"Sayang, di mana?"Suara Seokjin dan suara langkah kaki yang semakin dekat terdengar dari dalam kamar.
"Sayang."
Ada apa sih Kim Seokjin, kenapa memanggil-manggil terus, aku di kamar.
Tapi tidak aku suarakan pikiran itu. Bisa-bisa aku diomelinya panjang lebar. Dan aku malas mendengar itu.
"Sayang." Kali ini suaranya terdengar tepat di belakangku setelah terdengar pintu kamar di buka dan di tutup kembali.
"Ya?"
"Sedang apa?"
"Merapikan apa yang harus kita bawa, kenapa?"
Keberangkatan kami ke London tinggal 2 hari lagi. Sebenernya aku sudah merapikan dari beberapa hari yang lalu, hanya memastikan kembali apa saja yang sudah dan belum terbawa.
"Lapar."
Aku mengela napas sejenak. Kim Seokjin yang beberapa bulan lagi akan jadi ayah, tingkahnya masih saja seperti ini. Tidak mau makan jika bukan istrinya yang memasak makanannya di rumah. Selalu minta ditemani makan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti ada dua orang yang merengek ketika lapar. Yang satu bayi sungguhan, satunya lagi bayi besar.
"Tunggu ya, sebentar lagi selesai."
"Vitaminmu sudah dibawa?"
Aku mengangguk.
"Susu ibu hamil?"
"Sudah."
"Mantel? Syal? Sarung tangan? Penutup telinga?"
"Sudah, sudah semua. Punyamu juga."
"Bikini?"
"Ya! Memangnya siapa yang akan pakai bikini di tengah musim gugur seperti ini?"
"Kau. Di kamar hotel kita."
Aku bangkit memberinya tatapan mengintimidasi kemudian berjalan ke luar kamar. Tapi suamiku malah terkekeh karena tingkahku.
Dia aneh bukan?
Gila?
"Sayang, serius. Bawa bikini kan?"
Tidak aku pedulikan pertanyaannya dan bergegas memasuki dapur untuk membuatkannya makan malam.
"Kenapa pertanyaanku tidak dijawab?", godanya lagi sambil mendudukan dirinya di mini bar untuk memperhatikanku memasak. Kebiasaannya.
"Jangan gila, aku ke sana untuk liburan bukan untuk kedinginan dan masuk rumah sakit. Lagipula memakai bikini saat hamil besar? Tidak menarik sama sekali."
"Ey, kata siapa. Justru kau akan terlihat sangat sexy karena mengenakannya saat hamil besar seperti ini."
"Berhenti menggodaku atau kau tidak akan makan malam."
"Nyonya Kim jadi lebih sensitif saat hamil, ya?", kekehnya bersemangat.
Seokjin turun dari kursinya, berjalan mengitari mini bar kemudian memelukku dari belakang. Aku yang sedang mempersiapkan bahan untuk memasak jadi terganggu karenanya.
"Ada apa sih? Duduk kembali sana, katanya lapar."
"Aku bisa makan yang lain.", bisiknya di telinga.
Aku merinding mendengar suaranya yang seduktif, dan sangat paham apa yang dimaksud olehnya.
"Apa?", tanyaku galak meskipun pertanyaanku retoris.
"Kau tahu maksudku.", tangannya mengelus perut besarku dengan sangat perlahan.
"Kim Seokjin, menyingkir atau aku benar-benar tidak akan membuatkanmu makan malam."
Dia tertawa pelan di telingaku, kemudian sedikit mundur dan memberikan kami jarak tapi tangannya masih melingkar di perutku.
"Baiklah, Nyonya Kim, tapi ijinkan aku tetap di sini dan begini ya?"
"Lalu bagaimana aku bisa memasak kalau begini?"
"Kau bisa. Cepatlah, aku lapar.", rengeknya kali ini.
Huh, memang susah kalau membantah seorang Kim Seokjin.
🍁🍁🍁
Bodoamat aku gabut.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER MARRIAGE
FanfictionKehidupan Kim Seokjin setelah menikah. Random story. Based on kehaluan setiap hari. [Never Ending Story]