Aku kembali terbangun dengan tangan yang masih terikat. Aku hanya terdiam dengan tatapan kosong. Menangis pun, aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata. Dadaku terasa sangat sakit karena tekanan yang aku dapat sangat dahsyat. Aku masih bisa merasakan tanganku gemetar hebat di ikatan ini. Kepalaku seperti terikat dengan tali yang sangat kuat. David merapihkan rambutku dan mengusap kepalaku secara berkala sejak tadi.
"Dev," panggilku pelan.
"Iya, Sayang, kenapa?" Tanyanya menahan isak tangis.
"Kenapa Nessie diikat?" Suaraku sangat minim karena habis akibat selalu berteriak sejak tadi.
"Kamu tadi nggak berhenti nyakitin diri sendiri," jelas David yang meneteskan air mata menatapku iba.
"Orang lain aja boleh nyakitin aku, masa aku sendiri nggak boleh? Aku lelah!" Jelasku terbatah-batah.
"Ssshhh, nggak boleh ngomong gitu ah, nggak baik. Nggak ada yang mau nyakitin kamu kok, Ness," dia mengelus pipiku berkala.
"Tapi aku udah sakit," aku terdiam sejenak, "Kalau Nessie pergi, David nggak apa-apa?" Aku meneteskan air mata menatapnya.
David menunduk dan melepaskan ikatan baju yang mengikat tubuhku. Dia menangis saat membuka ikatanku. Dia melepaskan baju ini perlahan. Dia menghapus air mata dan mengecup keningku. Dia membisikiku, "Ke mana pun kamu pergi, aku ikut," dia kembali mencium keningku setelah itu.
Air mataku mengalir deras mendengar perkataannya. Dia senantiasa menghapus air mataku yang mengalir. "Jangan pernah mikir kamu sendiri ya, aku di sini, dan akan selalu sama kamu," ujarnya. Aku tidak bisa berkata-kata apa pun. Pikiranku sangat kalut, aku tidak dapat memilah apa yang harusnya aku tanggapi.
Aku di pindah ke ruang rawat. Aku hanya terdiam di atas ranjang dengan tatapan kosong. Aku melihat hari sudah malam, tidak banyak orang yang lalu lalang, tetapi pikiranku sama sekali tidak sepi. Rasa ingin mati selalu hadir membujukku untuk ikut bersamanya. Pikiranku tidak pernah berhenti menyalahkan diri sendiri atas semua yang sudah menimpaku.
David tidak pernah pergi sejak tadi. Wajahnya terlihat sangat khawatir melihat kondisiku. Rasanya aku ingin lepas dari belenggu ini, tetapi sangat sulit sekali untuk bangkit. Aku tertidur dengan sendirinya. Aku juga terbangun kembali selalu berteriak histeris dan melontarkan kata-kata yang sama setiap saatnya, "David! Ada Rey dibelakang, David!" Teriakku.
Memoriku seperti berhenti di peristiwa kecelakaan itu. Hanya hal itu yang terulas ketika bangun dari tidurku. Ingatannya sangatlah jelas, aku masih bisa melihat segalanya saat ini. Rasa takut masih terasa hingga saat ini.
Aku kembali menangis histeris saat memori itu datang kembali untuk menghantui hidupku. David berusaha sangat keras menenangkanku agar kembali tenang. David mendekapku dari belakang agar aku tidak berusaha menyakiti diriku sendiri lagi.
"Capek, Dev, sakit!" Hanya kata-kata itu yang dapat terlontar mewakili segala rasa.
"Ssshhh, iya, iya, aku di sini," ujarnya saat mendekapku. Dekapannya membuat aku semakin tenang, aku kembali terlelap setelah itu.
1 minggu telah berlalu
David belum bekerja, aku masih bisa merasakan kehadirannya walaupun aku tidak dapat menanggapinya, mengajaknya bicara, atau pun bersikap normal layaknya sesama manusia pada umumnya. Nafsu makanku tidak pernah hadir setiap harinya, hariku dipenuhi dengan tangisan dan juga pikiran-pikiran yang seharusnya tidak datang.
Malam sudah menyelimuti bumi. Aku berusaha untuk terlelap didalam pikiranku yang sangat ramai. Aku berusaha keras untuk kembali ke kehidupan normalku walaupun terasa sangat sulit untuk melewatinya.
Aku terbangun kembali dari tidurku, aku mendengar suara lantunan ayat suci. Aku membuka mataku, melihat jam sudah pukul 01:00 WIB. Aku menoleh ke kanan, ternyata David sedang membaca Al-Quran setelah melaksanakan solat malam.
Aku menarik napas panjang untuk memanggilnya, "Dev," aku menelan air liur karena terasa sangat sulit untuk berkata-kata.
David tersenyum kepadaku dan menyudahi membaca Al-Quran. Dia berdiri dan menaruh Al-Quran di lemari kecil yang berada di samping kanan ranjangku. Dia mengusap kepalaku dan mencium keningku setelah itu.
"Kenapa, Sayang?" Tanyanya lembut. Dia duduk di pinggir ranjangku. Aku bangkit dan berusaha duduk dengan tubuh yang sangat rentan ini. Dia mengusap-usap jemariku, "Kenapa, Ness?" Tanyanya kembali dengan senyuman hangat.
"Kamu ke mana aja?" Entah apa yang aku pikirkan saat ini, pertanyaan ini yang sangat ingin aku tanyakan kepadanya saat ini.
"Aku di sini aja kok, Ness, nggak ke mana-mana," jelasnya.
Aku menoleh ke kanan, di atas lemari ada bungkusan plastik putih, "Itu apa?" Tanyaku.
"Buah sama roti, kamu mau?" Tanyanya.
Aku hanya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaannya.
"Kamu mau apa? Roti atau buah?" Tanyanya kembali.
"Buah," jawabku singkat.
Dia berdiri dan berjalan menuju bungkusan yang aku maksud tadi, "Ada apel sama pir, kamu mau yang mana?" Tanyanya.
"Apel," jawabku singkat kembali.
David kembali duduk di atas ranjang, lalu membantuku untuk mengupas dan memotong apel tersebut. Dia menyuapiku satu persatu potongan yang dia siapkan untukku. Baru tiga potongan yang aku makan, aku merasa sudah sangat penuh. Aku menggelengkan kepala dan langsung merebahkan tubuh setelah itu.
David menyodorkanku minum yang sudah diberikan sedotan agar aku mudah untuk meminumnya. Aku meminumnya sedikit dan langsung memejamkan mata setelah itu. Aku mendengar hempasan napas David yang begitu panjang. Aku merasakan kelelahan yang dia rasakan saat ini. Aku mendengar suara langkah kaki David menjauh dari ranjangku. Aku membuka mata, dia sedang duduk di sofa yang berada sedikit jauh dari ranjangku.
"I miss you, Dev," aku meneteskan air mata saat mengatakannya.
Dia kembali berjalan menghampiriku dan duduk di kursi yang berada dekat dengan ranjangku. Dia meraih jemariku dan menggenggamnya. Dia mencium jemari dan meneteskan air matanya.
"I miss you so much, Nessie," dia menghapus air mata dan tersenyum lebar kepadaku.
"I'm sorry," ujarku singkat dan menatapnya iba.
"Ssshhh, ssshhh, it's okay. Aku nggak apa-apa kok, Ness," jelasnya.
"Bisa aku mendapat pelukan sebelum tidur? I'm scared!" Aku kembali meneteskan air mata.
Dia mengangguk semangat dan membantuku untuk bangkit dari tidurku. Dia mendekapku erat, aroma tubuhnya yang sangat aku rindukan akhirnya bisa aku dapatkan. Tubuhku gemetar saat memeluknya erat. Aku sangat merindukannya. Aku melepaskan dekapan ini dan memandang wajahnya dengan senyuman dalam tangis. Aku mengelus wajahnya dengan jemariku.
"Boleh, nggak? Kalau kamu tidur di sini sama, aku? Aku merasa kamu baru ada di sini, aku kangen," aku kembali meneteskan air mata sambil menatap wajahnya yang sudah lama tidak aku lihat secara jelas. Dia menaiki ranjang dan mendekapku erat, "Apa kamu yakin aku akan bisa beranjak dari semuanya, Dev?" Tanyaku dalam dekapannya.
"Sangat yakin," ujarnya dan mencium keningku setelah itu.
***********************************************************************************************
PLEASE!! MAU SATU YANG KAYAK DAVID :"""(((
Gimana cerita kali ini, Bestie? Semoga kalian suka dan nggak sabar untuk mengetahui cerita selanjutnya, ya!
Follow aku dulu yuk, agar dapat notifikasi untuk cerita barunya. Jangan lupa untuk vote dan berikan komentar ya, biar semakin semangat untuk lanjut ceritanya.
See you and thank you, Bestie!
Warm Regards,
WINGS OF ALEXANDRA
KAMU SEDANG MEMBACA
NESSIE (18+) [END]
RomanceCERITA KHUSUS (18+) Banyak kata-kata Vulgar dan Kasar. #1 HubunganToxic (20.01.23) #1 AnakKuliah (20.09.23) Sipnosis: Hidup penuh kebebasan, siapa yang tidak menginginkannya? Layaknya manusia biasa, kesepian pasti datang menyelimuti kehidupan. Nessi...