NESSIE - BAB XXXXXII

76 2 0
                                    

Kami berjalan menuju ke gerbang pemakaman sambil menunggu kedatangan taksi online yang aku pesan. Kepalaku terasa sangat pusing. Aku terdiam sejenak untuk menunggu rasa sakitnya mereda. Rey sepertinya menerka rasa sakitku. Perutku tiba-tiba terasa sangat sakit yang cukup hebat.

"Kamu nggak apa-apa, Ness?" Dia memastikan.

"Iya," jawabku, menahan rasa sakit.

Ada darah yang keluar dari sela-sela kakiku. Rey menahan tubuhku yang oleng. Aku berusaha keras untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa. "Aku antar ke rumah sakit ya, Ness," ujarnya cemas.

Aku mengangguk dan menggenggam erat pergelangan tangannya. Aku rasa, aku tidak boleh egois demi anakku kali ini. Dia membantuku untuk berjalan hingga ke mobilnya. Dia membantuku untuk duduk di kursi depan dan memakaikan sabuk pengaman setelah itu.

Di perjalanan, aku tidak henti menghubungi David, namun tidak ada jawaban darinya. Aku berusaha keras untuk menutupi rasa sakitku di hadapan Rey. Aku tetap berusaha menghubungi David dengan dikeraskan suara melalui speaker karena aku sudah sulit untuk menggenggam handphone disematkan di telingaku. Rey terlihat cemas dengan keadaanku, tetapi dia hanya diam memerhatikan saja.

David mengangkat teleponku, tanggapan yang tidak aku duga keluar dari mulutnya. "Ada apa, Ness? Kan aku bilang lagi ada meeting! Bisa nggak, kali ini saja, Ness, untuk ngerti keadaan!" dengan nada penuh emosi.

Aku sangat malu karena Rey mendengar perkataan David kepadaku. Aku tidak menyangka perkataan tersebut akan keluar dari mulut David. Aku menahan isak tangis, rasa sakit yang aku dapat seperti bertubi-tubi memukulku. "I'm sorry, kamu lanjut meeting ya!" Aku mematikan telepon setelah itu. Tangisanku pecah begitu saja setelah itu. Aku menatap Rey dan meminta maaf kepadanya berulang kali. "Sorry ya, kamu harus dengar tadi." Aku tersenyum dalam tangisan.

"It's okay, Ness. Take your time!"

Seluruh tubuhku bergetar hebat. Sepertinya, aku tidak siap menerima beban ini yang datang sekaligus menimpaku. Rey menggenggam jemariku yang bergetar hebat. Napas saja seperti sangat sulit karena tekanan yang didapat. Aku menangis tersedu-sedu dan tubuh terasa sangat lemah tidak berdaya. Pandanganku mulai gelap dan pendengaranku semakin menghilang setelah itu.

Di Rumah Sakit.

Aku terbangun, aku tidak tahu sudah berapa lama tidak sadarkan diri. Rey ada di samping tempat tidurku saat ini sedang duduk menatapku iba. Semua kejadian ini seperti pernah terjadi, tetapi posisi orangnya berbanding terbalik. Aku melihat Rey seperti sosok David di masa lalu, sementara aku melihat David seperti Rey di masa lalu.

"Apa yang kamu rasa sekarang, Ness?" tanyanya cemas.

"Antar aku pulang sekarang ya, David nanti nggak bisa makan, soalnya aku belum masak apa-apa di rumah." Aku berusaha bangkit dari tidurku.

"Ness, istirahat sebentar saja ya, nanti aku antar pulang. Jangan sampai keulang lagi kesalahan masa lalu."

Aku langsung merebahkan tubuh kembali dan meneteskan air mata. "Thank you, sudah mengingatkan."

"Sorry, aku hanya nggak pengen kamu merasakan semua itu lagi."

"Ya, aku tahu." Aku berusaha tersenyum kepadanya.

Setelah beberapa jam, akhirnya aku diizinkan pulang. Dokter memberikanku vitamin untuk dikonsumsi ke depannya. Hari sudah malam, Rey mengantarku untuk pulang. Di perjalanan, aku hanya terdiam. Aku semakin takut dengan reaksi David nanti ketika melihatku bersama Rey hingga larut malam seperti ini. Aku sangat yakin, semua ini akan memicu pertengkaran hebat.

Sudah hampir sampai di depan rumahku. David terlihat cemas berdiri di depan pagar sambil menggenggam handphone-nya. Aku turun dari mobil bersamaan dengan Rey. Dugaanku sejak tadi akhirnya menjadi nyata. Dia jengkel melihat kedatanganku bersama Rey.

Dia tertawa mengucilkan dan menggeleng. "Aku kira kamu hilang, ternyata lagi asyik sama mantan pacar!" cetusnya. Aku mematung dan meneteskan air mata mendengar perkataannya.

Rey tertawa mendengar perkataan David kepadaku. "Oh, ini kebahagiaan kamu, Ness?" Rey menghadapku dan menunjuk wajah David. "Orang yang lebih mentingin kerjaannya ketimbang istrinya yang hampir mau mati tadi?" cetus Rey.

David menampis tangan Rey. "Maksud lo apa sih, hah?" tanyanya jengkel.

"Nessie tadi masuk rumah sakit, dia pendarahan di pemakaman. Dia stres mikirin lo yang nggak punya waktu buat dia. Kalau lo udah capek di posisi sekarang, gue siap untuk gantiin posisi lo, kapan pun lo mau! Seenggaknya lo bisa buang perilaku gue di masa lalu untuk nggak dicontoh! Sekarang, apa? Apa bedanya lo sama gue yang dulu, Anjing!" teriak Rey tepat di hadapan David saat ini.

"Satu lagi, asal lo tahu! Nessie baru sadar dari pingsan yang dia pikirin, apa? Mikirin dia belum masak, takut lo nggak bisa makan, bangsat!" teriaknya kembali. Dia menepuk-nepuk pipi David. "Sadar goblok! Nessie nggak mungkin berpaling ke gue, letak kebahagiaan dia sama lo! Jadi tolonglah jangan bersikap kayak bajingan," sarkasnya. "Gue cabut, permisi!" Rey pergi memasuki mobil dan menancap gas sangat kencang.

Aku memasuki rumah dalam keadaan menangis mendahului David. Dia menyusul langkahku dan menarik pergelangan tanganku. "Ness, aku minta maaf, Ness, aku mohon!" ujarnya dengan suara gemetar.

Aku memberanikan diri untuk menatapnya. "Jika kamu udah lelah sama aku dan udah nggak mampu untuk menjalaninya kembali, aku udah siap untuk dikembalikan ke ayah. Aku sangat cinta sama kamu, tapi kelihatannya kamu lebih cinta dengan duniamu sekarang. Aku sadar udah terlalu membebani kamu dalam segala hal. Aku udah menaruh semuanya di kamu. Aku nggak nyangka kamu bisa berada di posisi ini. Posisi di mana kamu rela mengecewakan dan mempermalukanku di depan orang lain," jelasku dalam tangisan.

Dia berlutut di hadapanku dan menangis menyesali segalanya. "Hukum aku, Ness. Aku minta maaf, aku salah. Aku cinta sama kamu, Nessie. Aku egois, Nessie. Hukum aku saja, jangan tinggalin aku, Nessie, aku mohon!"

Aku berlutut di hadapannya. "Aku nggak pantas disembah lutut seperti ini. Aku nggak tahu sekarang berada di mana posisiku di matamu. Entah aku yang berlebihan menyikapinya, atau memang kamu semakin nggak peduli atas kehadiranku, Dev," jelasku dalam tangisan.

"Aku mohon, maafin aku, Nessie, aku mengaku salah. Jangan tinggalin aku, Nessie," ujarnya dalam tangisan.

Aku mengangguk dan memeluknya setelah itu. Dia menciumi keningku berkala yang berada di dalam dekapannya. "Aku sayang banget sama kamu, Dev. Lalu, apakah aku harus mengemis untuk dapat perhatian lebih dari kamu?" tanyaku dalam dekapan.

"Nggak perlu, Ness. Itu udah seharusnya aku lakukan. Maafin aku, Nessie."

"Aku butuh sosok kamu nyata, bukan angan-anganku saja yang buat itu menjadi kebahagiaan nyata."

"I'm here, kita masuk ya, istirahat di dalam ya, Ness." Dia membantuku bangkit dan berjalan menuju kamar setelah itu.

***********************************************************************************************

Part ini kenapa mengandung bawang sih? Kalau aku jadi Nessie pasti kepikiran berhari-hari. Kalian juga bakal merasa galau brutal nggak? Heemmmm.. :((

Follow aku dulu yuk, agar kalian dapat notifikasi untuk cerita barunya. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca ya, biar semakin semangat buat lanjut ceritanya.

See you and thank you, Bestie!


Warm Regards,

WINGS OF ALEXANDRA

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang