11

1.9K 122 13
                                    

Dua hari sebelum aku kembali ke Korea---setelah dengan berat hati Kim Seokjin mengijinkanku pulang---dia benar-benar tidak ingin jauh dariku barang sedetik saja. Bahkan aku sampai diminta mengikutinya ke venue konser selama dua hari berturut-turut.

Aku memang diminta suamiku untuk menetap sampai konsernya di sini selesai. Jadi kami akan meninggalkan negara ini secara bersamaan, bedanya mereka pergi ke Chicago sedangkan aku kembali ke Korea. Dan jadwal penerbanganku satu jam lebih awal. Ini benar-benar membuat suamiku tenang karena aku pergi lebih dulu darinya.

Entah apa yang di khawatirkannya, padahal aku tidak akan pergi seorang diri. Selain bersama seorang staff, aku juga kembali dengan Nyonya muda Jung---istri Hoseok.

Saat tahu kalau aku diminta kembali ke Korea oleh ibu dan ibu mertuaku, istri Hoseok langsung menawarkan diri untuk menemani. Awalnya aku tidak bersedia, tidak ingin merepotkan, apalagi mereka baru saja menikah. Tentu pengantin baru ingin punya waktu berdua lebih banyak. Namun Hoseok dan istrinya tidak sama sekali keberatan, demi orang tua kami, katanya. Jadi, aku dan Seokjin sangat-sangat berterima kasih karenanya.

Malam sebelum kami berpisah, dia bahkan tidak mengijinkan siapapun menggangu kami. Sepulang dari venue, kami langsung kembali ke hotel dan memesan makan malam melalui room service. Tidak peduli meskipun adik-adiknya merengek mengajak makan malam di restoran. Dia hanya ingin berdua denganku. Pun para manager dan staff mengerti dan tidak menginterupsi kami setelah kami masuk ke kamar.

Selepas makan malam Seokjin mengajakku berbaring di ranjang dan menonton serial Netflix, seperti kebiasaan kami setiap punya waktu luang di malam hari. Namun kali ini, kami tidak sepenuhnya fokus pada tontonan itu melainkan sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

Waktu kami berdua tidak banyak, dan itu membuat kami jadi sedikit sedih malam ini. Ya meskipun dua bulan yang akan datang kami bisa bertemu kembali setelah tur-nya selesai.

Mungkin kesedihan kami terdengar berlebihan, seperti kami tidak akan bertemu kembali saja, tapi sungguh ini terasa sangat berat bagiku. Membayangkan dua bulan kedepan harus melewati masa kehamilan trimester pertama tanpa suami yang mendampingi secara langsung sedikit membuatku tertekan. Tapi aku juga tidak bisa berkata tentang hal ini langsung pada suamiku, ini bisa menggangu pikirannya kembali. Jadi biarlah aku mengalah dalam hal ini, menyemangati diriku sendiri bahwa aku pasti bisa melewatinya.

"Setelah sampai di Korea nanti, kau langsung ke rumah ibu, kan?", Seokjin buka suara.

"Sepertinya aku akan kembali ke rumah terlebih dahulu."

"Tidak perlu, langsung saja ke rumah ibu. Kalau ada sesuatu yang kau perlukan, minta saja pada ibu."

"Aku tidak ingin merepotkan ibumu, sayang."

"Ibu bilang dia tidak merasa direpotkan kalau menantunya butuh sesuatu."

Seokjin, ibuku dan ibu mertuaku sepakat agar aku tinggal di rumah ibu mertua. Mereka tidak ingin aku sendirian di rumah dengan keadaan yang sedang hamil seperti ini. Memang ada seorang asisten rumah tangga yang bisa menemani tapi mereka tetap tidak mengijinkan, padahal aku tidak masalah kalau harus seorang diri di rumah. Jadi mereka memutuskan agar aku tinggal di rumah mertuaku karena kedua orang tuaku sering ke luar kota untuk pekerjaan mereka.

"Baiklah kalau begitu. Padahal aku tidak masalah kalau tinggal sendiri di rumah. Toh selama ini aku juga selalu sendiri kalau kau pergi untuk tur. Shin ahjumma hanya menemani sampai sore hari."

"Kau itu sedang hamil. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu dan anak kita. Aku belum bisa melupakan kejadian beberapa hari lalu ketika kau dibawa ke rumah sakit karena terduduk lemas di kamar mandi. Untung saja istri Hoseok bertindak cepat."

"Baik, baik, Tuan Kim. Aku sudah mendengar kalimat itu berkali-kali. Jadi hentikan. Iya aku menurut. Aku akan tinggal di rumah mertuaku yang baik hati."

Seokjin sedikit cemberut karena aku protes.

"Aku seperti ini karena tidak ingin istriku tidak ada yang menemani melewati morning sicknessnya karena aku sebagai suami tidak ada di sampingnya."

"Jangan membuatku sedih.", air mata sedikit menggenangi pelupuk mataku.

Seokjin langsung membawaku kedalam pelukannya, dia tahu jelas bagaimana kondisiku meskipun aku tidak bercerita langsung padanya. Dia terlalu peka terhadap aku.

"Jangan menangis, sayang. Aku juga ingin menemanimu di awal kehamilan seperti ini. Kalau bisa aku akan membatalkan konserku dan kembali bersamamu ke Korea."

"Tidak boleh.", bantahku terlalu cepat.

"Aku tahu, kau akan berkata seperti itu. Lagipula aku juga tidak ingin menjadi laki-laki yang tidak bertanggung jawab terhadap apa yang sudah menjadi kewajibanku. Aku tidak ingin membuatmu sendirian melewati ini, tapi aku juga tidak ingin mengecewakan banyak pihak, para member, ARMY, Bang PD-nim, manajer hyung, juga semua staff yang terlibat. Tidak mungkin.

Kau mungkin mengetahui kalau aku merasakan dilema yang begitu besar beberapa hari ini. Terima kasih untuk memberiku kekuatan dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja meskipun aku tahu bukan ini yang kau inginkan."

Seokjin semakin mengeratkan pelukannya, puncak kepalaku dikecupnya sekali untuk waktu yang lama.

"Jadi, kau harus kuat, ya? Kita harus kuat. Demi Seokjinie kecil di dalam sini.", katanya lagi sembari mengusap pelan perutku yang masih rata.

"Seokjinie kecil?"

"Iya, Seokjinie kecil. Aku sudah membayangkan anak laki-laki kecil yang wajahnya sangat mirip denganku berlarian kecil ke arahku."

"Aku tidak memiliki kontribusi di sini? Aku ibunya."

Seokjin tertawa. Aku yakin dia sengaja berkata seperti itu agar suasana kembali normal, tidak ada lagi kesedihan diantara kami.

"Matanya. Matanya akan sepertimu. Selebihnya dia akan mirip denganku."

"Anda terlalu percaya diri, Tuan Kim."

"Memang. Kau tahu aku orang yang bagaimana saat menikahiku, kan?"

Dan Kim Seokjin benar-benar membuat suasana kembali seperti semula. Tidak ada lagi kesedihan.

Malam ini kami kembali berbicara tentang anak kami ketika lahir kelak. Tentang rupanya, beberapa tingkah lucu yang mungkin akan dia lakukan. Juga masa depannya yang sudah ayahnya pikirkan bahkan di usia kehamilanku yang masih hitungan minggu ini.

🍁🍁🍁

Oke udah ya. Jangan tanya lagi kapan up karena aku juga nggak tau😆

Review dong, chapter yang aku tulis dadakan ini bagaimana?

AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang