NESSIE - BAB XXXXVI

107 3 0
                                    

Aku memberanikan diri untuk menghampirinya. Aku menyentuh pundaknya, dia langsung tersentak, dan sangat terkejut melihat keberadaanku. Wajahnya berlinang air mata di atas kepanikannya.

"Maaf Nessie, aku pergi, aku nggak tahu kamu mau ke sini, maaf udah ketemu kamu secara langsung." Dia bergegas bangkit dari duduknya.

"Eee, Rey." Aku mencoba menahannya. "Nggak apa-apa, kamu boleh di sini," lanjutku ragu.

Dia perlahan kembali duduk. Aku duduk di hadapannya saat ini. Sepertinya, aku sudah bisa menerima kehadirannya tidak seperti sebelumnya. Rey hanya sesekali melirikku, dia terlihat seperti bingung dengan situasi seperti ini.

"Assalamualaikum, Barra, Sayang. Hari ini, Ibu bawain bunga mawar buat kamu, maaf ya, Ibu kesiangan ke sininya," ujarku semangat dengan senyum semringah menatap nisan Barra. Aku menaruh bunga mawar ini di dekat batu nisan setelah itu. "Kamu sudah lama di sini?" tanyaku kepada Rey sambil membersihkan sisa bunga yang kemarin aku taruh.

"Kamu nanya aku, Nessie?" tanyanya heran.

Aku melihat ke kanan dan ke kiri, lalu menatapnya. "Nggak ada siapa-siapa juga kan, selain kamu?"

"Belum lama." Dia terdiam menatap wajahku penuh makna. "Kamu apa kabar?"

"Alhamdulilah, baik." Aku memberikan senyuman. "Kamu sendiri gimana, di sana?"

Dia menggeleng. "Tidak begitu baik," ujarnya lemas.

"Nggak enak ya, nggak ada bakso sama mie ayam, di sana?" Aku mencoba melerai suasana. Bagaimana bisa aku masih mengingat makanan kesukaannya?

Dia tertawa kecil dan mengangguk. "Benar, Ness," jawabnya singkat. "Hemm, Ness," lanjutnya menyapaku. Aku hanya menatapnya untuk menunggu apa yang ingin dia bicarakan kepadaku. "I'm sorry for everything, I'm sorry, Nessie." Dia meneteskan air mata.

"Sudah jangan berlarut, aku juga sedang berusaha melupakan segalanya, dan aku yakin kamu juga pasti bisa melewatinya walaupun sulit," jelasku dengan senyuman.

"Aku baru pertama kali melihatmu menggunakan hijab, kamu terlihat bagus mengenakannya," pujinya.

"Terima kasih. David juga mengatakan hal yang sama."

"Kalau begitu dia berkata jujur sama kamu." Dia memberikan senyuman ragu.

Aku hanya mengangguk dan mencoba tersenyum kepadanya. Aku tidak menyangka bisa sepanjang ini obrolanku denganya. "Barra, kenalin ini Ayah Reyhan. Kalau yang kemarin, itu Papa David. Andai saja kamu bisa hidup di dunia ini, kamu pasti beruntung punya kasih sayang dari dua orang Ayah!" Aku meneteskan air mata, menatap nisan. "Rey, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan persidangan semua itu karena Barra. Dalam pikiranku saat itu, aku sangat ingin membuat kamu jera, tetapi hatiku berkata sebaliknya. Aku yakin, Barra nggak mau ayahnya susah di dalam jeruji besi." Aku meliriknya dan memberikan senyuman dalam linangan air mata. "Melihat kamu sekarang sadar akan kesalahanmu dan mau menerima Barra, aku senang!" Rey menunduk dan mengangguk. Dia melihatku dan menghapus air matanya. Dia tersenyum lega kepadaku. Aku menjadi teringat sosok Rey yang pertama kali aku kenal dulu. "Hidupmu masih panjang. Jangan berhenti hanya karena masa lalu. Aku yakin, kamu nanti akan mendapatkan kebahagiaanmu sendiri," jelasku kembali.

Ada notifikasi telepon masuk di handphone-ku. Aku melihatnya, ternyata David yang menelepon. Aku langsung mengangkat telepon darinya tanpa pikir panjang.

"Halo, Dev," sapaku saat mengangkat telepon darinya.

"Aku sudah sampai parkiran," ujar David.

"Ya sudah, aku ke sana ya, tunggu sebentar." Aku mematikan telepon darinya setelah itu. "Hemm, Rey, aku pamit ya, David sudah jemput." Aku berpamitan dan langsung bangkit.

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang