50

525 55 5
                                    

Jujur saja, aku masih kesal dengan Seokjin yang kemarin memutari beberapa minimarket hanya untuk membeli roti karakter game. Semalam, aku juga jadi tidur di kamar Yoora karena malas sekali bertatap muka dengan suamiku.

Tapi saat aku dan Yoora sudah terlelap, dia menyusul dan ikut berbaring di sampingku. Ingin mengusirnya tapi juga tidak tega, jadilah kami tidur bertiga di kamar Yoora.

Seokjin itu, kalau sudah berbicara tentang game, aku benar-benar tidak bisa berbuat banyak. Aku mengomel seperti apapun dia akan tetap kembali seperti itu lagi. Pernah suatu hari, dia mendapat libur dan kerjaanya hanya main game seharian. Tidak makan, tidak tidur. Serius, kalau aku tidak tahu kebiasaan buruknya semenjak dulu, mungkin aku sudah pergi dari rumah karena lelah sekali memberitahunya. Dia memang sudah tidak segila dulu saat bermain game, tapi tetap saja aku kesal dan khawatir kalau dia seperti itu. Apalagi soal kesehatannya.

"Mau ke mana?", tanya Seokjin setengah mengantuk saat aku beranjak dari kasur.

"Toilet.", jawabku singkat.

"Oh, baiklah.", dia kembali memejamkan mata dan merapatkan tubuhnya ke Yoora setelah sisi yang aku tempati tadi kosong.

Sudah siang juga ternyata saat aku bangun, jam 8 pagi. Seharusnya aku menyiapkan sarapan untuk Yoora dan juga Seokjin. Meskipun kemarin aku mengancamnya tidak akan membuatkannya makanan, tapi mana mungkin aku tega begitu. Apalagi hari ini dia punya jadwal ke agensi siang nanti. Kemungkinan akan kembali saat larut malam juga, begitu yang dia bilang padaku kemarin pagi.

Tapi karena suami dan anakku masih terlelap dengan nyenyak, jadi aku memutuskan akan membuat kopi saja untuk diriku sendiri dan mungkin membaca berita di ponsel. Atau menghubungi ibu dan ayahku yang saat ini sedang berada di Jepang, summer trip berdua.

Tadinya aku dan Yoora juga ingin ikut, tetapi Seokjin tidak memperbolehkan, jadi hanya orang tuaku yang pergi berdua.

"Ibu...", suara Yoora sedikit mengantuk tetapi tetap melanjutkan berjalan ke arahku. Lucu sekali melihatnya masih belum sepenuhnya sadar dan juga kebingungan karena mungkin saat terbangun hanya dengan ayahnya.

"Selamat pagi, Tuan Putri Ibu. Kenapa bangun?", sapaku sambil berjalan ke arahnya dan membawanya ke dalam gendongan, kemudian aku dudukkan dia di kursi mini bar dapur.

"Cari ibu."

"Ah, begitu rupanya. Kan ada ayah?"

"Ayah tidur. Lapar."

"Yoora lapar?"

Dia mengangguk pelan.

"Baiklah, tunggu ya? Ibu buatkan sarapan sebentar, ya. Ini minum airnya dulu, Sayang.", kataku sambil menyodorkan gelas minumnya yang biasa.

"Sayang..."

Ini dia satu lagi si bayi besar datang saat aku sedang menggoreng sosis dan telur di wajan.

"Apa?"

"Kau buat apa?"

"Sarapan untuk Yoora."

"Untukku?"

"Kan kemarin aku bilang, kau makan roti itu untuk tiga hari."

"Sayang..."

"Apa lagi?"

"Tega begitu suamimu hanya makan roti selama tiga hari?"

"Tega."

"Sayang, jangan begitu... Aku juga ingin sarapan seperti Yoora."

"Sosis dan telur? Ya buat saja sendiri, memangnya tidak bisa?"

"Ya tidak sosis dan telur juga. Makanan yang lain, buatanmu."

"Ya masak saja. Dulu di dorm kau juga selalu memasak untuk adik-adikmu kan?"

"Sayangku... Istriku yang cantik dan baik hati... tolong ya, aku ingin sarapan buatanmu. Ya? Please..."

"Ayah, manja.", tiba-tiba Yoora yang sedari tadi diam ikut berkomentar.

"Memang, ayah manja sekali kan?", kataku menimpali.

"Ayah juga kan ingin sarapan yang dibuat oleh ibu, seperti Yoora.", Seokjin membela diri.

"Yoora dulu, ayah antri."

"Tapi ayah boleh kan makan masakan ibu?"

"Iya."

"Tuh kan. Bilang ibu agar mau membuatkan ayah sarapan."

"Sudah, jangan berisik. Satu-satu, tanganku hanya dua."

"Jadi aku dibuatkan sarapan juga?"

"Hmm."

"Yeay, terima kasih istriku."

Ya seperti itulah kegiatanku tiap pagi kalau kedua bayi ini bangun bersamaan.

🍁🍁🍁


AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang