Rasa yang mengisi bilik kosong dalam sanubari hati, yang akan dengan mudah menggetarkan jiwa selayaknya berada dalam naungan ombak samudra.
Terapung, terombang-ambing.
Jika dasar lautan bergetar maka luapan air akan meluluhlantakkan permukaan, lalu bagaimana jika dasar hati yang bergejolak.
Cinta bahkan serumit itu.
Disti menerima mandat untuk kembali pergi mengudara menuju negeri nan jauh di belahan dunia, seharusnya Disti bahagia karena itu artinya kinerjanya masih berpotensi.
Dia berpikir mungkin dia akan menetap di Indonesia selama kurang lebih dua tahun, atau minimal satu tahun. Lalu kenapa sekarang dia harus dipindahkan tugas secepat ini? Bahkan belum sampai enam bulan dia berada di Indonesia.
Dia baru ingin memberikan jawaban pasti mengenai niat Pragia kepadanya, namun sekarang dirinya justru berada dalam bimbang.
Ya memang kapan sih Disti tidak bimbang?
"Tugas kemana memangnya?" Terdengar suara santai di hadapannya.
Duduk berdua, bersama dalam satu meja ditengah gemuruhnya sekitar.
Benak yang berisikan macam-macam pertanyaan dalam segala kemungkinan.
Disti menghela napas berat dan mengambil gelas dihadapannya, menyeruput dengan tenang berbeda dengan hatinya sekarang.
Memang Diati sangat pintar menutupi perasaannya.
"Jauh." Sangat seadanya.
Laki-laki dihadapannya justru tertawa.
"Memang selama ini tugas mu dekat?" Sindirnya yang sarat akan sarkasme.
Disti mendelik tidak terima, tapi ya memang benar. Kapan dia tugas dekat?
"Pra saya serius." Kesalnya pada Pragia yang justru sekarang asyik menikmati minumannya.
"Emang kamu kurang saya seriusin apa lagi?" Ucapnya yang mengundang decakan kesal Disti.
"Lamar sudah, diterima belum. Mau langsung nikah?" Lagi, dan lagi berhasil memicu amarah perempuan dihadapannya.
"Bukan itu maksud saya Pragia!"
Bukan Pragia jika tidak mencari masalah, toh dia senang Disti kesal.
"Mangkanya jawab dulu, tugas mu dimana. Biar saya gak bingung kalo kita nikah nanti." Sembari memasukan tiga kentang goreng sekaligus dia berujar.
Benar-benar tidak tau malu, Disti heran laki-laki ini kan hidup dalam segala etiket baik dan tata krama kenapa dihadapannya seperti laki-laki tak bermoral?
"Saya belum nerima kamu!" Kesalnya.
Pragia ngangguk-ngangguk "Tapi kamu udah pusing mikirin saya dari kemarin."
Disti yang tidak terima, sebenarnya ingin membalas sebelum mulutnya di sumpal kentang goreng.
"Dasar gengsi digedein, Tuyul kamu gedein biar menghasilkan uang." Laki-laki gila.
"Kamu yang jadi tuyul saya." Balas Disti dengan sengit.
"Kamu mau gedein saya?" Balas Pragia tak mau kalah.
"Saya mau bakar kamu." Ucap Disti dengan kesal.
Dasar dua orang gila, apa mereka gak sadar sudah jadi atensi sekitar. Sudah tau mereka makan di tempat yang ramai, memang tidak sadar diri.
"Saya tugas ke Belanda." Ujarnya tanpa diminta.
Pragia mengangguk paham. Jauh memang, tapi masih okelah buat dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tak Usai
RomanceKisah cinta tak usai, cerita cinta belum selesai. Dia berfikir bahwa hidupnya tak membutuhkan cinta, tapi ternyata ada cinta yang membutuhkannya. Dia berlari hingga lelah, sampai akhirnya ia hanya bisa pasrah. Bahwa cinta itu memang selalu untuknya...