55

478 41 2
                                    

"Aku ingin makan samgyetang.", pintaku pada Seokjin di panggilan telepon.

"Baik, nanti pulang dari agensi aku mampir beli samgyetang, ya?"

"Tapi aku ingin yang di Incheon."

"Ya? Jauh sekali. Yang dekat rumah saja. Itu juga enak."

"Tidak mau, mau yang itu pokoknya."

"Ya sudah, aku pesankan saja ya, kalau begitu."

"Harus kau yang beli."

"Sayang, daerahnya berlawanan dengan jalan pulang, lagi pula jaraknya lumayan jauh kalau dari sini."

"Pokoknya aku mau itu. Tidak mau yang di dekat rumah atau di manapun. Aku juga ingin kau yang beli. Tidak boleh orang lain atau pesan antar. Tidak mau."

Langsung ku matikan panggilannya begitu selesai mengoceh.

Seokjin ini, apa dia lupa bagaimana orang hamil? Maunya memang aneh-aneh. Untung saja kehamilan kali ini tidak ada drama seperti morning sickness atau tidak ingin bertemu dengannya, seperti hamil Yoora dahulu.

Yang kali ini, aku lebih tangguh. Tidak ada mual yang menyiksa setiap pagi pada trimester awal. Juga tidak ada pantangan apapun untuk makanan. Semuanya aku makan. Justru Seokjin yang sesekali merasa mual saat pagi, dan tentu saja dia mengeluh soal itu.

"Kenapa kau yang hamil, tapi aku yang mual?", protesnya saat kami pulang dari dokter kandungan, dan dokter bilang kalau itu bisa saja terjadi pada suami si ibu hamil.

Aku yang tahu bagaimana sifat suamiku, hanya diam dan pura-pura tidak mendengar. Tapi akhirnya suamiku menerima juga keadaannya setelah beberapahari berlalu. Dia juga jadi mengerti, bahwa hamil itu sulit.

Dan malam ini akhirnya aku mengidam untuk pertama kalinya, setelah memasuki usia kandungan empat bulan. Ingin makan samgyetang di salah satu resto di Incheon, yang dibeli langsung oleh Seokjin. Sangat-sangat ingin, sampai akan menangis rasanya.

Ponselku berdering lagi kemudian. Nama Seokjin tertera di sana.

"Apa? Kalau kau tidak ingin membelikan dan menyuruh untuk pesan antar, aku akhiri panggilannya.", cecarku langsung.

"Tidak. Iya, aku belikan langsung, meskipun harus memutar arah lumayan jauh."

"Oh, jadi kau terpaksa? Tidak usah kalau begitu. Jangan beli."

"Astaga, aku hanya bilang, Sayang. Ini aku baru selesai. Tunggu, oke? Mungkin akan lama karena cukup jauh dari sini."

"Hmm." Dalam hati senang juga akhirnya Seokjin mau membelikan.

"Jangan marah, oke? Aku akan belikan apa saja untukmu, untuk anak kita. Kau tidak perlu khawatir."

"Kalau aku minta jet pribadi, kau juga akan belikan?"

"Kalau yang itu, aku harus pikir-pikir dulu."

"Katanya apa saja dibelikan."

"Ya kalau permintaanmu masuk akal, tentu saja aku belikan."

"Ya sudah, cepat aku lapar."

"Daddy on the way, Honey..."

"Apa-apaan." Tapi yang terdengar hanya suara tawanya.

"Yoora sudah makan?", tanyanya kemudian.

"Sudah, tadi minta dibuatkan omurice untuk makan malamnya. Kau sudah makan malam?"

"Belum, nanti saja denganmu kalau aku sudah sampai rumah. Tadi juga Yoongi mengajak makan daging, tapi aku tolak."

"Karena aku?"

"Iya dan tidak, sih. Aku ingin makan di rumah. Sudah beberapa hari makan malam di luar terus, malas."

"Mau aku buatkan sesuatu?", tanyaku berbaik hati karena suamiku juga sudah berbaik hati menuruti keinginanku yang tidak masuk akal.

"Tidak perlu, Sayang. Aku akan makan samgyetang juga, nanti."

"Ya sudah kalau begitu. Aku tunggu di rumah, ya? Kau hati-hati."

"Oke, nanti aku kabari kalau sudah sampai di tempatnya, ya?"

"Iya. Aku tutup, ya?"

"I love you."

"Love you more."

🍁🍁🍁

AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang