26

1K 95 8
                                    

Malam hari yang tidak pernah kami bayangkan. Yoora menangis kencang, tidak mau berhenti meskipun sudah segala cara sudah aku lakukan, mulai dari menggendongnya hingga memberinya asi, tapi tetap saja dia tidak berhenti menangis. Aku dan Seokjin jelas saja panik, pasalnya selama perjalanan tadi dia tidak sama sekali merengek dan bersikap kooperatif.

Sampai-sampai kami harus menghubungi ibuku untuk bertanya. Sebenarnya Seokjin yang menghubungi beliau karena aku sibuk menenangkan Yoora. Kelelahan, itu jawaban ibuku. Mungkin juga Yoora belum terbiasa dengan tempat baru. Lalu ibuku menyarankan untuk membawanya ke luar, ke balkon kamar hotel, siapa tahu dia bisa sedikit lebih tenang. Jadi, kami mengikuti saran ibu, awalnya terlihat tidak akan berhasil dan itu membuat kami cemas karena takut mengganggu kamar sebelah, tapi kemudian tangisnya perlahan mulai mereda setelah Seokjin mengambil alih Yoora dariku.

Aneh, biasanya kalau menangis Yoora hanya ingin bersamaku tidak ingin dengan orang lain bahkan ayahnya. Ya, karena ayahnya juga jarang di rumah sih, dan biasanya saat Seokjin datang Yoora sudah tidur. Tapi malam ini justru dia begitu tenang saat digendong ayahnya bahkan selama sisa malam itu dia tertidur di pelukan Seokjin. Suatu pemandangan yang jarang terlihat, karena ya memang jarang sekali Seokjin punya waktu untuk bersama anaknya saat akan tidur. Kecuali saat dia sedang berada di rumah seharian karena tidak ada jadwal, dan itu jarang terjadi.

"Apa?", tanyanya saat aku berbaring miring memperhatikannya dengan Yoora di pelukannya.

Aku terkekeh kecil, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara agar tidak membangunkan si kecil.

"Lucu. Kau terlihat seperti induk kangguru yang protektif."

"Hahaha lucu.", jawabnya sarkas.

Sebenernya Seokjin itu penyayang sekali terhadap anaknya tapi kalau sedang digoda seperti ini, dia jadi defensif. Dan itu membuatku makin semangat untuk menggodanya lagi.

"Lelah, tidak? Sini berikan padaku."

"Nanti dia jadi terbangun dan menangis lagi. Tidak, biar aku saja."

"Benar? Tanganmu tidak pegal?"

"Begini, pegal? Menggendongmu semalaman saja aku kuat, apalagi Yoora yang beratnya hanya satu per tujuh darimu.", jawabnya sambil mengerling.

Sial. Aku malah digoda balik.

Aku hanya mendengus tapi tetap tidak mengalihkan pandanganku dari mereka berdua. Sungguh pemandangan yang langka dan membuat hatiku menghangat seperti berada di sekitar perapian saat musim dingin.

"Besok giliranmu, ya?"

"Huh?"

Aku sedang melamun dan tidak tahu apa yang dia katakan barusan.

"Besok kau yang akan aku peluk begini, berada di atasku dan kit---"

Sebelum dia berhasil melanjutkan kalimatnya, aku buru-buru menutup mulutnya dengan tangan. Tidak baik, kan, berkata kotor di depan anak kecil?

🍁🍁🍁

AFTER MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang