Terkadang ada satu sisi hati manusia yang melihat segalanya dengan begitu netral, melihat segala hal dengan sisi yang baik, dengan sisi yang bersih. Terkadang tersimpan rasa di hati bahwa manusia yang berhati jahat sesungguhnya tidak lah ada. Tapi nyatanya semua itu adalah hal yang munafik, tidak ada manusia di alam raya ini yang memiliki hati baik sesuai yang kita harapkan.
"Riana."
Wanita ini memang cantik, memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya, seolah-olah tersimpan didalam dirinya molekul tarik-menarik.
"Disti Mayira. Dunia begitu sempit mempertemukan kita, saya fikir kita cukup bertemu hari itu saja. Mungkin takdir senang mempertemukan kita."
Benci sekali Disti berada di situasi semacam ini.Melihat keanehan antara teman dan calon kakak iparnya membuat Nina merasa ada sesuatu yang tidak dia ketahui.
Disti sudah selesai melakukan fitting seharusnya sekarang ia sudah cepat-cepat kembali, sampai ia terhenti di depan pintu toko, melihat siapa yang disapa oleh Nina dengan begitu riang.
"Waw tidak disangka bahwa Riana yang dimaksud oleh Nina adalah anda, dunia terlalu sempit." Disti tidak pernah berharap bertemu dengan wanita didepannya kembali.
Wajah itu memang cantik, hanya saja tersimpan sejuta kelicikan didalamnya.
"Dan saya juga tidak menyangka bahwa Disti yang dimaksud adalah anda, sayang sekali padahal saya tidak pernah berharap bertemu anda kembali." Wajah angkuh itu, wajah yang mengatakan seolah-olah ialah yang paling berkuasa.
Disti tidak berniat menggunakan emosi dan egoisme nya pada saat ini, wanita di depannya tak lebih dari seorang jalang pengganggu.
"Memangnya mengapa jika bertemu saya kembali Riana? Takut kembali dipermalukan, atau justru kamu sudah tidak memiliki muka untuk bertemu dengan saya?" Banyak sekali cerita yang tersimpan dibalik peperangan dingin dua manusia ini, banyak sekali hal yang tidak terungkapkan tentang apa yang terjadi di antara mereka sesungguhnya.
Riana memang licik, wanita itu memanglah jelmaan iblis. Dan Disti tau betul wanita itu menyimpan segala kemunafikan di dalam dirinya.
"Disti, mbak Riana, Kalian udah saling kenal ya?" Melihat situasi di depannya saat ini, tak juga membuat Nina menjadi lebih cerdas. Jujur dia bingung menghadapi dua wanita di hadapannya.
Lalu apa kabarnya dengan Tari? Ia sudah pulang sekitar 1 jam yang lalu dimana ia di telfon oleh ibunya bahwa anak sulungnya kembali membuat ulah dan Tari lah yang harus mengurusnya.
"Sudah, sudah lumayan lama gua kenal calon kakak ipar lu ini. Gak nyangka ternyata dia kakaknya Alvin, dilihat dari kelakuan dan sifatnya gua yakin Alvin di didik jauh lebih baik dari dia, gua permisi sampai jumpa Riana." Disti melangkah dengan angkuh siapapun yang melihatnya sudah pasti mengetahui ada gejolak rasa benci yang wanita itu keluarkan.
Untuk pertama kalinya, setelah sekian tahun yang terlewatkan Disti Mayira kembali memperlihatkan sisi lain dari dalam dirinya. Dia yang sudah menutup rapat semua hal tentang masa lalunya, ternyata kembali dipertemukan takdir dengan benang merah yang tak kunjung membuat kisahnya usai.
Disti berjalan menuju bagian luar dari area sekitar mayestik, berhenti di pinggir jalan dan memberhentikan sebuah taksi. Menyebutkan alamat tujuannya, memandang jalan dengan tatapan kosong, dan pikirannya yang di penuhi berbagai macam pertanyaan. Kepalanya penuh hingga rasanya sesak dan pening yang menjalar. Hatinya tak karuan memikirkan banyak hal,
Melihat wanita itu masih berdiri dengan angkuh, masih melihat dengan sinis, masih bisa hidup dengan sangat layak sampai saat ini, membuat Disti merasa bahwa karma Tuhan ada hanyalah khayalan semata.
"Nina is calling you!"
Sebuah deret tulisan yang muncul pada layar atas handphonenya tak urung membuat Disti mengangkat panggilan tersebut, panggilan yang terus berdering bahkan sampai terdengar puluhan kali. Karena nyatanya Disti hanya tak siap untuk menjelaskan sesuatu yang menurutnya memang tidak pernah jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tak Usai
RomanceKisah cinta tak usai, cerita cinta belum selesai. Dia berfikir bahwa hidupnya tak membutuhkan cinta, tapi ternyata ada cinta yang membutuhkannya. Dia berlari hingga lelah, sampai akhirnya ia hanya bisa pasrah. Bahwa cinta itu memang selalu untuknya...