Pragila

1.1K 104 19
                                    

Dunia Disti sedari kecil sangatlah monoton. Hidup tanpa arah yang mengarahkan membuatnya hanya berjalan pada zona kenyamanan yang dia rasakan. Tidak ada arah yabg menginspirasinya untuk terbang dengan angin yang bertiup, tidak sampai Disti mengarahkan hidupnya sendiri.

"Mbak besok ada jadwal pertemuan. Salah satu perwakilan Thailand, ada beberapa duta juga yang akan menemani mbak Dis." Huh... Sejujurnya jika ingin mengeluh rasanya Disti akan berteriak dengan kencang, mengatakan bahwa ia lelah. Butuh sekedar istirahat dari semua.

Rasa semacam itu kerap kali ada dalam benak Disti, rasa yang terkadang membuatnya menjadi lupa bahwa rasa ini adalah sesuatu yang dia impikan sejak kecil. Rasa yang sangat sering membuatnya lupa untuk bersyukur menjalani kesehariannya.

"Lis, kamu tolong siapkan apa saja yang di butuhkan. Setelah itu, kirim ke email saya aja ya." Lisya merupakan salah satu rekan kerjanya di kantor. Jika kalian bertanya sesibuk apa Disti dalam bekerja? Sejujurnya Disti tidak pernah merasa bahwa dirinya sibuk.

Karena bagi Disti titik sibuknya adalah ketika dia sudah lebih dari rasa lelah, dan anehnya Disti selalu mengubah lelahnya menjadi bahan tertawa, yang pada akhirnya tidak pernah mengantarkan dia pada rasa sibuk dan lelah yang berlebihan.

Disti memang cukup aneh, dia selalu mengubah lelah, marah, kecewanya menjadi suatu bahan tertawaan. Dan hal itu selalu berhasil membuatnya merasa bahwa hidup tidak lah sesulit itu.

Itulah mengapa kemarin saat bersama bah ukung dirinya berkata bahwa ia tidak mau menjadi orang kaya, karena baginya hal tersebut sudah pasti akan membuatnya menjadi lelah, ribet, dan segala macam.

Kelelahan tidak pernah menjadi opsi yang ingin dia ambil. Semacam rasa, bahwa rasa lelah akan mudah diatasi hanya dengan membawanya menjadi bahagia.

Namun tetap saja, walaupun demikian Disti tetap berprinsip bahwa ia tidak ingin menikahi orang kaya. Itu akan membuat rasa lelahnya tidak akan dapat diubah menjadi kebahagian. Karena orang kaya sudah memiliki segalanya, lalu jika begitu apalagi yang ingin ditertawakan?

Inti kecilnya adalah Disti menjadikan rasa dalam dirinya sebagai pacuan untuk ia menjadi lebih baik, seolah-olah rasa lelahnya adalah bahan tertawaan dari perjuangannya yang belum seberapa.

Itulah mengapa ia mampu berjalan dalam rintang yang berat, karena ia menjadikan rintangan tersebut sebagai temannya dalam berpacu menuju akhir yang dirinya impikan.

"Mbak Dis, ada kiriman makanan di bawah. Buat mbak katanya." Ucap salah satu rekan kerjanya yang baru saja dari bawah.

Siapa? Perasaan Disti tidak memesan makanan. Teman-teman nya kah? Tapi dipikir kembali mana mungkin?

Tari memasak? Sering sih tapi tidak pernah mengirimkan kepada nya.

Zu? Bisa tidur dengan nyenyak saja sepertinya sudah hal istimewa bagi dokter itu, boro-boro masak untuknya.

Opsi terakhir... Nina? Wanita kaya itu, memasak untuknya? Lebih baik Disti puasa saja.

Bukan, bukannya Nina tidak bisa masak. Nina bisa, hanya saja... Susah dijelaskan.

We get married

You
Adakah yang mengirimkan saya makanan? Sepertinya satu diantara kalian adalah pelakunya.

Nina.
Gua baru mau nyalahin kompor, katanya Alvin suka roti bakar bikinan gua kemarin.

Oh. Sungguh syukur allhamdulilah, Alvin benar-benar mengubah perempuan itu. Dari yang hanya membuat Black bread (Roti hitam/gosong) menjadi smoke bread sebuah pencapaian yang sungguh mengesankan dari seorang Nina lamira.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang