Pemenang?

2.7K 170 16
                                    

Mereka adalah sekelompok manusia yang berteman, bersahabat, hingga mereka terangkai dalam persaudaraan tanpa darah. Tak perlu darah yang mengalir bagi mereka, karena mereka sudah ditakdirkan saling hadir dalam kehidupan masing-masing.

"Ingat Indonesia juga lu Dis." Diantara mereka ada seseorang yang dengan mudahnya selalu melontarkan apa yang ingin ia katakan, tak pikir panjang bagaimana akibat dari ucapannya.

Bagi Disti pertanyaan sarkasme yang keluar dari mulut seorang Zu bukanlah hal yang perlu diambil pusing "Kalo gua gak ingat Indonesia kasian lu gak ada kamus berjalan, bilang aja kangen kan lu sama gua. Gak usah gengsi gitulah."

Benar saja bukan, mereka saling memeluk satu sama lain, bertanya kabar, saling menyembunyikan bulir air mata, saling merenggangkan tangan bersama tanda selamat datang kembali.

Selamat datang pada kehidupan Disti di Indonesia, jauh dari kehidupan barat yang sudah lumayan melekat padanya, kembali dieratkan pada mereka yang tersayang tanpa jarak dan waktu yang memisahkan.

"Udah selesai tugas pagi ini bu Dokter, keliatannya kayaknya ngantuk banget. Gak usah maksain kesini sebenarnya kalo baru banget selesai tugas." Zu seorang dokter spesialis anak, bekerja pada salah satu rumah sakit swasta jakarta. Mengabdikan diri untuk bersahabat dengan anak-anak, ucapan dan perkataan yang keluar dari mulutnya terkadang memang menyakitkan. Tapi bagi pasien kecil yang sedang merasakan sakit, ia adalah ibu dokter baik hati.

Zu tertawa sembari membenarkan jilbabnya "Gimana gak buru-buru kesini, takut tamu Agung pergi lagi soalnya."

"Mulai sekarang sampai besok-besok lu bebas kalo mau ketemu sama gua. Diluar jam kerja ya pastinya, soalnya pulang merantau tetep harus jadi budak kantoran." Disti tetap bekerja pada instansi pemerintahan menjadi salah satu staf di kedutaan UK untuk Indonesia adalah rutinitas aktifnya setelah ini.

Mereka berkumpul bertiga di ruang tengah rumah Nina, saling bersantai menikmati momen yang biasanya hanya terjadi setahun sekali antara Disti dan mereka.

"Tari beneran gak bisa dateng? Sayang banget kita kumpul gini gak ada dia." Mentari namanya, hadirnya benar-benar membawa kecerahan bagi sekitar. Bertindak tanpa banyak bicara, tipe manusia yang akan selalu rela meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk sekedar rasa kemanusiaan.

"Rumah suaminya itu lagi ada acara arisan, gak enak kalo mau pamit duluan kan. Jadi dia bilang titip salam. Besok dia ikut kok pas lu fitting Dis." Menantu idaman, ibu yang baik, istri yang patuh, dan juga menjadi wanita yang berhasil. Sesuatu sederhana yang jika berhasil dilakukan akan terasa sangat istimewa, dan Tari berhasil melakukan itu.

"Gua fitting sama kakaknya Alvin? Kalo gak salah namanya Riana bukan?" Sejujurnya Disti sadar pembicaraan tentang kakaknya Alvin kerap mengisi ruang dalam kolom grup mereka, tapi kembali lagi Disti yang dulu adalah Disti yang terfokus pada pekerjaan.

"Iya, mbak Riana. Dia lebih tua 2 tahun dari kita orangnya lumayan nyantai kok. Asal kita gak ada masalah sama dia, lain cerita soalnya kalo kita punya masalah sama dia." Sudah tercium seperti bau-bau kakak ipar mengasyikan sekaligus mengesalkan.

Zu yang lagi potong buah aja nyeletuk "Abis deh lu kalo punya masalah sama dia, biasalah tipe anak perempuan kesayangan keluarga."

"Yakin lu Nin punya ipar kayak gitu?" Jadi ngeri sendiri Disti dengernya.

Nina hanya tertawa hambar sampai Zu melanjutkan celetuknya "Jangankan kakak ipar yang kaya gitu, sahabat setia lakinya dari jaman sekolah aja dia biarin."

Disti sampai ke selek jus yang di minum saking terkejutnya "Gila lu Nin, emangnya itu perempuan masih suka ngikutin Alvin kemana pun? Tolonglah ini udah lebih dari 10 tahun masa dia gak nemuin kehidupan baru gitu, like have a married?"

Nina mah cuman ketawa "Biarpun udah 10 tahun berlalu, kalo sampai saat ini mereka masih kerja di bidang yang sama mau gimana? Zu aja lakinya masih suka di ikutin."

Dan jujur untuk pernyataan Nina barusan Disti benar-benar tercengang "Itu cewek apa Kuntilanak sih gak mau banget lepas dari laki orang, tapi lu berdua biasa aja gitu sama kehadirannya? Udah lama banget loh kaya gini." Disti heran kok temen-temen bisa legowo banget sama perempuan kaya gitu.

"Gua belajar dari Zu, kalo perempuan kaya gitu gak bisa kita bales pakai emosi. Kita perlu main cantik untuk jadi pemenangnya, toh pemenangnya akan terlihat dengan siapa yang akan dipinang." Nina sejujurnya bukan tipe orang yang akan tenang menghadapi sesuatu, tapi ia pintar belajar dari orang-orang sekitarnya. Bahwa menghadapi pengganggu hanya dengan merasa tidak terganggu.

Disti sadar banyak sekali cerita yang sudah dia lewatkan dari teman-temannya, ia juga sadar banyak sekali hal yang sudah dia korbankan hanya untuk mengejar ambisinya semata.

"Dan pada akhirnya pun perempuan itu gak mendapatkan salah satunya, dia hanya capek mengganggu dan mengusik. Dia terlalu sibuk memilih, sampai dia kehilangan pilihan." Disti berkesimpulan bahwa pada akhirnya yang diam lah yang selalu menjadi pemenang.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang