Bukares

1.7K 108 26
                                    

Masih tentang Bukares, pada masa itu.

Disti Mayira gadis biasa-biasa saja, yang memiliki mimpi besar untuk menginjakkan kakinya di seluruh daratan Eropa, bekerja pada instansi pemerintahan yang bertugas untuk menjaga kedaulatan Indonesia di suatu negara menjadi keuntungan baginya. Lihat sekarang ia bisa bekerja, dan mewujudkan impiannya merasakan indahnya benua Eropa, bagian Bukares di Rumania.

"Asmara. Ayse." Sapa Disti pada mereka berdua yang sedang menunggunya pada kursi di taman kota Bukares.

Asmara dan Ayse pun menyapa Disti dengan hangat "Aku mengajak kamu kesini, karena aku mau bicara sesuatu."

Disti yang mendengar pun lantas bertanya "kamu mau bicara apa? Serius sekali sepertinya."

Ayse pun melebarkan senyum dan berkata pada Disti "Aku harus kembali ke Indonesia, secepatnya. Ibu ku sedang koma, aku tidak mau menyesal." Wajahnya memang senyum, tapi senyumnya mengandung luka.

Disti yang mendengar itu pun langsung teringat ibunya, bagaimana suatu hari nanti ia berada di situasi seperti Ayse, bagaimana jika ibu atau orang-orang tersayangnya berada dalam bahaya. Dan dia tetap berjauhan dengan mereka.

"Kembali lah Ayse, peluk erat ibu mu ya." Dan Disti sadar ini pertemuan terakhirnya dengan Ayse di romania. Karena Ayse pernah berkata,

"Jika ibuku membutuhkan ku dalam 1 hari, maka aku akan menemaninya dalam 1000 hari. Dia tidak boleh lebih membutuhkan ku, dibandingkan aku yang membutuhkannya."

Ayse wanita yang kesehariannya menggunakan Abaya dengan pashmina melebihi dada. Perempuan yang berhasil hidup di tengah perbedaan masyarakat Eropa, perempuan yang tidak pernah mau melebihi kodratnya. Bagi Disti dia adalah sejatinya perempuan muslimah.

Ayse melihat kearah Asmara dan Disti lalu dia kembali menatap Asmara, tersenyum. Dan berkata "Untuk mu Asmara, tolong jangan menaruh harap pada yang bukan milik kita. Tidak semuanya harus bisa kita miliki, jangan biarkan bahagia kita menghancurkan senyum orang lain. Aku tau Asmara ku adalah perempuan yang baik, kamu adalah emas bagi keluarga mu. Jangan kamu jual emas itu dengan harga yang murah."

Ayse sadar betul bagaimana cara Asmara menjalankan hidupnya, karena Asmara adalah gadis bebas selayaknya seseorang yang hidup pada dunia Barat. Dia tidak hanya mengejar milik orang lain, dia juga merebutnya dengan paksa.

Itu yang Disti dengar selama ini.

Asmara melihat Ayse dengan tatapan yang menyiratkan kesal? Mungkin.

"Aku tidak merebut milik mereka Ayse, aku hanya mengambil apa yang mereka berikan. Aku bukan emas, aku adalah aku. Jangan memberikan ku petuah yang membebani ku menjalankan hari ku, tapi terimakasih untuk pesan mu." Asmara memang begitu bebas, ia seolah tidak menganggap bahwa ada hukum dosa dan karma.

Disti yang melihat Asmara seperti itu hanya diam dan tidak mau peduli, bahkan Disti rasa setelah Ayse pergi ia tidak perlu lagi berurusan dengan Asmara, bukannya bagaimana Disti bukanlah orang yang bisa berpura-pura untuk menyukai seseorang.

"Dan untuk Disti, betah-betah kamu disini ya. Jangan menyerah terlalu cepat, negara Eropa lainnya masih sangat indah untuk dilewatkan. Aku senang bisa mengenal kamu, dan berbagi banyak hal dengan mu. Semoga kita dapat bertemu di Indonesia." Setelah mengatakan hal tersebut Ayse pun merentangkan tangannya untuk memeluk kedua temenannya ini. Disti dan Asmara pun dengan senang hati membalas pelukannya.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang