Banyak orang berkata, ujian menuju pernikahan adalah ujian terberat sebuah pasangan. Dahulu kala Disti merasa tak percaya, baginya hanya takhayul semata. Namun, siapa sangka ternyata hal tersebut memang benar adanya.
Kalian tau, acara pernikahan tinggal menghitung hari. Segala persiapan sudah pasti hampir beres sempurna.
Sayangnya romansa mereka waktu itu, berlalu begitu saja. Entah kenapa, satu persatu masalah dari besar hingga kecil seolah datang silih berganti. Banyak hal yang cukup meragukan, namun ego tak boleh dimenangkan.
"Kamu kenapa sih? Dari kemarin sepertinya muram terus. Calon pengantin gak boleh gitu, aura mu nanti gak keluar." Sahut Budhe Disti padanya yang sedang melamun.
Disti hanya diam, tak ada minat membalas.
"Pernikahan itu memang kadang terlihat menakutkan. Seakan sangat berat untuk dijalankan, apalagi proses menuju ke sana. Satu persatu gundah seakan hingap di dalam hati. "Apa benar aku bakal bahagia?" Lalu "Memang dia orang paling tepat kah?" Sudah pasti ada. Budhe juga pernah merasakannya." Suara Budhe Uthia seolah menyadarkan Disti dengan keadaannya sekarang. Persis, semacam itu.
Budhe mengelus rambut Disti, menepuk bahu keponakan kecilnya yang sebentar lagi di persunting lelaki. "Tih, kita gak bisa jika selalu mengikuti apa kata hati kita. Walaupun hati kita adalah yang paling tau akan keinginan kita sendiri, hanya saja. Jika begitu, artinya kita hanya jalan di tempat. Karena tidak akan ada perubahan di dalamnya. Orang yang berani bukan yang mengikuti kata hatinya, namun yang sadar akan keadaannya."
Disti menghela napas dan memejamkan matanya, berharap mendapatkan banyak tenang yang ia rindukan.
"Disti cuman gak menyangka bahwa respon publik sebegitu besarnya. Walaupun mereka hanya tau Pragia sebagai salah satu pemimpin perusahaan bukan sebagai pemiliknya ternyata tetap saja membuat kami menjadi mangsa mereka." Ucap Disti kemudian.
Budhe paham, selama ini Disti selalu dikenal atas nama dirinya dan prestasinya yang gemilang. Tanpa cacat dan goresan sedikitpun, hal itu pasti sedikit berubah ketika dia dikabarkan menjadi calon pengantin seorang Lembaran Pragia yang terkenal menjadi seorang atasan yang cukup otoriter dalam memimpin.
Belum lagi, dengan pandangan masyarakat luas yang menilai tanpa tau kenyataannya. Sebenarnya cukup banyak komentar positif yang dilontarkan kepada mereka, namun tidak sedikit juga yang menyangkan keputusan Disti untuk mundur dari pekerjaannya di Belanda. Mereka berpendapat bahwa tokoh mandiri dan tegas yang mereka kagumi sirna terbawa oleh cinta kepada sang pengusaha kaya raya.
"Pendapat mereka tidak bisa kita kendalikan Tih, pasti ada saja yang mengesalkan, membuat ragu, bahkan sampai menyesal. Namun, jika kamu terus mendengarkan mereka apakah kamu akan berani melangkah pada suatu hal yang baru. Tidak kan?" Budhe Uthia sebagai salah satu penasihat terbaik dalam hidup Disti.
"Percaya satu hal dari budhe kamu dengarkan ini baik-baik." Tegas Budhe kepadanya.
Disti pun menatap Budhe dalam menunggu apa yang akan dikatakan olehnya "Aku tidak akan pernah yakin, sampai kamu benar-benar berada di dalamnya dan menjalankannya. Percaya saja, jika Tuhan memudahkan, sudah pasti itu yang dipersiapkan."
Disti terdiam, dia seolah tersadarkan bahwa dirinya memang tidak akan yakin jika dia tidak berani untuk menjalaninya.
"Gundah pasti ada, namun hal itu hanya sesederhana bagaimana kamu mengendalikan jiwa dan perasaan mu untuk tetap yakin dan berserah bahwa segala keputusan yang sudah kamu ambil adalah yang terbaik yang telah Tuhan persiapkan untuk kamu dan masa depan mu." Pesan Budhe kepada Disti.
Ya, berapa hari ini perisai tebal seolah Disti bangun kepada Pragia yang sebenarnya tidak mengerti sama sekali, dia mendiamkan, berubah dingin dan seolah tak tersentuh pada calonnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tak Usai
RomanceKisah cinta tak usai, cerita cinta belum selesai. Dia berfikir bahwa hidupnya tak membutuhkan cinta, tapi ternyata ada cinta yang membutuhkannya. Dia berlari hingga lelah, sampai akhirnya ia hanya bisa pasrah. Bahwa cinta itu memang selalu untuknya...