19

1.6K 134 21
                                    

Tidak terasa waktu melahirkan hanya tinggal hitungan hari. Menurut perkiraan dokter, aku akan melahirkan di minggu kedua atau ketiga pada bulan Desember. Yang berarti hanya berselang sekitar satu atau dua minggu dari ulang tahun Seokjin.

Suamiku itu jelas bersemangat dengan prediksi ini. Jika memang benar, berarti anaknya menjadi hadiah ulang tahun yang paling berharga yang pernah dia terima seumur hidup, ungkapnya padaku suatu malam. Tapi justru aku yang malah dirundung dilema.

Jelas dilema. Ini pertama kalinya aku melahirkan dan kemungkinan besar suamiku tidak akan menemaniku melahirkan. Istri mana yang tidak sedih, serta takut dan was-was karena kemungkinan Seokjin tidak bisa menemani. Jadwalnya benar-benar padat sampai akhir tahun, dan tentu membuatku pesimis. Sangat.

Tapi rupanya Tuhan punya rencana lain. Pagi ini, tepatnya tanggal 1 Desember, kontraksiku datang kembali--setelah beberapa hari terakhir aku juga mengalaminya--tapi kali ini berbeda. Jedanya menjadi lebih dekat, dan kali ini aku tidak sanggup menahannya. Tangan seokjin yang berada disampingku saat dirinya tertidur pulas, aku remas dengan tidak tahu diri. Berpikir bisa mengurangi rasa sakitnya, tapi malah membuat Seokjin terbangun dan berteriak kencang. Awalnya sudah ingin memaki, tapi begitu sadar wajah istrinya sudah tidak karuan, dia langsung bangkit dan bertanya, panik.

"Sakit.", kataku.

"Apa anakku akan lahir?"

Aku hanya bisa mengangguk.

"Aku harus bagaimana? Kau butuh apa? Apa yang harus aku lakukan?"

"Rumah sakit.", hanya itu yang bisa aku jawab.

"Ah, oke. Tunggu sebentar.", setelahnya dia langsung melesat keluar kamar dan terdengar jelas suaranya memanggil asisten rumah tangga kami. Mungkin meminta dibukakan pintu garasi dan memasukkan keperluanku selama di rumah sakit ke dalam mobil. Untung saja segalanya sudah aku siapkan jauh-jauh hari di dalam koper kecil. Jadi jika terjadi situasi darurat seperti ini tidak perlu repot.

Seokjin kembali lagi ke kamar beberapa menit kemudian, dan langsung menghampiriku.

"Ayo. Bisa jalan?"

Aku menggangguk lagi sembari meringis menahan sakit.

"Aku rasa tidak." Dan tanpa aba-aba dia membawaku ke dalam gendongannya. Membuatku sedikit tersentak dan menjerit kecil.

"Aku bisa sendiri, turunkan, sayang. Aku berat. Nanti kita malah terjatuh bersama."

"Tidak, tidak terasa berat kok. Tahan ya, aku akan membawamu segera ke rumah sakit."

Aku tahu dia berbohong saat bilang aku tidak berat, pasalnya dia sedikit meringis saat mengangkatku. Tapi aku juga bersyukur karena kesigapan Seokjin, karena aku pikir aku tidak akan sanggup berjalan sendiri sampai ke mobil.

"Sabar ya, sayang. Ibu yakin kau sudah tidak sabar bertemu aku dan ayahmu. Sebentar lagi kita akan bertemu. Mari berjuang bersama."

Seokjin bergegas keluar kamar dengan aku berada digendongannya, jalannya juga sedikit terhuyung tapi beruntung kami tidak jatuh bersamaan. Begitu sampai di mobil dan aku sudah aman duduk di kursi penumpang bersama asisten rumah tangga kami yang sedari tadi membantu, Seokjin langsung duduk di belakang kemudi dan melesat ke luar halaman rumah menuju rumah sakit. Perjalanan terasa sangat lama karena menahan rasa sakit. Ahjumma memintaku untuk mengatur napas dan mengusap perutku dengan lembut sembari mengingatkan Seokjin jika laju mobilnya  menjadi lebih kencang.

Entah berapa lama tapi akhirnya kami sampai juga di rumah sakit. Seokjin turun dan meminta bantuan pihak rumah sakit untuk membawaku turun dari mobil. Saat berpindah dari mobil ke brankar, aku merasakan ada cairan yang merembes pada gaun tidur yang aku kenakan dan membuatnya basah. Tapi sudah tidak aku pikirankan lagi, yang penting anakku bisa segera lahir dengan selamat dan sehat.

Menit dan jam yang berlalu terasa panjang. Saat aku tiba rupanya pembukaan sudah memasuki angka 7, sambil menunggu dokter kandunganku datang, suamiku dengan setia mendampingi. Bahkan sampai pada proses kelahiran bayi kami, dia selalu siap sedia disebelahku. Tidak pernah protes saat aku mengejan dan meremas tangannya dengan keras, saat merelakan pundaknya aku gigit karena rasa sakit yang teramat, rambutnya juga tidak luput dari jambakanku. Sungguh, rasanya ingin berterima kasih sekali padanya karena merelakan rambut, pundak, tangan dan seluruh tubuhnya untuk pelampiasan rasa sakitku. Rasanya ingin kuberikan ciuman tanpa henti untuknya sebagai balasan terima kasih. Tapi malah aku duluan yang mendapatkan ciuman berkali-kali darinya sesaat setelah putri kami lahir. Iya, seorang bayi perempuan yang cantik.

"Kim Seokjin terima kasih ya, hari ini sudah menemaniku dan putri kita berjuang di ruang bersalin. Mungkin kalau tidak ada kau, aku tidak akan sekuat tadi. I love you till we're separated by dead."

🍁🍁🍁

Hi, meet Seokjin's lil princess💛

Hi, meet Seokjin's lil princess💛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang