7

2.6K 156 15
                                    

Aku berada di salah satu rumah sakit di New York bersama istri Jung Hoseok dan seorang staff juga supir. Ku putuskan untuk datang ke sini karena mual dan muntahku datang lagi, berkali-kali. Juga disertai dengan sakit kepala dan membuat tubuhku menjadi lemas dan tidak berdaya.

Saat mualku kembali datang, beruntung aku membawa ponsel ke kamar mandi dan berhasil menghubungi Nyonya Jung di kamar sebelah.

Wanita itu dengan segera meminta staff untuk membuka pintu kamarku dan menemukanku yang terduduk lemas di kamar mandi. Tanpa pikir panjang mereka langsung membawaku ke rumah sakit, takut terjadi sesuatu.

Dalam perjalanan, dengan sisa tenaga yang dimiliki, aku meminta kepada istri Hoseok untuk tidak mengabari Seokjin. Tidak ingin membuatnya khawatir dan jadi tidak fokus dengan pekerjaannya.

Aku pikir, aku hanya kelelahan karena harus berpindah kota, mungkin juga salah makan sesuatu yang membuatku menjadi seperti ini. Keracunan makanan? Mungkin?

Tapi ternyata justru kabar yang besar yang aku terima dari dokter yang menanganiku setelah ia melakukan serangkaian tes. Air mata turun begitu saja tanpa bisa dibendung. Perasaanku campur aduk saat ini.

🍁

"Hamil?", Seokjin menatapku tidak percaya dengan selembar kertas di tangannya saat ini.

Dia baru saja kembali dari jadwalnya sore hari menjelang makan malam. Setelah mandi dan berpakaian, aku meminta waktunya sejenak.

Aku mengangguk bahagia, "Enam minggu." Mengatakan seperti itu saja membuat air mataku kembali menggenang.

Seketika dia langsung menerjangku dengan pelukan. Bibirnya mengecup puncak kepalaku bertubi-tubi dan tidak berhenti menggumamkan terima kasih dengan suara yang sedikit serak di telingaku. Aku menyadari suamiku ini menangis saat air matanya meluncur jatuh di punggung dress yang aku kenakan.

Kabar ini adalah sesuatu yang besar yang sudah lama kami tunggu. Dan saat kabar itu datang, kami benar-benar tidak bisa berkata apapun. Terlalu terkejut dan bahagia karenanya. Jadi, yang kami lakukan hanya menangis bersama dan berpelukan di atas ranjang. Seokjin tak ada hentinya mencium pipi juga keningku dan mempererat pelukannya. Sesekali dia juga mengusap perutku dengan lembut dan tersenyum saat menyadari buah hati kami sedang bertumbuh di sana.

"Apa aku menyakitinya?"

"Hm?"

"Itu----semalam kan aku-----"

Aku terkekeh melihatnya yang salah tingkah dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Kembali teringat bahwa semalam kami benar-benar menghabiskan malam yang panjang.

"Dia baik-baik saja, sayang."

"Benarkah?"

"Iya. Dia benar-benar baik-baik saja. Anak kita tumbuh dengan baik."

"Ah, syukurlah. Aku hanya khawatir kalau apa yang aku lakukan semalam menyakitinya. Tapi sekarang aku lega karena tahu dia baik-baik saja. Maafkan ayah ya kalau ayah bertindak tidak sabaran tadi malam.", dia kembali mengusap perutku, kali ini lebih hati-hati.

Hatiku menghangat menyaksikan Seokjin yang seperti ini. Kami membicarakan banyak hal tentang buah hati kami di masa depan. Tentang jenis kelaminnya, tentang wajahnya kelak--apakah dia akan mirip Seokjin atau mirip denganku atau justru perpaduan antara kami berdua. Tentu saja diselingi oleh suamiku yang sangat percaya diri bahwa anak kami akan lebih mirip dengannya.

Seokjin juga sangat antusias bahwa ketika anak kami lahir nanti dan sudah tumbuh besar, dia ingin melakukan banyak hal dengannya. Dia tidak ingin kehilangan momen pertumbuhannya.

Pikiranku jadi melayang jauh ke masa depan, membayangkan akan menjadi ayah yang seperti apa dia nantinya melihat dia yang bersemangat bercerita saat ini.

"Sayang, kalau kau hamil berarti aku----Apakah boleh aku----"

"Apa?"

Sebenernya aku tahu kelanjutan dari pertanyaannya, tapi aku sengaja bertanya balik. Menyenangkan melihatnya yang kebingungan untuk bertanya seperti ini.

"Itu----apakah boleh aku----mengunjunginya?"

Dan tawaku meledak sedetik kemudian. Seokjin terlihat terkejut dan juga sedikit kesal saat tahu apa yang aku tertawakan.

"Jadi, boleh? Atau aku harus menahannya sampai dia lahir?"

Mengapa suamiku terlihat sangat-sangat menggemaskan di saat seperti ini.

"Dokter bilang, kau harus bersabar dan coba untuk menahannya."

Seketika wajahnya berubah sendu.

"Tapi kalau kau mau mencoba untuk pelan-pelan, dia bilang tidak masalah."

"Aku tahu---tunggu---apa? Apa? Jadi aku bisa---"

"Tentu.", selaku langsung.

Seketika Seokjin langsung mengungkungku, memposisikan dirinya di atasku dengan wajah berbinar tapi matanya sedikit menggelap.

Huh, hormon seorang pria memang tidak bisa ditunda.

"Pelan-pelan, ingat?"

"Pasti.", jawabnya mantap.

🍁🍁🍁

Vibenya gini ya kalo nulis marrige life? Hahaha
Aku usahakan update setiap Sabtu & Minggu ya, jadi tungguin aja!

Ayo ngehype di sini bareng-bareng, siapa tau bisa mutualan sama yg lain:)))

AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang