Soetta

8.1K 297 6
                                    

Ini menceritakan tentang dia yang memilih lari dari kisah cintanya, menolak terperangkap dalam kisah cinta tak pasti dan melangkah lebih jauh lagi.

Tapi sayang, takdir tetaplah takdir. Sejauh apapun ia berlari jika memang sudah takdirnya, ujung dunia pun tiada arti.

Eropa sudah ia tinggali, daratan Amerika sudah ia sambangi, berlari menuju benua Afrika sudah pernah ia lakukan, berpindah dari satu negara menuju negara lain sudah terlalu sering baginya. Bukan karena dikejar oleh masa lalu, namun karena ia mengejar masa depannya, dan enggan menengok pada masa lalunya.

Wanita ini melangkahkan kakinya pada Bandara internasional Soekarno-Hatta, melangkah dengan lenggok sembari menggeret koper besarnya secara perlahan, menghubungi seseorang untuk membawanya pulang pada rumah yang sudah ia rindukan.

"Hallo bang? Disti sudah landing, Disti tunggu di gate kedatangan ya bang." Hanya pesan itu yang ia ketik pada papan huruf gadgetnya.

Kenapa ia tidak menelfon saja? Tidak tau, Disti lebih nyaman bertukar pesan walau resikonya akan lama terbalas.

Melangkahkan kaki menuju kursi kosong yang berada dalam gate kedatangan, meregangkan badan sejenak setelah hampir 16 jam berada di udara. Memang seperti itulah kesehariannya, ia bukan seorang pramugari, ia tidak bekerja pada layanan transportasi udara. Dia hanya pengguna aktif dari kendaraan burung besi tersebut.

Biasa saja duduk sendiri pada dinginnya malam Bandara Soekarno-Hatta menggenggam buku berjudul "Tumbuh dari luka" Yang akhir-akhir ini menjadi bacaan favoritnya. Pemberian dari teman Indonesia nya, saat berkunjung di kota london.

Tanpa ia sadari ada seorang laki-laki dengan kemeja putih yang cukup berantakan, dengan gaya rambut yang sedikit acak-acakan? Duduk tiga kursi darinya, awalnya ia tidak berfikir harus berinteraksi dengannya, sampai ia melihat pundak laki-laki itu yang bergetar sembari menahan tangis? Jujur sebenarnya ia tidak yakin bahwa laki-laki itu menangis.

Sedikit demi sedikit ia menggeserkan badannya mendekat pada laki-laki tersebut, satu kursi, lalu mendekat, dan lebih dekat, sampai ia sadar bahwa laki-laki ini sedang menahan tangisannya.

Hanya menyodorkan tisu yang terlintas di pikiran nya sat itu,

"Mas maaf, kalo mas butuh tisu saya punya. Mas butuh mungkin?" Entah untuk yang pertama kalinya Disti merasa ia lebih bodoh dari patrick star dan lebih absurd dari film SpongeBob nya sendiri.

"Mas maaf, jemputan saya sudah datang. Saya simpan tisunya di samping mas ya? Tidak papa kalo mas mau nangis lagi. Maaf kalo saya tidak sopan mas, permisi sebelumnya." Untuk kesekian kalinya Disti bersyukur bahwa abangnya selalu datang tepat waktu, karena jujur Disti sudah sangat malu.

Disti melangkah menggeret kopernya dan pergi memasuki mobil, bahkan dari dalam mobil pun Disti tidak melihat pergerakan dari laki-laki itu. Posisinya tetap sama menangis dengan tangan dilipat didepan wajah, sehingga Disti tidak tau seperti apa rupanya. Kok Disti jadi merasa horor?

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang