Pasar kain mayestik selalu menjadi destinasi surgawi bagi mereka pencinta busana nan elok, deretan toko-toko yang dipenuhi segala macam rupa bahan kain terlihat sejauh mata memandang.
Bahan dengan kualitas biasa saja dan harga yang miring, hingga kain dengan kualitas super setara produksi rumah mode mewah dengan harga melejit tersedia disini. Sama seperti Nina, yang ditemani Tari sedang sibuk memilih segala macam kebutuhan busana untuk hari spesialnya.
"Ini Disti tau gak sih alamat kesini? Dari tadi gua telfon gak nyambung-nyambung, nyasar kali ya dia?" Tari hanya khawatir jika Disti sudah lupa akan jalanan jakarta, banyaknya pembangunan dan infrastruktur yang berjalan membuat semuanya tampak jauh berbeda dari sebelum Disti pergi.
Nina hanya membalas dengan kata-kata andalannya seperti "Macet mungkin? Atau Disti harus ada urusan dulu sebentar, kita tunggu aja." Selalu itu yang keluar dari mulutnya hingga membuat Tari kesal sendiri.
"Dia itu kalo nyasar suka gak tanggung-tanggung masalahnya, lu tau sendiri gimana hebohnya dia kalo bawa kendaraan." Disti adalah orang yang paling anti dengan kata macet, dia pernah dengan mudah meninggalkan mobilnya pada area toko sekitar jalan dan Pulang dengan menggunakan ojek online saking dia tidak sukanya terjebak dalam macet.
"Siang-siang kaya gini gak mungkin dia mau bawa mobil sendiri, kalo gak dianterin ya pasti dia naik ojek. Jadi tenang aja di gak bakalan nyasar, pegang omongan gua." Jelas Nina secara santai, jujur Nina sendiri bingung kenapa Tari akhir-akhir ini jadi lebih khawatiran dengan berlebih pada orang sekitar nya.
Tari biasanya juga tidak pernah merasa lebay ini atau mungkin karena rasa kangen dan tidak sabar yang membuat dia khawatir secara berlebihan,
Disti Mayira
Gessssss, bensin mobil gua abis gimana dong? Gua tinggal aja yaa ini mobil, gua lanjut naik ojek. Mobilnya diparkiran mekdi kok tadi gua lupa bukannya belok ke pom malah lanjut ke mekdi.Sering seperti ini... Selalu ada saja ulah konyol yang Disti perbuat.
Tari hanya melirik pada Nina yang sedang bengong sambil melihat hapenya "Udah liat kan, kelakuan itu anak satu? Kita nungguin disini dia dengan santainya malah ke mekdi. Pake abis bensin segala lagi."
Nina sebenarnya sudah tidak tau mau marah atau bagaimana karena Disti Mayira akan selamanya seperti itu.
Tari yang tadi sangat khawatir dengan Disti sekarang malah asyik memakan bakso di depan toko kain tersebut, seolah-olah ia lupa dengan siapa yang ia khawatirin tadi.
Sampai ia tertawa dengan terbahak setelah melihat seseorang didepannya, seorang perempuan yang selalu menjaga penampilannya, seorang perempuan yang tidak pernah mau ada celah dari segala tampilannya, dan hari ini Tari melihat langsung seberapa sengsaranya perempuan itu turun dari kemudi tukang ojek online.
Dengan memelankan tawanya seolah tidak ada apa-apa yang terjadi Tari mencoba bertanya pada seseorang di depannya "Disti, lu abis nyebur di selokan mana? Kok jadi begitu."
Nina yang tadinya berada di dalam toko akhirnya keluar setelah mendengar tawa Tari yang lumayan kencang, dengan santai dan biasa ia berjalan sampai pada depan pintu toko ia tidak bisa menahan tawanya.
"Dis sumpah lu abis ke ujanan dimana? Perasaan dari tadi panas banget kok bisa-bisanya lu basah kuyup begitu." Kalo saja Disti sedang tidak mengenaskan rasanya ingin ia cabik-cabik mulut kedua temannya itu.
Dengan cepat ia melepaskan helm berlogo lingkaran tidak sampai dengan unsur titik ditengahnya kepada sang driver ojek online sekaligus ia memberikan sejumlah uang untuk pembayaran dan bonus karena sudah mengantarkannya kesini.
Dengan muka yang sedikit terlihat sangat kesal Disti berbicara "Pak ini ongkosnya, besok-besok kalo mau cepat gak usah lewat depan rumah orang deh pak. Cepat sih iya, tapi saya jadi kaya orang habis dimandiin masal pak."
Driver ojek yang sama terlihat kuyup dengan dirinya hanya berkata "Iya neng, maafin saya ya. Saya kira jalanannya aman ternyata ada yang lagi nyiram taneman, soalnya kemarin saya lewat situ gak ada neng." Tolong pak lebih baik langsung pergi daripada membuat Disti darah tinggi.
Bapak ojek itu sudah pergi Disti pun tak sampai hati untuk marah-marah padanya "Sumpah ini pasar pasti ada yang jualan baju jadi kan ya? Gua harus beli sekarang sih."
Nina yang sedang sibuk tertawa dan Tari yang lanjut memakan baksonya hanya bisa mati-matian menahan mulut mereka untuk tidak tertawa terlalu kencang, karena jujur penampilan Disti sekarang persis orang yang baru diguyur air seember lebih.
"Gua bawa baju ganti kok lu pake aja sana, abis itu langsung kesini lagi kita makan bakso dulu baru diukur." Ucap Nina dengan tawanya yang belum usai.
Dengan santai Disti masuk kedalam toko kain tersebut walaupun awalnya ia dikira gembel yang nyasar, tapi gembel mana yang membawa tas fendi pada genggamannya.
Setelah selesai mengganti baju dan segala macam ornamen penutup tubuh yang untungnya berhasil dia dapatkan atas usaha teman-temannya yang mencari di toko sekitar.
"Lagian lu kenapa bisa basah kuyup gitu sih? Terus kenapa bisa-bisanya malah ninggalin mobil di mekdi pake lupa beli bensin lagi." Tari udah gak habis pikir dengan kelakuan satu orang yang sedang asyik makan bakso tanpa terganggu itu.
Niat awalnya ia memang ingin temu kangen dengan temannya itu tapi sekarang Tari rasanya ingin mengembalikan Disti ke daratan eropa saja.
Disti yang santai memakan bakso dan dengan santai juga menjawab "Tadi itu dari rumah gua udah niat buat isi bensin terus gua bawalah mobil itu, pas dipertengahan jalan kok gua laper banget akhirnya gua belok dulu ke mekdi. Gua fikir bensin cukup kan, lah kok pas mau jalan malah gak nyala-nyala."
"Terus alasan lu basah kuyup begitu kenapa?" Kali ini gantian Nina yang bertanya pada Disti.
Disti tidak langsung menjawab tapi meneguk segelas es teh manis terlebih dahulu baru setelah itu ia berbicara "Gua kuyup ya karena naik ojek, tadi itu kalo lewat jalan raya macet parah. Akhirnya si bapak tadi inisiatif lah lewat jalan pintas gua si oke-oke aja, tapi ternyata jalanannya itu sempit banget macem gang senggol dan pas kita lagi lewat satu rumah ternyata orangnya lagi nyiram taneman pas kita bilang permisi dia kaget sampai loncat gitulah terus ngarahin selang airnya ke arah kita, jadilah kita basah kuyup sampai sini."
Dan sampai akhir dari cerita yang Disti bicarakan tidak ada satupun tawa yang berhenti dari mulut dua anak manusia di depannya.
"Ada-ada aja sih lu lagian, mangkannya jadi orang kalo macet itu sabar." Nina sadar ucapannya ini hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri kalo bagi Disti.
Tari hanya mendengarkan semua yang Disti ceritakan, dasar Disti memang tidak pernah berubah. Kehidupan bule ternyata tak merubah sedikitpun sifat konyol temannya ini.
Disti bingung kok dari tadi dia ditanya-tanya doang gak disuruh ngukur baju padahal dia udah siap banget ini ya walaupun abis makan bakso sih jadi maklum kalo perutnya agak maju sedikit.
Melihat kebingungan di wajah Disti Nina hanya berucap "Lu ukur duluan aja dulu Dis, mbak Riana dateng telat kayaknya. Biasalah orang sibuk."
Okelah jika seperti itu, maka Disti yang akan mengukur bajunya duluan. Toh bagus kalo calon kakak iparnya Nina itu dateng belakangan jadinya dia tidak harus berurusan dengan orang yang digadang-gadang sedikit mengesalkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tak Usai
RomanceKisah cinta tak usai, cerita cinta belum selesai. Dia berfikir bahwa hidupnya tak membutuhkan cinta, tapi ternyata ada cinta yang membutuhkannya. Dia berlari hingga lelah, sampai akhirnya ia hanya bisa pasrah. Bahwa cinta itu memang selalu untuknya...