NESSIE - BAB XIX

268 3 0
                                    

Malam tiba, aku hanya berdiam diri di kamar. Sekujur tubuhku terasa tidak enak, tidur menghadap mana pun terasa salah. Aku juga mulai kedinginan, sepertinya ini akan menjadi rutinitas setiap malam akan merasa dingin yang berlebih. Aku menutupi sekujur tubuhku dengan selimut dan aku mencoba mengalihkan pikiran dengan menelepon David.

"Halo, kenapa, Ness?" Sahutnya saat mengangkat telepon dariku.

"Nggak apa-apa sih, lagi pengen ngobrol aja," jelasku.

"Apa yang kamu rasa, sekarang?" Tanyanya.

Ternyata dia sangat peka dengan situasi yang ada, "Dingin, makanya aku telepon buat mengalihkan pikiran dari rasa dingin," jelasku.

"Selimutan ya, Ness, nanti lama-lama hilang seperti kemarin," ujarnya lembut.

Suaranya candu, membuat aku terasa nyaman seketika, "Sekarang suara kamu jadi candu, ketika nggak ada, itu pasti yang aku cari," aku tersenyum menjelaskannya.

"Apa perlu aku dongengin?" Guraunya didampingi tawa.

"Emang kamu mau cerita, apa?" Aku tersenyum lepas.

"Pada suatu hari, ada perempuan yang nggak pernah peka sama perasaan pria yang selalu bersamanya—" Aku langsung memotong pembicaraannya, "Hmm, sepertinya itu aku deh," gurauku didampingi tawa.

"Wah, ternyata perempuan itu sekarang sudah peka," guraunya kembali.

Aku tertawa lepas, "Ada-ada aja kamu. Dari SMP sampai detik ini, baru sekarang, lho, aku kangen sama kamu," ejekku.

"Ah, curang! Kenapa aku setiap hari kangenin kamunya," dia menggodaku.

"Hmm, bisa-bisanya aku digombalin!" Ujarku.

Dia tertawa, "Kamu lapar nggak, Ness? Mau aku beliin makan apa malam, ini?" Tanyanya.

"Mau bakso yang depan SMA kita deh, Dev, buka nggak, ya?" Tanyaku.

"Ya udah, nanti aku ke rumah Tiffany, kalau ada. Kalau nggak ada, pilihan yang lainnya, apa?" Tanyanya kembali.

"Hmm, bakso aja tempat lain, kalau yang depan SMA nggak ada, Dev," jelasku.

"Ya udah, habis isya aku jalan ya, kamu jangan lupa salat, ya!" Ujarnya.

"Iya, Dev, nanti aku salat. Aku tunggu ya, kedatangan baksoku," gurauku.

"Siap!" Sahutnya. Aku menutup telepon setelah itu.

Satu jam telah berlalu, David akhirnya tiba di rumah, Tiffany. Aku membukakan pintu pagar untuknya, dia tiba-tiba menutup wajahnya dengan kedua tangan yang sesekali membuka sedikit untuk melirik wajahku dari sela-sela jemarinya.

"Ih, kenapa coba?" Tanyaku heran.

"Malu, dibukain pagar sama calon isteri," David menggodaku.

"Ih, Dev, jangan gitu, kan aku jadi ikutan malu," aku menepuk pundaknya.

David melepaskan tangannya didampingi tawa dan menjulurkan bakso yang sudah dia beli, "Nih, bakso pesanan, Tuan Puteri," ujarnya.

"Aaaa, baik banget, sih!" Aku menerima bakso yang dia berikan.

"Buat calon isteri, apa sih, yang nggak," godanya kembali.

Aku menepuk pundaknya dan tersipu malu.

"Ya udah, aku pulang ya, boleh, nggak?" Tanyanya.

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang