NESSIE - BAB X

567 7 0
                                    

Sinar Matahari sudah menyelimuti bumi, aku terbangun karena rasa mualku yang semakin parah saja. Aku ke lobby hotel setelah memuntahkan semua isi perutku, sepertinya aku harus mengisi perutku dengan beberapa makanan. Saat menyantap makanan beberapa sendok, aku merasa sangat mual. Tidak biasannya aku seperti ini, padahal tadi malam tidak separah ini.

Aku meyakinkan diri bahwa ini adalah faktor kelelahan menjalani perkuliahan selama ini, ditambah stres memikirkan Rey yang semakin menjadi-jadi setiap harinya. Setelah makan beberapa suap, aku memutuskan kembali kamar hotelku untuk beristirahat kembali.

Pukul 10:00 WIB, David mengetuk-ngetuk pintu kamar dan memanggil-manggil namaku berulang kali. "Iya, iya, sebentar, ini mau dibuka kok!" Teriakku dari dalam kamar. Aku membukakan pintu untuknya.

"Ya ampun, Ness, muka kamu kenapa pucat banget!" Tanyanya.

"Habis muntah-muntah kamu tadi pagi, Dev, bisa antar aku sekarang untuk pulang ke rumah? Obat lambung aku ada di sana," jelasku.

"Nggak mau ke rumah sakit, aja?" Tanyanya cemas.

"Nggak, Dev. Aku nggak apa-apa kok, antar aku ke rumah aja ya," sahutku lemas.

"Ya udah, mau sekarang?" Tanyanya.

Aku hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

Aku tahu, David mengkhawatirkan keadaanku. Dia merangkulku untuk memastikan aku bisa berjalan sampai ke bagian Resepsionis Hotel. Aku menunggunya untuk check out hotel terlebih dahulu sebelum pulang. Dia kembali merangkulku hingga parkiran motor, beruntung sekali aku diperlakukan seperti Ratu olehnya. Di perjalanan, aku memeluknya erat dari belakang. Sudah tidak terasa mual kembali, tetapi tubuhku terasa lemas sekali.

"Mau makan dulu, nggak? Apa udah makan?" Tanya David yang membelokkan spion motornya ke arahku menatap dari sana.

"Hmm?" Aku memperhatikan wajahnya dari spion. "Nggak, Dev, aku udah makan kok," lanjutku.

Sesampainya di rumah, David mengantarku ke dalam dan memastikan sudah tidak ada Rey di dalam rumahku saat ini. Aku sangat bersyukur, Rey tidak ada di rumah ini jadi aku bisa beristirahat di sini.

Setelah David pergi dari mengantarku ke rumah, aku merasa mual kembali. Aku segera ke kamar mandi rasanya sudah tidak tertahan lagi. Ketika selesai, aku berdiri di depan kaca wastafel kamar mandiku. "Sekarang tanggal berapa?" Aku mengambil handphone yang berada di saku celanaku.

Aku melihat kalender yang terpampang di layar handphone, "Hah? Tanggal 15!" Aku menutup mulutku. "Nggak mungkin telat, nggak mungkin!" Aku masih mencoba berpikir positif. "Seharusnya gue haid tanggal 1! Nggak mungkin, Nessie!" Aku bergumam sendiri.

Aku berjalan ke sana kemari di kamar mandi dengan pikiran yang sangat kalut. Aku semakin panik dengan keadaan jika benar bahwa aku sedang mengandung. Aku duduk di kloset, "Gue beli test pack apa, ya?" Aku bertanya-tanya.

Aku menarik napas panjang setelah itu, "Okay, gue ke apotek sekarang. Gue yakin pikiran negatif yang lewat tidak akan jadi nyata!" Aku berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran negatif yang terlintas dalam benakku.

Aku berjalan seorang diri menuju Apotek daerah rumahku. Saat masuk ke dalam Apotek, aku sangat malu untuk mengucapkan membeli alat tes kehamilan. Aku mengumpulkan semua nyaliku untuk memberanikan diri membeli alat ini.

"Mba, test pack dua ya, beda merek ya, Mba!" Aku menghela napas setelah itu.

Apoteker ini memberikannya kepadaku, "Totalnya 22.000, ya!"

"Ini ya, Mba, terima kasih," aku meninggalkan uang di atas meja kasir dan langsung bergegas pergi karena rasa malu yang tidak tertahankan.

Sesampainya di rumah kembali, aku langsung ke kamar mandi untuk memeriksanya. Aku mencoba test pack pertama, aku menunggu beberapa menit agar hasilnya maksimal, betapa terkejutnya hasilnya bergaris dua, yang menyatakan bahwa aku sedang mengandung. Aku tidak ingin menyerah dengan keyakinanku bahwa aku tidak sedang mengandung. Aku mencoba dengan test pack kedua, aku menunggu kembali beberapa menit, namun hasil yang aku harapkan tidak terjadi, kali ini aku sudah yakin bahwa aku sedang mengandung. Aku merasa masalah datang bertubi-tubi tiada hentinya di kehidupanku.

Aku menangis histeris di kamar mandi, tubuhku terasa sangat lemah, untuk duduk pun aku sudah tidak mampu menopang tubuhku. Aku sangat kecewa dengan diri ini, banyak hal yang aku pikirkan, dan banyak juga yang aku sesali. Aku berpikir bahwa hidupku akan tenang setelah ini, ternyata tidak sama sekali. Semakin hari semakin buruk yang aku rasa.

"Sayang, kamu udah di rumah, ya?" Teriak Rey yang tiba-tiba datang ke rumahku.

Rey datang tepat pada waktunya. Aku rasa ini saat yang tepat untuk meminta pertanggung jawabannya. Aku bergegas keluar dari kamar mandi dan turun ke bawah membukakan pintu untuknya. Aku sejenak menghapus air mataku sebelum membukakan pintu untuknya.

"Sayang, akhirnya kamu mau menemui aku, Sayang, aku kangen banget sama kamu, Sayang!" Ujarnya sambil mencumbu bibirku.

Aku berusaha menolak cumbuannya, tetapi usahaku tidak membuahkan hasil yang maksimal. Dia mulai menciumi leherku, aku tetap berusaha keras untuk menolak sentuhannya.

"Rey, udah Rey, udah, stop!" Aku menolak ciumannya dengan mendorongnya kuat.

"Kamu itu pacar aku, Nessie! Masa kamu nggak mau aku sentuh! Aku kangen banget sama kamu Nessie, Sayang! Please, jangan ada penolakan lagi! Maafin aku, kalau aku pernah kasar sama kamu," jelasnya sambil mencumbui leherku kembali.

Aku langsung mengajaknya duduk di ruang tamu, "Rey, aku hamil!" Tegasku langsung pada inti pembicaraan.

"Hah? Hamil? Nggak mungkin itu anak aku, pasti itu anak David, kan? Udah kamu jujur aja!" Ujar Rey dengan nada tinggi.

"David? Kok bawa-bawa nama, David? Dia nggak pernah sedikit pun nyentuh aku, Rey! Bisa-bisanya kamu nuduh orang dan nggak ada bukti!" Jengkelku.

"Halah! Cewek kayak lo, juga mau sama siapa aja ditidurin!" Ujarnya dengan tawa mengucilkan.

"Benar-benar nggak waras lo, ya! Gue hamil benar-benar anak, lo! Gue nggak semurah seperti apa yang lo pikirin, anjing! Mau enaknya doang lo, nggak mau anaknya! Sumpah demi apa pun gue tidur sama lo, doang!" Aku sangat dikuasai amarah.

Rey mencengkram lenganku dengan sangat kuat, "Mulai berani lo ya, sama gue, hah! Mau gue sebarin aib lo, di seluruh kampus, hah? Mau, lo? Reputasi anak pengusaha ternama yang nggak ada bedanya sama pecun!" Rey mengancamku, dia semakin memperkuat cengkramannya. Rey menjatuhkan tubuhku di kursi tamu. Dia pergi dengan begitu cepat menuju mobilnya meninggalkan rumah ini. Dia menancap gas dengan kecepatan tinggi.

Aku merangkak keluar pintu, "Rey, lo mau ke mana? Reeeeeeyyyy!!!" Aku berteriak dan menangis histeris meratapi hidupku yang sudah hancur ini.

***********************************************************************************************

Kasihan banget nggak sih, Nessi? Mo nangeesss!!!

Ayo, bantu aku ramaikan cerita ini dengan vote dan komentarnya, biar makin semangat untuk lanjooottt ceritanyaaa hehehehe

See you di part selanjutnya yawwwww

Love you all, WINGS OF ALEXANDRA!

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang