL yang dimainkan oleh Miley Cyrus.

"Eh, kita mau makan, apa? Lapar nggak sih, kalian?" Tanya Kinan yang menaruh dagunya di kursiku.

"Makan udon mau, nggak? Lagi pengen yang mie-mie gitu deh," ujar Tiffanny semangat.

"Udon? Ahh, mau!" Ujarku semangat.

"Okay, gas ke udon!" Balas Tiffany semangat.

Sesampainya di restoran yang kami tuju, baru saja turun dari mobil, aku langsung memundurkan langkah. Aku melihat Rey bersama teman-teman kampusnya juga baru saja tiba di parkiran. Betapa sialnya aku, Rey melihat keberadaanku bersama teman-temanku di sini. Dia langsung menghampiriku dengan senyuman penuh makna. Tubuhku gemetar dengan sendirinya.

"Halo, beautifull!" Dia mencubit daguku. Aku langsung menampihnya dan mengajak teman-temanku untuk pergi dari sini. "Kamu nggak akan bisa ke mana pun, jodoh pasti akan bertemu, Nessie!" Teriaknya sebelum kembali berjalan ke teman-temannya yang sedang menunggu di depan restoran ini.

Di dalam mobil, aku hanya bisa menutup telinga dengan kedua tanganku. "Pergi, pergi!" Ujarku pelan berulang kali sambil menutup mata. Tiffany langsung menancap gas untuk segera pergi dari tempat ini.

Tidak lama setelah pergi dari restoran itu, Tiffany menghentikan mobilnya di tepi jalan, dan memastikan keadaanku saat ini. "Lo nggak apa-apa, Ness?" Tanya Tiffany cemas.

Aku menganggukkan kepala dan mencoba mengatur napas kembali. Aku menyematkan rambutku ke belakang daun telinga dan menghapus air mata yang mengalir dengan sendirinya.

"Maaf ya, suasana jadi berubah karena gue," aku menggenggam tangan mereka.

"Tangan lo, dingin banget, Ness, lo yakin nggak apa-apa?" Tanya Kinan cemas.

"Sure, I'm okay," ujarku.

"Gue antar pulang saja ya, Ness," ujar Tiffany.

Aku mengangguk pelan untuk menjawab pernyataan Tiffany. Dia langsung menancap gas untuk bergegas mengantarku pulang ke rumah.

***********************************************************************************************

Gimana? Semakin seru, bukan? Rey semakin obses dengan Nessie!

Follow aku dulu yuk, agar kalian dapat notifikasi untuk update cerita baru xixixi. Jangan lupa untuk vote dan berikan komentar setelah membaca ya, Bestie! Support kalian sangat berharga buat aku dan kelanjutan cerita Nessie xoxoxo..

Tunggu kelanjutan cerita Nessie, semoga sesuai prediksi BMKG ya HAHAHAH

See you and thank you!


Warm Regards,

WINGS OF ALEXANDRA

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang