47 - Dokumen Tersembunyi

11 3 0
                                    

Keadaan Icha sudah lebih baik pagi ini membuatnya lega karena demamnya hanya efek dari suntik kemarin dan ia pun sudah beristirahat total sejak kemarin membuat pagi ini ia merasa lebih baik.

Icha seperti biasa menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Asbi pagi ini, jujur saja ia merasa bersalah karena tidak bisa memasak kemarin.

Asbi bangun pukul 05:30 pagi pria itu segera bergegas menunaikan ibadah shalat subuh setelahnya ia pun ke dapur untuk menemui Icha.

"Pagi," sapa Icha tersenyum.

Asbi tersenyum melihat kekasihnya ini. "Pagi juga sayang, gimana keadaan kamu?"

Icha tersenyum. "Seperti yang kamu lihat, aku lebih baik pagi ini."

"Syukurlah," Asbi memperhatikan Icha yang tengah mempersiapkan sarapan.

"Pas banget kopinya udah siap," Icha menyodorkan secangkir kopi di depan Asbi.

Asbi dapat mencium aroma kopi yang memanjakan indera penciuman nya kemudian menyeruput nya sedikit.

Icha sangat bersemangat menyajikan dua mangkuk bubur ayam buatannya itu.

"Restoran, caffe sama yang lainnya gimana?" Pancing Asbi membuat Icha menoleh.

"Biasa aja tapi, Mama bilang pendapatan makin hari makin menurun, aku udah saranin kreasi menu dan tingkatkan promosi," sahut Icha.

"Kamu tahu Mama kamu minta suntikan dana sama Papa aku?" Tanya Asbi lagi.

Icha terdiam sebentar kemudian kembali memandang Asbi. "Kapan? Perasaan Haris group masih punya utang jadi, gak mungkin Mama aku pinjem lagi,"

"Udah setahun lalu sebenarnya tapi, Papa aku gak pernah ACC. Aku pikir kamu tahu soal itu," sahut Asbi santai sambil menikmati kopinya.

"Semua restoran, caffe masih berjalan normal kok walaupun pendapatan gak seperti biasanya tapi, kalau sekedar bolak-balik belanja bahan makanan dan gaji karyawan masih bisa jadi, kayaknya gak terlalu mendesak banget buat minta suntikan dana, jangan pikirkan, mungkin Mama aja yang terlalu takut buat bangkrut," sahut Icha menghela napas panjang.

Asbi mengangguk paham.

Icha kemudian duduk di meja makan dan menikmati semangkuk buburnya, mood nya jelas berantakan karena membahas hal ini, Mamanya benar-benar mempermalukannya di depan tunangan nya sendiri.

"Cha, kamu marah?" Tanya Asbi ikut duduk memperhatikan kekasihnya itu.

Icha menggeleng dan menikmati buburnya.

"Cha, aku tahu lho kamu bete begitu? Kata-kata aku ada yang salah ya?" Tanya Asbi menatap intens.

Icha memandang Asbi sebentar. "Lagi makan gak usah ngomong," kemudian melanjutkan makannya.

"Itu kan kalau acara makan formal dan di depan orang tua," sahut Asbi kemudian memakan semangkuk buburnya.

Asbi sudah lebih dulu menghabiskan semangkuk buburnya kemudian memandang Icha yang masih menikmati semangkuk bubur itu. "Jujur, aku gak tahu apa masalah kamu sama Mama kamu itu karena setiap kita bahas keluarga kamu terutama Mama kamu, kamu kayak gini Cha. Kamu selalu bilang pengen cepat-cepat keluar dari rumah, kemarin aku juga lihat Mama kamu meneriaki kamu entah apa lalu kamu minta bantuan aku? Kalau kamu setakut itu sama Mama kamu, apa gak sebaiknya kita percepat pernikahan kita? Biarkan aku bertanggungjawab atas kamu selamanya mulai saat ini," menggenggam tangan Icha.

"Aku hanya gak mau keluarga kamu anggap aku mau nikah sama kamu karena nama belakang Awwalun dan calon nyonya utama yang bisa berkuasa atas saham dan lainnya demi kepentingan keluarga aku, aku selalu khawatir." Icha memandang Asbi.

ASBIQUNAL 'Pelajaran Berharga' (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang