NESSIE - BAB XXIX

144 3 0
                                    

Sesampainya di rumah, Tiffany dan Kinan mengantarku ke dalam untuk memastikan keadaanku sampai benar-benar baik-baik saja. Mereka menyiapkanku minum dan menemaniku di kamar.

"Udah enakkan belum, Ness?" Tanya Kinan.

"Aman, Nan, gue nggak apa-apa kok, kalian kalau mau lanjut hangout, jalan saja ya," jelasku. Aku benar-benar tidak enak menjadi merusak suasana yang ceria menjadi buruk.

"Si David perlu kita kabarin nggak, Ness?" Tanya Kinan kembali.

"Nggak, nggak usah. Nanti gue yang kabarin sendiri saja, nggak enak dia lagi kerja," jelasku ragu.

"Kalau kita tinggal, lo benar nggak apa-apa?" Tanya Tiffany memastikan.

"Aman, Fan, gue benar-benar nggak apa-apa kok, kalian lanjut aja ya, maaf sekali lagi udah merusak suasana ya," jelasku ragu.

"Kita nggak apa-apa kok, Ness, lo istirahat ya," jelas Tiffany dengan raut wajah cemas.

"Sampai ketemu lagi di kampus ya, Ness," lanjut Kinan.

"Iya, maaf ya, nggak bisa antar kalian ke depan," ujarku ragu.

"Kita udah gede kok, Ness, bisa jalan sendiri," gurau Kinan didampingi tawa.

Mereka akhirnya pergi dari rumah. Aku kembali menangisi kehidupanku. Aku sangat takut atas kehadiran Rey yang selalu menghantui. Perutku tiba-tiba sangat sakit kembali, aku merintih karena rasa sakit yang sangat hebat. Aku mencari-cari tasku karena terdapat handphone di dalamnya. Rasa sakit tidak tertahankan, aku berlutut karena tidak bisa berdiri untuk menahan rasa sakit. Aku merangkak keluar kamar untuk menghampiri tasku yang berada di ruang tamu.

Teriakku histeris karena melihat darah mengalir kembali dari paha kananku. Aku bergegas menelepon David untuk segera menolongku saat ini.

"David," panggilku cemas.

"Halo, halo, kenapa, Ness?" Tanyanya cemas.

"Keluar darah lagi, tolong!" Jelasku gemetar.

"Kamu di mana sekarang?" Tanyanya sangat cemas.

"Di rumah, tolongin, Dev!" Tangisanku pecah.

"Aku segera pulang, tunggu ya," David langsung mematikan telepon setelah itu.

Aku menyandarkan tubuhku di kaki kursi yang berada di belakangku saat ini. Aku tidak henti menangis dan menyalahkan diri sendiri yang tidak bisa mengatur stres. Aku meminta maaf berulang kali kepada anakku, aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri.

"Mah, hidup Nessie kenapa seperti ini, ya?" Tanyaku dalam tangisan. "Nessie, lelah, Mah, andai Mama di sini, pasti udah bantu, Nessie," tangisanku histeris.

Beberapa menit kemudian, David pun sampai di rumah dan langsung membopongku ke dalam mobil yang dia pinjam di kantor. Dia menaruhku di kursi depan dan memakaikanku sabuk pengaman. David bergegas untuk membawaku ke rumah sakit yang menanganiku kemarin. Aku hanya bisa merintih kesakitan di bagian perutku. Aku semakin cemas melihat darah yang mengalir di sela-sela pahaku. Aku meremas pergelangan tangan David untuk mengurangi rasa sakit yang dirasa.

"Tahan ya, Ness, bentar lagi sampai," ujarnya menenangkanku.

Kepalaku sangat pusing dan pandanganku menjadi gelap seketika. Aku tidak sadarkan diri setelah itu.

****

Aku terbangun sudah berada di ruang rawat dengan infus sudah disematkan di pergelangan tanganku dan alat bantu pernapasan yang sudah berada di hidungku. Seketika aku langsung memeriksa anakku, aku sangat bahagia dia masih berada di perutku. Aku benar-benar takut kehilangannya.

NESSIE (18+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang