Sebelumnya Disti mengira takdir dapat ditinggalkan tanpa diselesaikan. Sayangnya Disti lupa bahwa takdir adalah bagian dari jalan cerita kehidupan, bagaimana mau lari, bagaimana mau pergi, jika takdir akan selalu mengikuti.
Disti kembali ke rumah dengan taksi, meminta abangnya untuk menjemput mobilnya, dan berlalu begitu saja menuju kamar bahkan tanpa salam dan salim kepada ibunya.
"Mbak Disti kenapa? Ada masalah, mau cerita apa tidak ke ibu?" Seorang ibu pasti akan tau jika ada hal yang sedang mengganggu anaknya, ikatan batin seorang ibu dan anak sangatlah kuat.
Kamar Disti terkunci, dan ia memilih bangun dan melangkah untuk membukanya. Membiarkan satu-satunya orang yang boleh melihat kelemahnya untuk masuk dan mendengarkan keluh kesahnya.
Disti duduk pada ujung kasurnya, dian saja menunggu ibunya bertanya ada apa dengan dia.
"Mbak kenapa? Mau cerita sam ibu gak?" Ibu bukanlah tipe orangtua yang selalu ingin tau apa yang anaknya lakukan, dia hanyalah seorang ibu yang mau menjadi sandaran bagi anak-anaknya.
"Disti salah tidak bu, kalau Disti benci seseorang yang sudah merebut kebahagiaan Disti? Seseorang yang sudah membuat Disti hancur, sampai Disti tidak percaya pada diri Disti sendirian."
"Mbak benci sama siapa? Alasan apa yang membuat mbak valid untuk membencinya? Dia berbuat apa sampai harus segitunya mbak benci?" Bagi ibu anaknya memang sudah besar memandang mana yang baik atau tidak, tapi Distinya tetaplah anak kecil yang butuh saran darinya.
Disti tidak langsung menjawab pertanyaan ibu, ia terdiam lumayan lama sampai berani mengucapkan "Dia merebut kebahagiaan Disti bu."
Ibu sangat paham bertengkar dengan hati nurani sendiri memanglah tidak mudah, "kebahagiaan apa yang dia rebut dari kamu mbak?"
"Dia merebut semua hal yang sudah Disti perjuangkan bu, dengan sangat licik, dengan sangat jahat. Semuanya, semua hal yang Disti kejar dia ambil dengan mudah bu." Ucap Disti dengan pandangan yang begitu menguarkan benci.
"Ini tentang cinta, karier, atau apa mbak? Jika ini tentang cinta, dan dia mengambilnya darimu maka relakan. Jika ini tentang karier dan dia merusaknya maka ikhlaskan. Jika ini tentang keduanya maka tinggalkan, dibandingkan hati mu yang harus menyimpan benci." Ibu biasa saja saat berkata demikian.
"Jika Disti sudah meninggalkan dan takdir tetap senang bermain-main bagaimana bu?" Disti bingung dengan perkataan ibu diatas beliau seolah-olah menganggap mudah semuanya.
Ibu tersenyum, selalu saja begitu. "Maka jalankan, artinya Tuhan sedang memberikan mu jalan untuk mengakhirinya. Dia tidak mau kamu terjebak dalam rasa benci terlalu dalam, hati mu tidak boleh sekotor itu."
Dulu saat semuanya terjadi Disti hanyalah sendiri di negeri nan jauh sana Disti hanya sendiri. Dia hancur berkeping-keping sendiri, memperbaiki semuanya sendiri, dan sekarang ibu ada di sampingnya dengan rela selalu menyadarkannya bahwa ia tidak boleh menjadi begitu jahat.
"Mau cerita semuanya tidak mbak? Ibu siap bahkan sampai pagi mendengarkan."
Dan Disti memilih bercerita, ia merebahkan dirinya di pangkuan sang ibu mulai menceritakan semua hal yang terjadi padanya. Semuanya, segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tak Usai
RomanceKisah cinta tak usai, cerita cinta belum selesai. Dia berfikir bahwa hidupnya tak membutuhkan cinta, tapi ternyata ada cinta yang membutuhkannya. Dia berlari hingga lelah, sampai akhirnya ia hanya bisa pasrah. Bahwa cinta itu memang selalu untuknya...